Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan RI, Suahasil Nazara, menegaskan bahwa utang yang diambil Pemerintah Indonesia merupakan bagian dari suatu proses pembangunan. Sebab, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) saat ini tidak mampu lagi menutup kebutuhan pembiayaan dalam negeri, khususnya untuk memerangi pandemi Covid-19.
"Namun temen-temen semua belanja yang kita tambah saat ini dilakukan di tengah situasi di mana dunia usaha tidak bisa bayar pajak. Di mana kegiatan ekonominya turun, bayar pajaknya menurun. Tetapi kebutuhan belanjanya meningkat. Sehingga menciptakan defisit yang melebar. Artinya pemerintah menerbitkan utang," jelas dia dalam webinar bertajuk 'Dualisme Peran UMKM di Tengah Krisis Ekonomi Nasional', Sabtu (19/9).
Advertisement
Terkait dengan tidak melakukan utang, sebetulnya itu juga menjadi pilihan kebijakan pemerintah. Namun, ada sisi lain yang kemudian menjadi pertimbangan pemerintah. Bisa saja tidak melakukan utang, namun menunda kebutuhan untuk pembiayaan berbagai program pembangunan nasional atau bantuan sosial.
"Bisa tidak, tidak usah menerbitkan utang pemerintah? Bisa, tapi belanjanya mesti turun. Padahal belanja ini harus kita naikkan karena kita ingin membantu perekonomian. Ini kan jadi sesuatu pilihan kebijakan. Jadi temen temen sekalian. Kita menambah utang pada tahun ini," paparnya.
Suahasil menjelaskan, untuk mengelola keuangan negara, ada yang namanya penerimaan, belanja, pembiayaan dan juga investasi. Dari sisi penerimaan sumber terbesarnya berasal dari pajak.
Namun, saat ini penerimaan negara dari sektor pajak dinilai telah seret imbas dari pandemi Corona. "Jadi, kita berutang sekarang untuk menanggulangi kesehatan, menanggulangi UMKM, menanggulangi perlindungan sosial dan program pembangunan lainnya," imbuh dia.
Selain itu, dia memastikan penerbitan utang oleh Pemerintah juga telah dilakukan proses koordinasi bersama Bank Indonesia serta telah mendapat persetujuan dari DPR RI selaku wakil rakyat.
"Nah, kita juga ngobrol sama Bank Indonesia bisa tidak dibantu (utang). Kita juga mendapatkan pandangan dari DPR RI mengenai utang," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Usai Covid-19, Utang akan Jadi Masalah Serius Banyak Negara di Dunia
Utang akan menjadi salah satu tantangan terbesar atau masalah serius banyak negara dalam dekade mendatang.
Pemerintah di seluruh dunia terpaksa menanggung kenaikan pengeluaran untuk mendukung ekonomi yang terpukul parah pandemi virus corona. Imbas ini, beberapa negara harus meminjam atau berutang dalam jumlah besar guna menutupi pengeluaran.
Utang dinilai merupakan “strategi ekonomi yang masuk akal” ketika satu negara dihadapkan dengan krisis dan ketidakpastian seperti saat ini.
Ini diungkapkan Menteri Senior dan Menteri Koordinator Kebijakan Sosial Singapura, Tharman Shanmugaratnam.
"Masalah besar dalam dekade mendatang adalah bagaimana memastikan bahwa utang dapat dipertahankan," kata Tharman, yang juga merupakan pakar ekonomi dan keuangan seperti melansir laman CNBC, Selasa (15/9/2020).
Dia menambahkan bahwa tingkat utang baru yang tinggi yang dituju banyak negara tidak dapat berlanjut tanpa mengganggu pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Itu karena ekonomi saat ini - tidak seperti pada periode setelah Perang Dunia Kedua. "Tidak dapat lagi mengandalkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan inflasi untuk menurunkan utang, jelas dia.
"Pertumbuhan yang cepat tidak mungkin lagi, mereka sekarang adalah masyarakat yang menua, pertumbuhan produktivitas jauh lebih rendah dari sebelumnya,” kata Tharman, yang mengetuai Komite Moneter dan Keuangan Internasional (IMFC ) periode 2011 hingga 2015.
Dia menuturkan, inflasi tidak akan ditoleransi oleh masyarakat yang lebih tua. "Mereka mungkin ditoleransi ketika masyarakat masih muda dan pendapatan semua orang meningkat, itu tidak akan ditoleransi sekarang, ”tambah dia.
Advertisement
Suku Bunga Naik
Selain itu, ke depan suku bunga utang yang sangat rendah saat ini akan meningkat hingga mencapai posisi normal. " Hal yang akan meningkatkan biaya pembiayaan utang," kata Tharman.
Dia pun mengingatkan jika pemerintah di banyak negara harus menemukan cara untuk menyeimbangkan anggaran dengan pertumbuhan ekonomi tanpa hanya memperbesar defisit.
Namun, menurut dia, sangat sedikit negara maju yang mampu menangani masalah itu. Jerman dan Italia sebagai salah satu dari sedikit negara yang mengalami surplus anggaran primer.
“Ini masalah yang sangat serius. Anda akan membutuhkan reformasi fiskal, tidak hanya mengurangi belanja tetapi belanja berkualitas dan cara-cara meningkatkan pendapatan yang tidak menghambat pertumbuhan, ” tutur dia
Seraya menambahkan bahwa pemerintah harus memberi insentif lebih banyak pada investasi swasta untuk meningkatkan pertumbuhan produktivitas dan menentang stagnasi sekuler.