Berpenduduk Besar, Menteri Teten Akui Tata Niaga Indonesia Belum Baik

Indonesia memiliki pasar yang cukup besar dengan jumlah penduduk yang mencapai 260 juta.

oleh Tira Santia diperbarui 21 Sep 2020, 13:30 WIB
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, Indonesia memiliki pasar yang cukup besar yaitu 260 juta. Namun hingga kini, Indonesia masih memiliki masalah tata niaga yang belum baik.

"Kita luas sekali, marketnya 260 juta, luas sekali. Antar pulau juga perdagangan masih banyak tata niaganya belum baik," ujar Menteri Teten dalam konferensi pers online, Jakarta, Senin (21/9).

Menteri Teten mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan tersebut maka dibutuhkan inovasi digital bisa mempermudah akses pasar. Selain itu, inovasi digital juga menjadi kunci mempermudah UMKM mendapat pembiayaan dan bahan baku produksi.

"Banyak anak muda yang punya inovasi digital yang luar biasa karena saya yakin anak-anak yang cerdas dan punya pemihakan terhadap yang kecil-kecil dan UMKM butuh mereka untuk akses ke market, akses ke pembiayaan dan produksinya mengakses bahan baku dan lan sebagainya," kata Menteri Teten.

Menteri Teten menambahkan, dengan adanya inovasi digital maka produk produk yang tadinya kesulitan mendapatkan pasar akan lebih berkembang. Misalnya produk pertanian bisa dipasarkan secara nasional maupun ke luar negeri.

"Kalau produk tata niaga jadi bagus dari nelayan dari mana saja sekarang biasa mengakses pasar nasional. Bahkan pasar luar. Produk pertanian yang sulit terhubung market sekarang jadi mudah. Jadi ini harus kita dukung," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


RUU Ciptaker: UMKM Dapat Keringanan Biaya Untuk Mendirikan Perseroan

Ibu rumah tangga menyelesaikan pembuatan boneka adat Indonesia di Ammie Dolls, Kawasan Depok, Kamis (13/08/2020). UMKM binaan Pertamina ini sebelum masa pandemi mampu menghasilkan 200 pasang boneka tiap bulannya dengan harga antara 135 ribu hingga Rp 200 ribu per pasang. (merdeka.com/Arie Basuki)

Pemerintah bersama Badan Legislasi DPR RI (Baleg) yang tergabung dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja melanjutkan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Ciptaker Bab IX tentang Kawasan Ekonomi Khusus.

Pembahasan tersebut turut menyinggung perubahan status Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi perseroan. Hal ini dinilai akan meningkatkan level UMKM sehingga dapat bersaing lebih baik dan turut meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia.

Dalam proses perubahan status tersebut, disebutkan UMKM akan mendapat keringanan biaya pendaftaran.

Sebelumnya, pada DIM 6334 Pasal 153J ayat (1) RUU Ciptaker tertulis bahwa perseroan untuk UMKM akan dibebaskan dari segala biaya pendirian badan hukum. Hal ini secara spesifik akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

"Cuma, apa benar bebas semua? Atau ada biayanya? Kemarin kan ada PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) biaya daftarnya Rp 50 ribu. Karena kalau normanya begini berarti Bapak tidak bisa pungut sama sekali," ujar Ketua Baleg Supratman saat memimpin rapat, dikutip dari akun YouTube Suara Parlemen Channel, Minggu (20/9/2020).

Menanggapi hal tersebut, tim pemerintah akhirnya menyampaikan usulan revisi bahwa pendirian perseroan bagi UMKM akan tetap dikenakan biaya Rp 50 ribu sesuai dengan UU PNBP.

"Untuk biaya izin mohon direvisi karena tetap harus ada biaya tapi nanti akan ditetapkan menyesuaikan dengan UU PNBP yang kami usulkan yaitu Rp 50 ribu," ujar tim pemerintah.

Sebagai kesimpulan, Supratman mengusulkan norma direvisi bahwa pendirian perseroan bagi UMKM tidak dibebaskan biaya sepenuhnya melainkan diberi keringanan.

"Jadi 'pembebasan' diganti 'keringanan' ya. Mudah-mudahan, yang tadi itu sudah ada kepastian, nanti dalam PPnya itu Rp 50 ribu saja," ujarnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya