Di Tengah Pandemi Covid-19, Dua Pengusaha Wanita Indonesia Ini Paling Berpengaruh

Bukan berarti mempertahankan bisnis di tengah pandemi Corona Covid-19 merupakan hal yang mustahil.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2020, 07:00 WIB
Ilustrasi Grafik Perkembangan, Penjualan, dan atau Pencapaian Perusahaan dan Bisnis. Kredit: Freepik

Liputan6.com, Jakarta - Di 2020 ini, dunia ditantang oleh kondisi pandemi Corona Covid-19 yang mengharuskan setiap orang agar dapat beradaptasi.

Tantangan tersebut tentunya berlaku untuk semua kalangan, termasuk para pebisnis yang sudah sukses. Namun, bukan berarti mempertahankan bisnis di tengah pandemi Corona Covid-19 merupakan hal yang mustahil.

Maka dari itu, Forbes merangkum 25 pemimpin bisnis wanita yang berhasil menunjukkan keberanian mereka dalam masa-masa sulit ini.

Daftar pebisnis di Forbes Asia’s Power Businesswomen yang muncul tahun ini datang dari berbagai sektor, mulai dari bioteknologi, fintech, dan teknologi dalam edukasi (edtech), hingga sektor ritel, logistik dan hukum.

Dari 25 daftar tersebut, terdapat dua putri kebanggaan Indonesia yang berhasil terdaftar oleh Forbes.

Mereka adalah Nabilah Alsagoff (53) dan Dewi Muliaty (67). Keduanya sudah eksis di dunia bisnis Indonesia sejak dekade lalu.

Berikut kisah sukses 2 pebisnis wanita Indonesia yang tetap bisa bertahan di tengah pandemi Corona Covid-19:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Nabilah Alsagoff

Ilustrasi bisnis kreatif (sumber: Pixabay)

Pada 2005, saat Nabilah mulai membuat situs dengan dewan Pariwisata Bali, dia melihat bahwa bank lokal belum mampu memproses pembayaran online.

Hal inilah yang memancing dirinya dan dua orang temannya untuk mendirikan Nusa Satu Inti Artha, yang terkenal dengan produk Doku-nya.

Sejak saat itu, Doku menjadi pelopor transaksi non-tunai di Indonesia melampaui beberapa bank domestik yang selanjutnya menawarkan fitur e-wallet (dompet elektronik).

Di 2016, Elang Mahkota Teknologi membeli sebagian besar saham di Nusa Satu dengan harga yang dirahasiakan. Meskipun begitu, Nabilah tetap berperan sebagai chief operating di Doku.

Prestasi Doku tentu tidak sampai di situ. Di 2019 lalu, Doku menangani pembayaran senilai Rp 63 triliun yang mana tumbuh 50 persen dari 2018. Hal ini menjadikan Doku sebagai layanan pembayaran elektronik terkemuka di Indonesia.

Di 2020 ini, Doku pun tetap produktif dan berkembang menjadi konsultan untuk membantu lebih banyak bisnis untuk bertransaksi secara online.

 


Dewi Muliaty

Ilustrasi Jurusan Akuntansi Credit: pexels.com/Bongkarn

Sebagai presiden direktur dari Prodia Widyahusada, Dewi Muliaty memulai karier di bidang farmasi dengan belajar menjadi seorang Apoteker.

Saat itu, profesornya, Andi Wijaya (yang merupakan pemilik Laboratorium Klinik Prodia), merekrut Dewi sebagai asisten manajer pada 1988.

Singkat cerita, 20 tahun kemudian, Dewi diangkat menjadi Presiden Direktur dan memimpin ekspansi Prodia secara nasional dengan meningkatkan jumlah klinik dari 107 di 2010 menjadi 285 klinik saat ini.

Dewi mengembangkan Prodia dengan meningkatkan pengujian gangguan autoimun serta penyakit lainnya, dan menjadi penyumbang seperlima dari pendapatan tahun lalu.

Adapun, Prodia sempat mengalami penurunan permintaan yang mendorong penjualan semester pertama turun 18 persen menjadi Rp 657 miliar. Saat itu, Dewi beralih menawarkan pengujian COVID-19 dengan cepat, dapat dilakukan secara drive-thru, di klinik, di rumah, lalu hasilnya akan dipublikasikan secara online.

Kisah Dewi maupun Nabilah menjadi tanda bahwa perempuan Indonesia selalu punya kesempatan untuk maju di panggung bisnis dunia.

 

Reporter Magang: Theniarti Ailin

Sumber : Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya