Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Faisol Reza menyatakan Pemerintah harus serius pengembangan garam yang dipergunakan untuk bahan baku industri di daerah yang potensial. Selama ini garam tersebut diimpor dengan jumlah besar.
Faisol mengatakan bahwa pemerintah harus mempunyai rencana induk pengembangan atau roadmap secara merinci untuk mengembangkan garam bahan baku industri. Karena selama ini Indonesia memenuhi kebutuhan garam bahan baku industri melalui impor.
Advertisement
“Kadar NaCl pada garam yang kita produksi berkisar 92 persen-94 persen, sedangkan kebutuhan garam bahan baku industri memerlukan kadar NaCl 97 persen,” jelas Faisol di Jakarta, Sabtu (19/9/2020).
Dia mengatakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi untuk memproduksikan garam bahan baku industri, karena NTT memiliki banyak faktor untuk memproduksi garam bahan baku industri.
"Mungkin NTT salah satunya," ungkap Faisol.
Salah satunya kelembaban udara. “Rata-rata kelembaban di berbagai daerah di Indonesia berkisar 75 persen-80 persen, NTT jauh di bawah itu,” tuturnya.
Dia menambahkan Provinsi NTT dapat dibangun industri-industri yang memproduksi garam bahan baku. Pemerintah diminta perlu serius mendorong industri produksi garam bahan baku. "Keseriusan pemerintah sangat penting," ungkap Faisol.
"Tidak ada alasan untuk tidak bisa menyediakan garam bahan baku industri. Secara teknologi Industri ini tidak membutuhkan teknologi yang rumit," lanjut dia.
Faisol menjelaskan Provinsi NTT bisa menjadi pionir sebagai daerah yang mampu melakukan subtitusi impor garam. Dengan menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan untuk industri garam.
"Saya kira itu penting," tukasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Strategi KKP Perbaiki Kualitas Garam Lokal yang Masih Rendah
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menegaskan, pihaknya terus berjuang agar para petambak garam rakyat bisa mendapatkan hasil yang maksimal dari usaha yang digeluti.
Salah satunya, mengupayakan produksi garam rakyat bisa memiliki kandungan sodium chloride (NaCl) sebesar 97 persen sesuai kebutuhan industri. Edhy menyatakan, saat ini kandungan NaCl garam lokal masih di bawah angka tersebut.
"Kebutuhan garam kita 4,7 juta ton setahun, kemampuan produksi kita belum ada 2,5 juta ton. Setelah kami cek masalah garam, industri mereka butuhnya yang NaCl (sodium chloride) di atas 97. Tugas kami sekarang. Kami ingin garam rakyat ini kami tingkatkan (NaCl) menjadi di atas 97," kata Edhy dalam Rapat bersama Komisi IV DPR RI, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi, Jumat (28/8/2020).
Saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikananan (KKP) menyiapkan program stimulus untuk penguatan garam rakyat. Melalui program tersebut, diharapkan produksi garam rakyat meningkat dan biaya produksinya bisa ditekan.
Disebutkan Edhy, biaya terbesar dari produksi garam terdapat pada ongkos angkutnya.
"Makanya di PRL (Ditjen Pengelolaan Ruang Laut), program kami untuk penguatan stimulus garam rakyat menuju 97. Ongkos angkut garam ini kesulitan orang bawa dari hasil panen. Rata-rata tidak ada jalan besar, ini kami sedang mendata," jelasnya.
Advertisement
Akses Jalan
Edhy juga mengajak anggota Komisi IV untuk turut memantau akses jalan di daerah yang memproduksi garam. Dari pendataan tersebut, KKP kemudian mengajukan perbaikan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).
"Kami sampaikan ke Menteri PUPR untuk dibangunkan jalan, tapi dengan catatan tidak boleh lagi ada pembebasan lahan. Ini diharapkan bisa menurunkan ongkos angkut," jelasnya.
Selain itu, KKP akan mereplikasi produksi garam rakyat melalui teknik biomembran. Melalui cara ini, produktivitas garam bisa ditingkatkan menjadi 140 ton per hektare.
"Jadi peningkatan lebih dari 50 persen, ini yang kita dorong. Begitu nanti waktunya, kita siap untuk menyampaikan ke seluruh stakeholder bahwa kita punya garam yang diatas 97 NaCl-nya," tandasnya.