Ketika Para Ilmuwan Membantah Klaim Manusia Magnet

Buljubasic mengklaim sebagai manusia magnet setelah bisa menempelkan garpu, sendok, segala macam peralatan dapur hingga telepon seluler ke tubuh dan wajahnya.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 18 Sep 2020, 12:00 WIB
Ilustrasi manusia magnet (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 23 Februari 2014, Independent.ie memberitakan seorang pria paruh baya bernama Muhibija Buljubasic. Dia disebut sebagai manusia magnet yang ada di muka Bumi.

Di dalam artikel berjudul: "Meet the man who is a human magnet", Buljubasic mengklaim sebagai manusia magnet setelah bisa menempelkan garpu, sendok, segala macam peralatan dapur hingga telepon seluler ke tubuh dan wajahnya.

Selain Buljubasic, Nermin Halilagic juga dikenal sebagai manusia magnet. Diberitakan pada Januari 2017, dia bisa menempelkan wajan, piring kaca, hingga sendok plastik ke tubuhnya.

Belum lagi dua bersaudara Otto dan Juraj Hoffman menampilkan foto mereka di tahun 2011 dengan berpose menampilkan kemampuan mereka menarik logam, kayu, dan plastik. Ibu mereka Srebrenka Hoffman mengklaim bahwa ia juga memiliki kemampuan yang sama ketika masih muda.

Lalu, benarkah ada manusia magnet seperti yang sudah ada selama ini?

 


Kata Para Ahli

Magnet / Sumber: Pixabay

Tim Cek Fakta Liputan6.com mengutip artikel dari BuzzFeed. Seorang juru bicara dari Institite Fisika mengatakan kalau benda yang menempel di tubuh dikarenakan kulit yang lengket, bukan karena magnet dalam tubuh.

"Jika manusia magnet itu memang ada, bakal sangat mudah mengujinya," kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya kepada BuzzFeed.

"Cukup tempatkan kompas dekat anak itu dan lihat apakah ada reaksi. Jika jarum kompas tidak bergerak sejalan dengan medan magnet yang ada di dalam tubuh anak itu, maka dia bukan manusia magnet. Tanpa reaksi pada kompas, tidak ada alasan untuk mempercayai klaim tentang manusia magnet."

Seorang editor majalah Skeptic Inguirer, Benjamin Radford, dikutip dari Hoaxes.org, pernah melakukan uji coba kepada manusia magnet. Dia melakukan uji coba dengan menggunakan kompas, seperti yang dianjurkan.

"Jika memang ada reaksi magnet, orang tersebut harus bisa bersandar di atas. Jika gaya magnet dapat mengatasi gravitasi, kita dapat menyaksikannya. Itulah salah satu petunjuk kuat bahwa apa yang kita saksikan tidak ada manusia magnet," kata Radford.

"Orang-orang ini bukan manusia magnet, hanya saja memiliki permukaan kulit yang lebih halus yang memungkinkan benda dapat menempel," ujarnya.

Sadie Crabtree dari James Randi Education Foundation (JREF), sebuah organisasi yang didanai untuk penelitian ilmiah dari klaim paranormal, juga membantah adanya manusia magnet. Dia menyebut magnet hanya menarik benda-benda logam, bukan sendok plastik, kayu, hingga piring kaca.

"Kulit secara alami sedikit lengket, dan beberapa jenis kulit mungkin akan lebih lengket dibanding yang lainnya, Trik ini hampir sama dengan trik dimana seseorang menggantungkan sendok di ujung hidung mereka. Trik ini hanya menempelkan melalui gesekan," katanya menjelaskan.

 


Bantahan Lainnya

Bantahan adanya manusia magnet juga dikemukakan oleh seorang ilmuwan kimia profesor Gabor Somorjai dari University of California, Berkeley. Dalam artikel di Live Science, efek yang terkesan seperti magnet ini sangat sederhana.

"Kulit Anda ditutupi dengan lemak dan minyak. Anda dapat membersihkan lemak dan minyak dengan sabun, tetapi dalam waktu kurang dari satu menit kulit akan kembali ditutupi oleh minyak," ujarnya.

Minyak ini, disebut Somorjai sebagai pelumas pada kluit yang memiliki energi pada permukaan yang sangat rendah. Faktanya, itu merupakan cairan.

"Sesuatu yang memiliki energi pada permukaan yang tinggi berusaha pergi menuju energi yang lebih rendah. Dan mereka dapat ditutupi oleh benda dengan permukaan energi yang lebih rendah. Itulah mengapa sendok dapat menempel pada kulit karena minyak lemak," kata Somorjai menjelaskan.

Kemudian, ilmuan material asal Jerman, Elmar Kroner juga tidak setuju adanya manusia magnet. Kroner merupakan ilmuan yang banyak mempelajarai kaki tokek, elastisitas kulit. Dia menyebut elastisitas kulit bisa mempengaruhi tubuh menjadi lebih lengket.

"Keringat memiliki fungsi penting. Dengan meningkatnya kelembaban kulit, sifat mekaniknya mengubah kulit menjadi lebih lembut, dan ini mengurangi energi elastis yang tersimpan pada kulit dan mengarah ke adhesi yang lebih tinggi," kata Kroner kepada Life’s Little Mysteries.


Tentang Cek Fakta

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya