Ada UU Cipta Kerja, Urus Izin Investasi Bakal Lebih Cepat dari 2 Tahun jadi 1 Bulan

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kembali menekankan pentingnya pengesahan RUU Cipta Kerja dalam waktu dekat.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2020, 19:30 WIB
Seorang konsumen saat berada di loket Migas kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/10/2015). Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan komitmen pemerintah demi memberikan pelayanan prima dan cepat kepada investor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kembali menekankan pentingnya pengesahan RUU Cipta Kerja dalam waktu dekat.

Mengingat salah satu poin penting dari RUU anyar ini, yakni menghendaki intervensi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk percepatan penerbitan izin usaha melalui Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).

"Contoh izin lokasi, 1 sampai 2 tahun enggak keluar keluar. Karena, tidak ada aturan pusat yang bisa intervensi daerah karena mereka memiliki Undang-Undang. Tetapi dengan adanya NSPK dalam RUU Cipta Kerja yang tadinya 1-2 tahun akan dikasih waktu paling lama sebulan bagi daerah untuk menyelesaikannya," tegas dia dalam webinar yang digagas oleh Kumparan, Selasa (15/9).

Namun, Bahlil memastikan Pemerintah Pusat tetap menghormati aturan yang berlaku di setiap daerah kendati memiliki kewenangan lebih tinggi dalam menerbitkan izin usaha. Sebab, NSPK memberikan tahapan prosedur batas maksimal selama satu bulan untuk daerah menerbitkan izin berusaha.

Sehingga jika daerah kemudian kesulitan untuk menerbitkan izin berusaha dalam satu bulan. Pemerintah Pusat berhak mengambil alih dalam rangka percepatan izin berusaha.

"NPSK ini salah satu solusi untuk kepastian berinvestasi, khususnya terkait tenggat waktunya. Jadi, izin yang ditarik itu dengan aturan jelas. Sehingga daerah dikontrol oleh Pusat dan juga sebaliknya untuk win-win solution," paparnya.

Maka dari itu, dia meyakini RUU Cipta Kerja Mampu menciptakan iklim investasi dalam negeri yang lebih kondusif. "Karena NPSK ini mengatur tata kelola yang lebih baik lagi untuk meningkatkan iklim usaha," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


16,5 Juta Penduduk Menganggur, BKPM Harap RUU Cipta Kerja Segera Disahkan

Kepala BKPM RI, Bahlil Lahadalia, saat memberi sambutan dalam peresmian gedung Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTST) Sulteng, Rabu (15/7/2020).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berharap RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law segera disahkan oleh DPR dalam waktu dekat. Sebab RUU anyar ini diyakini dapat menyelesaikan persoalan terkait Ketenagakerjaan di Indonesia.

Dia memproyeksi, saat ini angka pengangguran di Indonesia telah mencapai 16,5 juta jiwa. Dan diprediksi akan terus bertambah seiring meluasnya penyebaran virus Corona di berbagai wilayah Indonesia.

"Kenapa undang-undang omnibus law sangat dibutuhkan untuk Ketenagakerjaan. Sebab, untuk hari ini pengangguran sudah mencapai 7 juta orang, ditambah angkatan kerja baru sebanyak 2,5 juta jiwa setiap tahun. Kemudian dampak Corona ada 7 juta orang menganggur. Total 16,5 juta jiwa butuh pekerjaan," ujar dia dalam sebuah webinar, Selasa (15/9).

Menurutnya untuk mengatasi persoalan Ketenagakerjaan tersebut hanya RUU Cipta Kerja yang mampu menjawabnya. Karena omnibus law dirancang untuk perbaikan regulasi dalam rangka menciptakan iklim investasi yang lebih inklusif dan menyerap angka pengangguran yang kian melonjak.

"Saya tidak punya keyakinan 16,5 juta pengangguran itu akan direkrut oleh seleksi PNS, POLRI, TNI atau BUMN. Maka, negara hadir melalui perbaikan regulasi," ujar dia.

Oleh karena itu, Bahlil menyebut RUU Cipta Kerja sebagai undang-undang masa depan. Mengingat RUU kontroversial ini diyakini mempunyai kemampuan jangka panjang dalam persoalan Ketenagakerjaan.

"Saya fikir itu omnibus law adalah undang-undang masa depan. Karena mahasiswa dari Aceh sampai Papua baik PTN maupun PTS kita taruh lah sekarang ada 6 juta. Kita bayangkan mereka yang keluar kuliah 15 persen per tahunnya. Kalau tidak ada lapangan kerja, bagaimana?," tandasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 


RUU Omnibus Law Cipta Kerja Bakal Disahkan Oktober 2020

Massa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) membawa poster saat berunjuk rasa di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Dalam aksinya mereka menolak rencana pengesahan RUU Cipta Kerja atau omnibus law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berharap pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja bisa rampung pada awal Oktober 2020. Omnibus tersebut dinilai sangat penting bagi investasi Indonesia saat ini.

"Kapan undang-undang ini disahkan? Paling lambat Oktober diusahakan cepat selesai. Kalau bisa awal Oktober, undang-undang ini sangat penting bagi BKPM agar bisa melakukan langkah selanjutnya," ujarnya, Jakarta, Selasa (8/9).

Bahlil mengatakan, Omnibus Law Cipta Kerja diperlukan untuk mendongkrak perubahan regulasi secara besar-besaran. Hal tersebut sama seperti yang dilakukan oleh Vietnam pada 2008 hingga 2009.

"Harus ada perubahan regulasi secara besar-besaran. Reformasi ini harus dilakukan. Vietnam seperti sekarang dia melakukan reformasi sekitar 2008 hingga 2009. Hasilnya sekarang baru didapatkan," jelasnya.

"Maka BKPM sebagai institusi negara yang ditugaskan secara konstitusi untuk mengurus investasi berpendapat dan meminta dukungan teman-teman bahwa solusi daripada soal ini harus undang-undang omnibus Law segera disahkan," sambungnya.

Omnibus Law Cipta Kerja, kata Bahlil, juga akan menentukan nasib 16,5 juta tenaga kerja Indonesia. Sehingga, setiap tenaga kerja tidak lagi hanya diarahkan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun tentara.

"Ini undang-undang masa depan karena 16,5 juta tenaga kerja yang dibutuhkan itu tidak mungkin kita menyuruh mereka kerja menjadi pegawai negeri sipil, atau menjadi tentara, otomatis investasi. karena kita bicara lapangan pekerjaan apapun kalau tidak ada investasi nggak bisa, baik investasi dari dalam negeri, luar negeri, baik yang kecil, menengah maupun besar," jelasnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya