OPINI: Akankah Bisnis Tetap Sama Setelah Pandemi Covid-19?

Ketika pandemi berakhir, kita tidak tahu perubahan apa yang masih tersisa. Mengingat jutaan orang sudah terbiasa bekerja dari rumah, mungkin salah satu hal yang berubah adalah cara kita bekerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Sep 2020, 18:00 WIB
Reed Hastings, Pendiri dan co-CEO Netflix. Liputan6.com/ Triyasni

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 telah memaksa dunia beradaptasi dengan cara tak terduga. Kita diatur mulai dari di mana harus berdiri, bekerja, hingga pakaian apa yang harus dikenakan.

Ketika pandemi berakhir, kita tidak tahu perubahan apa yang masih tersisa. Mengingat jutaan orang sudah terbiasa bekerja dari rumah, mungkin salah satu hal yang berubah adalah cara kita bekerja.

Perusahaan tak akan lagi terlalu mengontrol dan birokratis, sehingga bisa lebih cepat beradaptasi sembari menambah kewenangan dan kelonggaran kepada karyawan.

Perubahan ini sudah kami jalankan selama 20 tahun lebih membangun Netflix, yang tadinya mengirim kepingan DVD film lewat pos, kemudian menjadi layanan streaming.

Dari sebelumnya membeli hak siar program televisi dan film, kini memproduksi sendiri. Kemampuan Netflix untuk bersaing di sebuah industri yang sedang berubah drastis melawan perusahaan yang lebih besar dan mapan, tak lain merupakan berkah dari besarnya rasa percaya yang kami berikan kepada seluruh karyawan.

Kami menyebutnya “kebebasan dan tanggung jawab”. Dengan kata lain, kami mendorong karyawan untuk berpikir mandiri – ketimbang hanya melakukan yang dianggap benar oleh atasan.

Untuk mewujudkannya, kami menghapus aturan terkait pengeluaran dan perjalanan, jam kerja wajib, serta cuti. Saat mendirikan Netflix, kami tak secara khusus berniat menghapus semua peraturan di atas. Kami hanya mendorong staf agar berani mengambil risiko karena mereka adalah bagian penting dalam perusahaan.

Itu pula sebabnya karyawan kami dapat mengakses semua informasi yang biasanya tertutup di perusahaan lain, seperti kontrak atau kinerja bisnis harian.

 


Minta Karyawan dan Mitra Kerja dari Jarak Jauh

Di Maret, ketika banyak negara menerapkan karantina wilayah, tim kami meminta ribuan karyawan dan mitra kami yang bekerja di bagian layanan pelanggan, animasi, efek visual, hingga sulih suara untuk bekerja jarak jauh tanpa perlu meminta persetujuan saya atau manajemen.

Bukan berarti kami tidak sanggup memberi arahan, tapi staf kami bebas menjalankan keputusan berdasarkan pertimbangan mereka sendiri. Saya yakin (meski belum terjadi) bahwa Netflix akan sangat sukses justru ketika saya sebagai CEO tidak perlu mengambil keputusan sama sekali.

Lebih dari 200 tahun lalu, Revolusi Industri membuka jalan bagi terciptanya teknologi dahsyat yang memungkinkan manusia memproduksi barang dalam skala besar untuk kali pertama.

Hampir semua perusahaan — mobil, pakaian, atau pesawat — ingin membuat produk dengan variasi dan kesalahan sekecil mungkin. Model bisnis seperti itu bergantung pada pembuatan keputusan yang hierarkis dari atas ke bawah dengan aturan dan proses ketat demi meniadakan kesalahan.

Namun, pada era ekonomi kreatif dewasa ini yang menjadi prioritas adalah inovasi, kecepatan, dan kelincahan. Risiko terbesar kita bukanlah membuat kesalahan, melainkan kegagalan menciptakan produk baru atau mengubah arah saat lingkungan berubah.

 


Ketika Teknologi Berubah

Secara alamiah, inovasi lahir dari proses mencoba-coba. Tak mungkin ada kemajuan tanpa kegagalan. Itulah sebabnya banyak perusahaan hierarkis yang gagap saat teknologi berubah.

Nokia, misalnya, gagal meramal kehadiran telepon cerdas. AOL tidak beradaptasi dari Internet lambat (dial-up) ke broadband, dan Blockbuster tidak beralih ke streaming.

Pendekatan bisnis kami mungkin terlihat radikal. Memang betul, kita tidak bisa menghilangkan kendali dan proses untuk memacu inovasi dan pengambilan risiko kalau tidak memiliki staf yang tepat.

Tapi, kalau kita sudah punya staf yang tepat, mengapa kita malah fokus menghukum karyawan nakal yang menyalahgunakan pengeluaran atau mementingkan kepentingan pribadi di atas perusahaan?

Padahal karyawan lain, yang diperlakukan selayaknya orang dewasa, justru mendatangkan manfaat besar? Kami tidak punya aturan busana saat bekerja, tapi toh tidak ada staf yang telanjang datang ke kantor.

Mencermati apa yang terjadi saat pandemi, sudah jelas perubahan tidak terelakkan. Banyak perusahaan kini menghapus aturan lama, mencari cara agar tetap produktif meski tanpa karyawan di kantor, atau beralih berjualan online.

Melihat kerja keras pemerintah, perusahaan farmasi, serta para ilmuwan untuk menemukan vaksin COVID-19, pemulihan, semoga, segera terwujud.


Hikmah dari Tragedi Covid-19

Apa hikmah yang bisa diambil dari tragedi ini dalam kaitannya untuk memulihkan ekonomi dan mendorong inovasi? Melihat sejarah 20 tahun terakhir, keadaan memang tak pernah pulih sepenuhnya seusai krisis.

Sejarah menunjukkan perubahan, meski tak nyaman, akan tetap terjadi, tapi justru bermuara pada peluang baru bagi terciptanya sebuah kemajuan. Sebagai contoh, e-commerce melejit di Asia selama pandemi SARS di 2002 ketika masyarakat berdiam diri di rumah.

Ekonomi berbagi (sharing economy) seperti Uber dan AirBnB juga bertumbuh usai krisis finansial 2009 di saat orang mencari sumber pendapatan baru yang amat diperlukan.

Seiring kita menanti masa depan yang lebih aman dan ramah, kita mungkin tetap akan melihat sejumlah peraturan untuk meraih kesuksesan bakal ditulis ulang, namun kali ini, jumlahnya akan makin berkurang.

**Penulis adalah Reed Hastings, Pendiri dan co-CEO Netflix

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya