Riset: Virus Corona COVID-19 Kuat, Tangguh dan Tahan Panas Meski di Luar Inang

Sebuah tim peneliti di Hungaria menusuk-nusuk virus corona COVID-19 dengan jarum halus untuk mengukur seberapa besar kekuatan yang dibutuhkannya sebelum 'meletus' seperti balon. Ternyata tidak hancur.

oleh Hariz Barak diperbarui 19 Sep 2020, 21:05 WIB
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)

Liputan6.com, Budapest - Sebuah tim peneliti di Hungaria menusuk-nusuk virus corona COVID-19 dengan jarum halus untuk mengukur seberapa besar kekuatan yang dibutuhkannya sebelum 'meletus' seperti balon. Ternyata tidak hancur.

'Tubuh' Sars-CoV-2 --nama virus penyebab COVID-19-- memiliki lebar sekitar 80 nanometer, dan ujung jarum yang digunaka peneliti berukuran jauh lebih kecil dari itu. Ujungnya melaju dari atas virus ke bawah. Virion itu terjepit, lalu segera 'memantulkan diri' saat jarumnya pergi.

Para peneliti mengulangi hal tersebut sebanyak 100 kali pada partikel virus yang sama dan itu tetap hampir utuh.

Ini "sangat tangguh," kata tim yang dipimpin oleh Dr Miklos Kellermayer dari Semmelweis University di Budapest dalam makalah yang belum di-peer-review yang diposting di biorxiv.org pada hari Kamis 17 September 2020, seperti dikutip dari Asia One, Sabtu (19/9/2020).

Virus corona baru penyebab COVID-19 terus mengejutkan para ilmuwan dengan strukturnya yang unik. Misalnya, tim dari Universitas Tsinghua di Beijing merilis rekonstruksi struktural paling rinci dari virus di jurnal Cell pada pekan ini. Mereka menemukan bahwa virus dapat menumpuk pita asam nukleat dalam jumlah besar yang membawa data genetik ke dalam pembungkus yang sangat rapat.

Namun, virus yang digunakan dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya lainnya dibekukan untuk mendapatkan bidikan yang tajam dan stabil untuk kamera.

Tim Kellermayer menangkap bagaimana virus tersebut berperilaku saat masih hidup. Mereka meletakkan partikel virus di atas nampan yang dilapisi dengan bahan pengikat biologis.

Bahan tersebut dapat memperbaiki posisi virus. Di bawah mikroskop atom yang memancarkan laser, para ilmuwan bermain-main dengan virus dengan jarum untuk melihat bagaimana ia merespons berbagai rangsangan.

Virus biasanya menjadi rentan setelah meninggalkan inangnya. Tetapi menurut beberapa penelitian, Sars-CoV-2 dapat bertahan di beberapa permukaan sehari-hari seperti lemari.

Bagaimana ia berhasil bertahan dari gangguan lingkungan masih belum jelas.

Tim Hongaria menemukan bahwa pembungkus virus hampir tidak memberikan perlawanan saat ujung jarum mendarat di permukaan. Saat ujungnya melangkah lebih jauh, gaya penahan memuncak dan kemudian dengan cepat berkurang hingga hampir tidak ada.

Data eksperimental mereka menunjukkan Sars-Cov-2 bisa menjadi virus paling elastis secara fisik yang pernah dikenal manusia sejauh ini, dan deformasi berulang tampaknya juga tidak memengaruhi struktur keseluruhan dan konten di dalam virus.

"Sifat mekanis dan penyembuhannya sendiri dapat memastikan adaptasi terhadap berbagai keadaan lingkungan," kata Kellermayer dan rekan penelitiannya.

Ilmuwan China memperkirakan bahwa Sars-CoV-2 memiliki 26 spike protein (protein duri) di permukaannya yang dapat mengikat dengan sel inang. Para peneliti di Universitas Cambridge di Inggris memberikan perkiraan serupa yaitu 24. Sebuah penelitian oleh para peneliti di Institut Max Planck di Jerman menyebuk angka 40.

Sementara, tim penelitian Kellermayer mengatakan ada 61 spike protein pada spesimen mereka. Ini memberi kesan bahwa variabilitas struktur virus corona COVID-19 bisa lebih besar daripada yang diperkirakan, kata mereka.

Simak video pilihan berikut:


Bisa Mereplikasi Diri di Sel Hewan dalam Suhu Maksimal 60 Derajat C

Gambar ilustrasi ini dengan izin dari National Institutes of Health pada 27 Februari 2020. Menunjukkan mikroskopis elektron transmisi SARS-CoV-2 juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan Corona COVID-19. (AFP/National Institutes of Health).

Sebelumnya, sebuah studi oleh ilmuwan Prancis pada bulan April menemukan bahwa virus tersebut dapat bereplikasi di sel hewan setelah terpapar suhu 60 derajat Celcius selama satu jam.

Wabah besar-besaran di beberapa negara selama musim panas belahan bumi utara juga menunjukkan bahwa suhu tinggi tidak memperlambat penyebaran pandemi seperti yang diharapkan sebelumnya.

Kellermayer dan koleganya memanaskan partikel virus hingga 90 derajat selama 10 menit dan menemukan bahwa "secara luar biasa, penampilan mereka hanya sedikit berubah".

Beberapa duri terlepas di bawah panas yang menyengat, tetapi struktur keseluruhan tetap utuh.

"Virion Sars-CoV-2 menampilkan stabilitas termal global yang tidak terduga, yang kemungkinan terkait dengan stabilitas aerosol dan permukaannya," kata mereka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya