Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui sulitnya membuat kebijakan pada situasi pandemi seperti saat ini. Dimana pemerintah harus sigap menanggapi perkembangan yang terjadi dan melakukan penyesuaian kebijakan seefektif mungkin.
Dalam hal pandemi, Menkeu menyebutkan sulitnya mengambil kebijakan diantara persoalan kesehatan dan ekonomi. Sebab, keduanya sama-sama menyangkut hajat hidup masyarakat.
Advertisement
“Sekarang sering kita dihadapkan seolah-olah kalau menghadapi Covid-19 ekonominya dikorbankan. Atau kalau kita ingin memulihkan ekonomi, kesehatannya dikorbankan. Kan tidak bisa kita mengatakan kesehatan lebih penting dari ekonomi, atau ekonomi lebih penting dari kesehatan,” jelas Sri Mulyani dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Widyaiswara Indonesia, Rabu (16/9/2020).
“Karena dua-duanya menyangkut manusia. Yang satu bisa mengancam jiwa manusia melalui penyakit, yang satu bisa mengancam jiwa manusia melalui kondisi ekonomi pendapatan mereka,” sambung Menkeu.
Untuk itu, Menkeu berpesan agar di setiap pembuatan kebijakan yang nantinya melibatkan Widyaiswara, dapat juga mempertimbangakan seluruh aspek yang bersinggungan.
“Ini yang kemudian di dalam policy making process kita dihadapkan pada situasi-situasi seperti ini, yang memang mengharapkan kita harus membuat pilihan pilihan yang tidak mudah dan tidak sederhana,” kata Sri Mulyani.
Untuk diketahui, Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS pada lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah.
Sri Mulyani: Ekonomi Bisa Minus Lebih dari 2,1 Persen Imbas PSBB Jakarta
Kementerian Keuangan terus melakukan monitoring dampak diberlakuannya kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020. PSBB dilakukan Pemprov DKI Jakarta sendiri terjadi lantaran jumlah kasus positif di Ibu Kota meningkat utamanya melalui perkantoran.
"Pada dasarnya kita sekarang sedang melakukan monitoring dan melihat data data berhubungan dengan pergerakan seiring dengan pemberlakukan PSBB mulai 14 September oleh Pemerintah DKI," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam video conference di Jakarta, Selasa (15/9/2020).
Dia mengatakan, PSBB dilakukan kali ini berbeda dengan dilakukan pada awal Maret lalu. Di mana saat ini di pemerintahan sendiri masih ada jumlah dari staf, ASN yang bekerja sesuai zonanya. Sekitar 25 persen dari kapasitas diizinkan WFO dan WFH.
"Artinya PSBB sekarang berbeda dengan situasi pada Maret dan April yang waktu itu berikan situasi di mana seluruh kegiatan masyarakat terhenti. Sekarang kita melihat skalanya menurun," kata dia.
Masih sama seperti sebelumnya, Bendahara Negara ini memproyeksikan pertumbuhan pada kuartal III kisarannya bakal berada 0 persen hingga minus 2,1 persen. Perhitungan itu mempertimbangkan pada Maret lalu, di mana ketika ada PSBB drastis penurunan sampai 2 persen.
"Kita perkirakan mungkin lower endnya yang minus 2,1 persen, ini bisa lebih rendah dari 2,1 persen. Berapa perkiraan yang tebraru, nanti kita lihat berdasarkan assesment kita terhadap pergerakan 2 minggu ini. Kita harap tidak terlalu jauh penurunannya," kata dia.
Sedangkan untuk kuartal IV, cirinya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi bakal berada di 0,4 sampai minus 3,1 persen. Menurutnya semua proyek itu tergantung pada pemerintah bagaimana mengelola dan mencegah terjadinya kenaikan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia.
"Saya harap, tentu saja dalam hubungan pusat dan daerah yang makin baik bisa bersama-sama. Ada 8 provinsi yang bias dikendalikan, sehingga bisa pulih di kuartal IV," katanya.
Sementara untuk keseluruhan di 2020, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan bisa mencapai minus 1,1 sampai 0,2 persen. "Namun tentunya kita melihat kemunkginan bahwa dalam kisaran ini karena adanya (PSBB) seperti terjadi di DKI kita siapkan kemungkinan berada di lower end," sebut dia.
Advertisement