Liputan6.com, Malang - Pasien terkonfirmasi positif maupun suspek Covid-19 di Malang kota terus bertambah setiap harinya. Pemerintah kota setempat menyiapkan berbagai strategi untuk penanganannya. Baik terhadap pasien maupun warga terdampak pandemi ini.
Anggaran penanganan Covid-19 di Malang kota disiapkan ratusan miliar dalam APBD 2020. Belanja tidak terduga (BTT) di awal pandemi saja, sudah dialokasikan sebesar Rp124 miliar. Bakal ditambah lagi melalui PAK APBD tahun ini sebesar Rp251 miliar.
Baca Juga
Advertisement
Miliaran rupiah lagi disiapkan di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) dalam bentuk belanja tak langsung.
Namun, penyusunan perencanaan itu dinilai tidak transparan dan menuai kritik pegiat antikorupsi. Padahal publik berhak tahu data dan perencanaan anggaran.
Koordinator Divisi Riset Malang Corruption Watch (MCW), Janwan Tarigan menyebut publik jadi tidak tahu apa yang jadi sektor prioritas maupun detil penggunaannya. Tidak menutup kemungkinan terjadi penyalahgunaan maupun tak tepat sasaran.
“Pengamatan kami, pengelolaan anggaran disusun secara tertutup, diam-diam tanpa partisipasi publik,” ujar Janwan di Malang, Minggu, 20 September 2020.
Menurut dia, seharusnya Pemerintah Kota Malang menerapkan prinsip open data agar informasi pengelolaan anggaran bisa diketahui warga. Bila itu dijalankan, warga bisa terlibat dalam mengawasi, mengoreksi apa yang tepat dan tidak jalannya roda pemerintahan.
Apalagi selama pandemi ini ada perubahan besar pada postur APBD Kota Malang demi penanganan Covid-19.
Catatan MCW, pada tahun ini anggaran di sektor pelayanan publik dasar belum mendapat prioritas. Anggaran pendidikan masih 8,5 persen, kesehatan hanya tujuh persen dan administrasi kependudukan cuma 0,37 persen dari total APBD 2020.
Sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) mencapai Rp743 miliar, sangat tinggi. Silpa yang tinggi itu dinilai merupakan indikasi buruknya penyerapan anggaran. Padahal dana itu akan sangat berguna bila dimanfaatkan sebagai jaring pengaman sosial warga terdampak pandemi Covid-19 di Malang Kota.
“Jadi indikasi pemkot tak punya perencanaan anggaran dan strategi penanganan Covid-19 yang jitu,” ujar Janwan.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Respons DPRD Kota Malang
Di awal pandemi, penggunaan anggaran BTT sebesar Rp124 miliar pun banyak mendapat kritik. Pangkal persoalannya, tak ada detail rincian perencanaan maupun realisasi pemanfaatannya. Justru ditambah lagi sebesar Rp251 miliar dalam PAK APBD.
Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika menyebut BTT itu bisa dipakai sewaktu-waktu oleh organisasi perangkat daerah baik untuk bantuan sosial di Dinas Kesehatan sampai Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“BTT memang tidak ada detailnya, kalau sewaktu-waktu situasi mendesak dan membutuhkan ya bisa diambil. Agar bisa lebih cepat pencairannya,” ujar Made.
Menurut dia, secara keseluruhan penanganan Covid-19 di Kota Malang butuh biaya besar. Malah jadi persoalan bila legislatif tak menyetujui BTT. Bila nanti tak terserap, bisa menjadi Silpa. Sebab tidak ada yang bisa memprediksi apa bisa terjadi selama pandemi ini.
“BTT yang sebelumnya juga tak ada detail laporan penggunaannya, tapi saya yakin masih aman. Kalau anggaran terencana itu bukan BTT, itu ada di masing-masing dinas,” urai Made.
Kasus Covid-19 di Kota Malang sendiri sampai dengan 20 September 2020 sudah sebanyak 1.738 kasus terkonfirmasi positif. Dari kasus itu, 166 pasien meninggal dunia, 1.228 pasien sudah sembuh dan 344 masih dirawat. Serta masih ada 2.221 pasien suspek.
Advertisement