Flight to Nowhere, Sensasi Wisata di Langit Australia Saat Pandemi COVID-19

Penerbangan wisata selama tujuh jam di atas langit Australia akan segera diluncurkan, agar pelancon tetap bisa merasakan sensasi bepergia saat pandemi Virus Corona COVID-19.

Oleh DW.com diperbarui 18 Sep 2020, 11:00 WIB
Ilustrasi pesawat. (dok. epicantus/Pixabay/Tri Ayu Lutfiani)

Berlin - Berdasarkan data Association of Asia Pacific Airlines, pembatasan ketat yang diberlakukan selama beberapa bulan guna mencegah penyebaran Virus Corona COVID-19 telah menyebabkan penurunan jumlah penerbangan sebanyak 97,5%. 

Atas dasar itu, Qantas Airways Ltd mengumumkan pada Kamis 17 September 2020 bahwa pihaknya akan mengoperasikan penerbangan wisata selama tujuh jam di atas langit Australia meski pandemi COVID-19 belum usai.

Rencana penerbangan “flight to nowhere”, yakni terbang dan mendarat di bandara yang sama ini akan dilaksanakan pada bulan depan. 

Khusus tujuan wisata kali ini, seperti dijelaskan dalam laporan DW Indonesia yang dikutip Jumat (18/9/2020), Qantas akan menggunakan Boeing Co 787, armada yang biasa digunakan untuk penerbangan internasional jarak jauh. 

Rute penerbangan “flight to nowhere” ini akan lepas landas dari Sydney dan akan mengitari Uluru, Great Barrier Reef, dan Sydney Harbour sebelum mendarat kembali di Sydney. 

Harga tiket yang ditawarkan bervariasi antara A$ 787 hingga A$ 3.787 atau setara dengan Rp 8,5 juta hingga Rp 41,2 juta, tergantung kelas yang dipilih. 

"Enam bulan yang lalu, tidak terbayangkan bagi warga Australia tidak dapat naik pesawat dan melakukan perjalanan domestik atau bahkan keluar negeri, karena kebijakan larangan bepergian dan kewajiban karantina," kata Kepala Eksekutif Alan Joyce. 

“Meskipun saat ini kami mungkin tidak dapat membawa Anda ke luar negeri, kami masih dapat memberikan inspirasi untuk perjalanan masa depan ke beberapa tujuan terindah di Australia,” tambahnya melalui sebuah pernyataan. 

Bukan tanpa kritik, rencana ini mendapat penolakan dari grup pegiat lingkungan SG Climate Rally. Kelompok ini menyebut penerbangan tersebut akan menyumbang lebih banyak emisi karbon untuk alasan yang tidak esensial.  

Qantas menyebut akan membayar sejumlah biaya untuk mengimbangi emisi karbon dari penerbangan wisata Sydney. Namun, kritik tetap mencuat karena biaya tersebut tetap tidak akan mengurangi emisi karbon. 

Saksikan Juga Video Ini:


Maskapai Asia Lain Tawarkan Progam Serupa

Ilustrasi penumpang pesawat (Dok.Unsplash)

Maskapai Asia lainnya tawarkan perjalanan serupa Sejumlah maskapai penerbangan seperti EVA Airways Corp Taiwan dan ANA Holdings Inc Jepang, yang sangat membutuhkan pemasukan dan perlu menjaga agar lisensi pilot mereka tetap berlaku juga telah menawarkan penerbangan tamasya khusus.

EVA menggunakan salah satu pesawat ikoniknya, yaitu Hello Kitty untuk penerbangan special peringatan hari ayah pada bulan lalu, sementara ANA menggunakan Airbus SE A380, menyajikan pengalaman berdurasi 90 menit dengan sensasi Hawaii selama penerbangan.

Tiket seharga A$ 228 atau sekitar Rp 2,4 juta untuk penerbangan Tigerair Taiwan dari Taipei yang akan mengelilingi Pulau Jeju Korea Selatan dilaporkan terjual habis dalam empat menit. Harga tiket tersebut termasuk voucher satu tahun untuk tiket pulang-pergi dari Taiwan ke Korea, yang dapat digunakan setelah larangan perjalanan COVID-19 dicabut. 

Singapore Airlines Ltd juga mempertimbangkan meluncurkan penerbangan wisata, tetapi hingga saat ini rencana tersebut belum diputuskan, kata seorang juru bicara. 

Konsep penerbangan wisata bukanlah hal baru. Sebelumnya, Antarctica Flights menyewa jet Qantas untuk penerbangan wisata di atas Antartika selama 26 tahun. 

Namun pernah ada sebuah penerbangan tamasya Air New Zealand Ltd di atas Antartika pada tahun 1979 yang menabrak Gunung Erebus yang menewaskan 257 orang di dalamnya.


Disiplin Protokol Kesehatan Harga Mati

Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya