Pertumbuhan Ekonomi Melempem, Target Penggunaan Energi Terbarukan Sulit Tercapai

Dalam Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk menggunakan 23 persen energi terbarukan dari total campuran energi primer yang digunakan.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Sep 2020, 19:13 WIB
Energi terbarukan/Pixabay Free-Photo

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian ESDM, Harris mengaku kesulitan dalam mencapai target 23 persen penggunaan energi terbarukan pada tahun 2025.

Sebagaimana yang tertuang dalam Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk menggunakan 23 persen energi terbarukan dari total campuran energi primer yang digunakan.

Alasannya, target pencapaian tersebut disusun pada tahun 2014. Saat itu diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8 persen. Sehingga muncullah target 23 persen penggunaan energi terbarukan pada tahun 2025.

"Secara perencanaan diawal dulu mengacu pada target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, karena itu dibuat pada tahun 2014," kata Harris dalam Virtual Press Conference GNSSA 2.0: Siap Beratap Panel Surya, Jakarta, Rabu (16/9). Nyatanya, di tahun 2020 Indonesia baru bisa memenuhi 19,5 persen penggunaan energi terbarukan. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak mencapai 8 persen sebagaimana diperkirakan dulu.

Harris menerangkan hal ini menjadi saling berhubungan karena ada korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan penggunaan energi. Sehingga penggunaan energi terbarukan tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Dia tak menampik ada kesan kelebihan pasokan yang muncul. Sebab di lain pihak pemerintah juga memiliki program 3500 MW listrik yang berbahan baku fosil.

"Ada kesan over supply karena ada program 3500 MW yang mayoritas menggunakan fosil tapi energi terbarukannya tidak maksimal," kata Harris.

Selain kesan tersebut, Harris mengatakan kondisi insutor energi juga masih belum disikapi secara optimal. Salah satunya pada aspek pembiayaan yang masih terkendala karena pengajuan proposal pembiayaan proyek energi terbarukan sulit disetujui.

Begitu juga dengan aspek kualitas SDM dalam implementasi energi terbarukan yang masih perlu banyak diperhatikan dan diperbaiki.

"Aspek kualitas SDM dan lain-lain yang kita masih kurang di situ makanya kita perlu perbaiki hal ini," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Strategi PLN Dorong Pemakaian Energi Baru Terbarukan Rendah Karbon

Progress sebaran pembangkit listrik dan jaringan tranmisi yang telah dibangun PT. PLN demi program 35.000 MW untuk Indonesia.

PT PLN melakukan berbagai strategi demi menndorong penggunaan energi rendah karbon yang ramah lingkungan. Khususnya dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) dalam penyediaan energi listrik.

Melalui salah satu aspirasi utama dalam transformasi PLN yaitu green, perseroan memiliki beberapa strategi untuk mendorong penggunaan energi baru terbarukan, yaitu dengan co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang telah beroperasi.

Kemudian program konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Biomassa, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung dengan memanfaatkan bendungan-bendungan yang sudah ada untuk membangkitkan listrik.

“Kita berinovasi dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada guna meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan,” ujar Direktur Utama PT PLN, Zulkifli Zaini, Minggu (26/7/2020).

Selain itu, co-firing juga dikembangkan oleh PLN di beberapa PLTU, seperti PLTU Paiton berkapasitas 2×400 MW menggunakan olahan serbuk kayu, PLTU Ketapang berkapasitas 2×10 MW dan PLTU Tembilahan berkapasitas 2×7 MW menggunakan olahan cangkang sawit.

Co-firing dilakukan dengan mencampurkan olahan tersebut sebesar 5 persen dari total kebutuhan bahan bakar, Sementara untuk konversi dari PLTD ke PLT Biomassa, PLN mencatat terdapat 1,3 Gigawatt PLTD yang dapat dikonversi menjadi PLT Biomassa.

PLN juga mendorong pembangunan PLTS Terapung berkapasitas besar dengan memanfaatkan bendungan-bendungan yang ada di Indonesia.

Sebagai contoh, pada Januari 2020, PLN telah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan Konsorsium PT PJBI-Masdar untuk membangun PLTS Terapung di Cirata, Jawa Barat dengan total kapasitas mencapai 145 MW.

Pembangunan PLTS ini akan dimulai pada awal 2021 dan akan menjadi PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara.

“Kami berhasil mendapatkan tarif EBT yang murah yaitu sebesar 5,8 sen dolar AS/kWh. Ke depan kami akan mendorong pembangkit seperti ini dan pastinya dengan harga yang lebih murah,” tambah Zulkifli.


Langkah Lain

Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Kupang Peaker berkapasitas 40 Megawatt (MW). (Dok PLN)

Saat ini, PLN juga tengah mengembangkan Renewable Certificate Energy (REC). REC akan ditawarkan kepada pelanggan yang memiliki komitmen penggunaan EBT dimana setiap penggunaan 1 MWH EBT akan mendapatkan 1 unit REC.

Selain penyediaan listrik melalui pembangkit EBT, PLN juga menyiapkan infrastruktur untuk mendukung kehadiran kendaraan listrik. PLN telah melakukan inovasi menghadirkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listirik Umum (SPKLU).

“Pengembangan Energi Baru Terbarukan bukan semata pemenuhan target pemerintah, tetapi dilakukan sebagai tanggung jawab PLN untuk generasi mendatang. Power Beyond Generations,” kata Zulkifli. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya