Ahok Bertemu Erick Thohir Usai Kritiknya soal Pertamina Viral

Sebelumnya, Ahok sempat melayangkan kritik tajam soal perusahaan yang dia awasi, Pertamina, ke hadapan publik.

oleh Athika Rahma diperbarui 17 Sep 2020, 11:52 WIB
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama akhirnya melakukan pertemuan dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Instagram @basukibtp

Liputan6.com, Jakarta Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akhirnya melakukan pertemuan dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Hal itu diketahui dari unggahan pria yang akrab disapa Ahok melalui akun Instagramnya @basukibtp, Kamis (17/9/2020).

Dalam pertemuan, Ahok mengaku telah menyampaikan sejumlah masukan dan kritikan perihal kinerja perusahaan BUMN.

Erick pun dikatakan menyambut baik apa yang disampaikan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. "Tadi, barusan ketemu dengan Menteri BUMN. Kritik dan saran saya sampaikan, diterima dengan baik oleh Pak Erick Thohir," kata Ahok dalam unggahannya, dikutip Liputan6.com, Kamis (17/9/2020).

Erick juga menyampaikan kepada Ahok untuk terus menjaga solidaritas teamwork dan terus melakukan transformasi di BUMN.

"Saya juga menjaga pesan yang disampaikan oleh Pak Erick untuk menjaga solidaritas teamwork dan terus melakukan transformasi BUMN," ujar Ahok.

Sebelumnya, Ahok sempat melayangkan kritik tajam soal perusahaan yang dia awasi, Pertamina, ke hadapan publik.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyatakan, Pertamina memiliki kebijakan yang sangat tidak efisien dan kebiasaan janggal yang membuat manajemen perseroan semakin buruk mulai dari direksi yang hobi lobi menteri, manipulasi gaji hingga utang yang semakin menumpuk.

 

Tonton Video Ini


Dahlan Iskan soal Usul Ahok Bubarkan Kementerian BUMN: Itu Bukan Pemikiran Baru

Dahlan Iskan.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengusulkan pembubaran Kementerian BUMN yang dinilai tidak efisien dalam tata kelola perusahaan pelat merah selama ini. Kata Ahok, lebih baik Kementerian BUMN diganti dengan pembentukan superholding seperti yang dilakukan Pemerintah Singapura melalui Temasek.

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengatakan, pembubaran Kementerian BUMN sebenarnya bukan hal baru. Sejak kepemimpinan Menteri BUMN pertama, Tanri Abeng keinginan membubarkan kementerian tersebut sudah ada.

"Bahwa BTP mengatakan di video itu seharusnya Kementerian BUMN dibubarkan, itu bukan pemikiran baru. Sejak Tanri Abeng menjadi menteri BUMN yang pertama, pemikiran itu sudah ada. Tanri sudah mengemukakan itu," ujar Dahlan melalui keterangan resminya, Jakarta, Kamis (17/9).

Dahlan mengatakan, yang terbaru dalam video Ahok adalah timeline pembubaran kementerian tersebut. "Yang baru adalah BTP menyebutkan timeline-nya, sebelum Pak Jokowi turun, pola seperti Temasek-nya Singapura sudah terbentuk. Artinya Kementerian BUMN sudah bubar?" katanya.

Dahlan melanjutkan, selama ini pemikiran pembentukan superholding seperti Temasek tidak pernah mati. Tetapi jalannya sangat lambat, yakni dimulai terlebih dahulu melalui pembentukan holding-holding usaha sejenis dulu. "Itulah jalan yang dianggap realistis yang hebohnya bisa dikendalikan," jelasnya.

Pembentukan holding bahkan ada dalam setiap kepemimpinan pemerintahan baru. Di periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbentuk holding Pupuk Indonesia dan Semen Indonesia. Di periode pertama Presiden Jokowi terbentuk holding Perkebunan dan Pertambangan.

Pembentulan holding pertambangan sangat strategis ketika pemerintah mengalihkan Freeport dari perusahaan asing menjadi perusahaan nasional di bawah Kementerian BUMN. Tanpa pembentukan holding pertambangan pengambilalihan Freeport akan terbentur ke soal teknis legalitas korporasi.

"Mungkin di periode kedua Presiden Jokowi ini akan terbentuk holding Energi. PT Pertamina menjadi satu holding dengan PT Gas Negara. Pun itu belum bisa sepenuhnya disebut holding energi. PLN kelihatannya masih di luar holding energi itu," jelasnya.

Melihat dari kondisi tersebut maka tidak mudah membentuk holding seperti yang diributkan oleh Ahok. Setidaknya dibutuhkan 10 periode kepresidenan untuk sampai terbentuk seperti Tamasek.

"Kalau satu masa jabatan presiden bisa melahirkan dua holding, mungkin diperlukan 10 periode kepresidenan. Untuk bisa sampai ke terbentuknya superholding seperti Temasek. Itu pun kalau gelombang politik tidak berubah," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya