Liputan6.com, Jakarta Tokoh agama yang juga produser film Alim Sugiantoro sangat memegang erat pentingnya ke-Bhinekaan dalam kehidupan sehari-hari. Baginya, hidup berdampingan di dalam keberagaman merupakan anugerah. Menebalkan rasa peduli dan saling menghormati akan membuat hidup menjadi lebih damai.
Meski usianya lebih dari setengah abad, tak lantas membuat Alim Sugiantoro kehilangan semangat menebar kerukunan. Baginya, seluruh umat mendapat hak yang merata sesuai kapasitas masing-masing. Tak salah jika Ketua Penilik (Demisioner) TITD Kwan Sing Bio Tuban tersebut kerap tampil di berbagai kegiatan lintas budaya dan agama.
Pria kelahiran 18 April 1950 itu sangat memahami perlu adanya gerakan yang konsisten untuk mencapai kerukunan antarumat. Tujuannya satu, menciptakan persatuan Indonesia sesuai Pancasila.
“Meskipun punya agama atau budaya berbeda, kerukunan adalah hal yang harus dijunjung tinggi-tinggi,” ujar Alim Sugiantoro kepada wartawan, Sabtu (19/9/2020).
Baca Juga
Advertisement
Lintas Agama
Semangat kebhinekaan Alim Sugiantoro sangat tinggi. Hal itu tercermin dalam keikutsertaannya pada beberapa acara lintas agama. Alim kerap hadir di Musyawarah Wilayah Muhammadiyah dan Aisyiyah Jawa Tengah. Bahkan, tiap Ramadan ia menggelar kegiatan sosial bagi umat muslim di area klenteng Kwan Sin Bio, Tuban. Ia mengadakan acara serupa di hari raya agama lain.
Totalitas Alim perihal kesamaan hak bagi semua agama juga terbukti saat memperjuangkan klentengnya. Alim meyakini bahwa Kelenteng Kwan Sing Bio di Tuban digunakan ibadah bersama bagi umat Tri Dharma. Yakni Konghucu, Buddha, dan Aliran Tao.
Keyakinannya didukung Peraturan Pemerintah 55/2007 dalam pasal 46 yang menyebutkan bahwa kelenteng merupakan salah satu rumah ibadah umat Konghucu. Kalau khusus umat Buddha dalam pasal 44 disebutkan Vihara atau Cetya. Keputusan Dirjen Bimas Buddha yang menerbitkan Surat Tanda Daftar Rumah Ibadah Kelenteng Kwan Sing Bio bertentangan dengan hal itu. Sebab, kelenteng disebut dalam surat keputusan itu hanya untuk umat Buddha.
Advertisement
Gugatan
Alim pun sempat melayangkan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur pada 11 September lalu. Alim mendesak Dirjen Bimas Buddha mencabut Surat Keputusan Tanda Daftar Rumah Ibadah Kelenteng Kwan Sing Bio yang hanya menjadi rumah ibadah umat Buddha.
“Dalam bahasa Tionghoa, terbaca Bio, dan Bio itu Kelenteng bukan Vihara dan rumah ibadah Buddha, hal ini yang harus dipahami,” ujar Alim.
Gemaku
Respons serupa diutarakan Ketua Umum Gemaku Kris Tan. Menurutnya, pernyataan Dirjen Bimas Buddha itu seolah memutarbalikkan fakta.
”Pejabat pemerintah setingkat dirjen telah melakukan kekeliruan mendasar dengan tidak bisa membedakan Vihara dengan Kelenteng, hal itu dapat memicu konflik dan polemik di masyarakat dengan pernyataan sepihak beliau,” ujarnya.
Advertisement