Tax holiday 5 Tahun Tak Menarik Bagi Investor Energi Terbarukan

Tax holiday dan tax allowance khusus untuk energi baru terbarukan seharusnya diberikan tanpa batas nilai investasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2020, 16:45 WIB
Teknisi mengecek panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap ini bertujuan menghemat pemakaian listrik konvensional sekaligus menjadi energi cadangan saat listrik padam. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta agar setiap pembangunan pembangkit yang menggunakan energi baru dan terbarukan mendapat insentif. Hal ini agar meningkatkan keekonomian dari energi terbarukan. Untuk diketahui, DPR saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan.

"Penyediaan insentif yang dapat meningkatkan keekonomian energi terbarukan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup, Halim Kalla dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII, Jakarta, Senin (21/9/2020).

Halim meminta anggota dewan membuat aturan yang menyediakan insentif dalam jangka waktu tertentu. Tax holiday dan tax allowance khusus untuk energi baru terbarukan tanpa batas nilai investasi. Dalam hal ini dia menginginkan setidaknya dalam jangka waktu 10 tahun.

"Waktunya lebih dari 10 tahun dan bunganya masih wajar, pengembalian investasi ini dapat ditentukan harga sebagai penutup operasional cost," kata Halim.

Dengan begitu, kata Halim, para investor akan tertarik karena pemerintah memberikan insentif dalam jangka waktu yang panjang. Sebab jika hanya diberikan dalam waktu 5 tahun belum begitu terasa manfaatnya.

"Pemberian tax holiday dan tax allowance hanya lima tahun, padahal lima tahun pertama setelah operasi, proyek masih cash flow," kata Halim.

Harga energi baru terbarukan untuk pembangkitan harus ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian dengan mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya lokasi, ketersediaan infrastruktur, kapasitas terpasang, dan jenis teknologi.

Termasuk juga tingkat pengembalian yang wajar, Sehingga perlu disusun tata cara perhitungan harga energi yang baku.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Negara Lain

Teknisi melakukan perawatan panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap yang dibangun sejak 8 bulan lalu ini mampu menampung daya hingga 20.000 watt. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Halim menyebut, beberapa negara lain sudah memberikan insentif besar bagi pelaku usaha energi terbarukan. Tak hanya itu banyak pihak yang juga ingin memberikan bantuan pembiayaan kepada energi terbarukan di Indonesia.

Hanya saja bantuan pendanaan itu harus melalui lembaga yang bisa menampung dan mengelolanya. Lembaga tersebutlah yang nantinya akan mengelola penyaluran pembiayaan ke para investor asing dan investor lokal.

"Mereka mencari lembaga yang menampung dana tersebut dan membagi dana tersebut ke investor lokal atau internasional dan ini biasanya bunganya rendah," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya