Bupati Morotai Usul Permendag Terkait Tol Laut Direvisi, Kenapa?

Kabupaten Pulau Morotai menjadi salah satu daerah yang berhasil memanfaatkan program tol laut.

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Sep 2020, 17:45 WIB
Petugas bersiaga sebelum keberangkatan KM Caraka Jaya Niaga III-4 yang digunakan sebagai kapal tol laut logistik Natuna di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (25/10). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Bupati Pulau Morotai, Maluku Utara, Benny Laos mengusulkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 54 Tahun 2020, terutama yang berkaitan dengan tol laut, direvisi.

Benny menilai, regulasi yang mengatur jenis barang yang bisa diangkut oleh tol laut membuat pembangunan di daerahnya berjalan lambat dan memakan biaya yang lebih tinggi.

"Kami usul Permendag 54/2020 jangan atur barang yang dimuat tapi tolong atur barang yang dilarang saja sehingga kami di wilayah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal) leluasa kirim barang," ujar Benny dalam tayangan virtual, Senin (21/9/2020).

Benny bilang, masih ada aturan yang membatasi penggabungan barang yang bisa diangkut kapal tol laut, sehingga meskipun tonase barang sudah mencukupi, tapi ketika kontainer masih punya sisa ruang kosong yang bisa diisi barang kecil, hal itu tidak bisa dimanfaatkan. Hal ini berdampak pada efisiensi pengangkutan.

Sebagian barang boleh diangkut, sebagian lagi tidak bisa terkirim, sehingga terpaksa harus melalui jalur lain yang lebih jauh agar tetap sampai tujuan. Imbasnya, biaya logistik malah jadi lebih mahal.

"Contoh, kalau kirim genset tidak bisa kirim kabel. Kalau kirim besi, tidak bisa kirim kawat. Ada barang yg murah tapi ada item yang mahal harus dibiayai sampai Rp 50 juta untuk satu kontainer karena (pengirimannya) melalui Ternate, menyebrang ke Tobelo dan balik lagi ke Ternate," tandas Benny.

Kemudian, tol laut dinilai baru menguntungkan pengusaha besar sana. Dengan adanya batasan penggabungan barang di kapal, maka pengusaha kecil yang hanya mampu menjual sedikit barang tidak bisa memanfaatkannya dengan maksimal, apalagi mendapatkan subsidinya.

Oleh karenanya, Benny juga mengusulkan agar pemberian subsidi tol laut dihitung berdasarkan kubikasi.

"Nantinya, masalah subsidi dan non-subsidi, tinggal diatur saja sehingga sistemnya tonase atau kubikasi, bukan kontainer, sehingga pemodal kecil yang cuma bisa beli 1-2 kubik bisa ikut tol laut juga," ujarnya.

Kabupaten Pulau Morotai sendiri menjadi salah satu daerah yang berhasil memanfaatkan program tol laut. Selama 3 tahun dari 2017, angkutan tol laut ke dan dari Morotai berjalan dengan baik.

Muatan baliknya juga selalu terisi. Benny bilang, kehadiran tol laut benar-benar terasa sebagai jembatan penghubung antar pulau, mengingat Morotai minim lalu lalang kapal dan arus barang dari transportasi laut.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Jurus Kemenhub Optimalkan Muatan Balik Tol Laut yang Masih Rendah

Budi Karya Sumadi bersama rombongan saat diatas KM Caraka Jaya Niaga III-4 yang digunakan sebagai kapal tol laut logistik Natuna di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (25/10). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mengembangkan efisiensi dan efektivitas program tol laut demi meratakan disparitas harga bahan pokok di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di Indonesia Timur.

Kendati, pelaksanaan tol laut diakui masih memiliki kelemahan di tingkat muatan angkutan balik yang masih rendah. Ketika kapal tol laut berangkat ke suatu daerah, diharapkan komoditas unggulan wilayah tersebut ikut terangkut saat kapal kembali ke wilayah asal.

 

Nantinya, komoditas tersebut dapat diperdagangkan di wilayah asal sehingga ekonomi wilayah tujuan tadi bisa lebih baik.

"Bagaimana muatan balik ini kita tingkatkan secara sistemik, bagaimana daerah tujuan kapal tol laut bisa meng-create muatan dari situ untuk balik ke daerah asal, ini tantangan kita," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H. Purnomo dalam paparan secara virtual, Senin (21/9/2020).

Untuk itu, Kemenhub telah menyiapkan strategi peningkatan muatan balik tersebut, diantaranya dengan memanfaatkan program integrasi Rumah Kita dan Gerai Maritim.

Rumah Kita merupakan sentra logistik yang membantu distribusi barang-barang pokok agar tidak terjadi disparitas harga antara wilayah Indonesia barat dan timur.

Adapun penanggungjawab Rumah Kita adalah BUMN di bidang transportasi laut seperti PT Pelindo I untuk wilayah Nias dan Mentawai, PT Pelindo II (Natuna dan Tahuna), PT Pelindo III (Dompu, Waingapu, Rote dan Kalabahi), PT Pelindo IV (Nabire, Tobelo, Sebatik, Tidore dan Sangatta/Lhoktuan), PT Pelni (Morotai, Saumlaki, Manokwari dan Timika) hingga PT ASDP (Merauke, Namlea). Jumlahnya sendiri terus mengalami perubahan dan peningkatan.

Sementara Gerai Maritim merupakan program integrasi bersama Kementerian Perdagangan yang fungsinya juga hampir mirip seperti Rumah Kita, yaitu untuk meningkatkan kelancaran arus barang, peningkatan perdagangan antar pulau dan menjaga ketersediaan barang.

"Harapannya ini akan mentrigger supaya distribusi bisa berjalan dengan baik namun kolektivitas dari muatan balik juga terjadi," kata Agus.

Untuk mendukung kelancaran hal ini, tentunya dukungan dan sinergi dari seluruh Kementerian/Lembaga harus diperkuat, karena selain harga bahan pokok yang sama rata, keberhasilan tol juga akan memajukan ekonomi daerah.

"Kami menyediakan jalur untuk mengangkut komoditas barang pokok penting dari daerah asal ke tujuan. Marilah kita manfaatkan hal ini untuk meningkatkan ekonomi di daerah," tandas Agus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya