Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana membentuk Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Badan tersebut merupakan salah satu terobosan baru pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dengan tujuan menyerap lebih banyak investasi dari luar negeri ke Indonesia.
Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN Robertus Bilatea mengatakan, pendirian Lembaga Pengelola Investasi ini didasari oleh kebutuhan Indonesia terhadap pendanaan infrastruktur. Di mana saat ini, tidak hanyak pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah baik melalui bank pembangunan, pasar modal atau BUMN.
Advertisement
"Secara faktual kita mengalami kesulitan pendanaan infrastruktur yang cukup signifikan jumlahnya, untuk jalan tol, bandar udara dan sebagainya. Kalau kita perhatikan dari sisi perbankan kita tidak punya bank pembangunan, yang ada kita mempunyai komersial bank yang mengumpulkan dana masyatakat kemudian menempatkannya di investasi jangka pendek," ujar Robertus, Jakarta, Senin (21/9/2020).
Robertus mengatakan, untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah memang memiliki pilihan memanfaatkan dana lewat pasar modal. Namun pasar modal Indonesia belum mencukupi kebutuhan pembangunan yang kian meningkat.
"Kalau pun kita punya pasar modal, size pasar modal kita saat ini belum memenuhi ekspektasi kita bersama meskipun di pasar modal makin diperkaya dengan instrumen baru semacam reksadana penempatan terbatas dan instrumen-instrumen lainnya tapi ini kelihatannya belum mencukupi," paparnya.
Selanjutnya, jika pemerintah mengandalkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka keuangan negara sudah pasti tergerus. Sebab, saat ini banyak kebutuhan uang harus didanai oleh APBN sementara BUMN memiliki modal yang terbatas.
"Kalau dari sisi APBN kita, masih juga mengalami challenging karena kebutuhan pemerintah dalam pengelolaan APBN sehingga pengelolaan infrastruktur atau proyek besar yang menggunakan APBN tentunya kelihatannya tidak dapat kita ekspektasi jauh lebih signifikan," tandasnya.
Anggun P. Situmorang
Merdeka.com
RUU Cipta Kerja Bakal Selamatkan Ratusan Triliun Investasi yang Mangkrak
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, menyebut Rancangan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja merupakan jalan yang tepat dalam mempermudah jalannya investasi dan menyelesaikan investasi besar yang mangkrak di Indonesia.
“Ketika saya masuk menjadi Kepala BKPM ada investasi mangkrak sekitar Rp 708 triliun, dari Rp 708 triliun tersebut telah tereksekusi kurang lebih sekitar Rp 410 triliunan atau 58 persen. Nah investasi-investasi besar ini adalah investasi mangkrak yang memang kami akui investasi di Indonesia itu mendapatkan kendala tiga hal, pertama tumpang tindihnya regulasi, tingginya arogansi birokrasi di antara Kementerian dan lembaga, dan persoalan tanah,” kata Bahlil dalam HSBC Economic Forum, Rabu (16/9/2020).
Menurutnya, hal-hal tersebut dapat diselesaikan dengan suatu langkah-langkah yang komprehensif yakni dengan menerbitkan undang-undang omnibus law. Di mana undang-undang omnibus law adalah instrumen bagaimana bisa mempercepat ruang-ruang yang selama ini menjadi lambat.
“Contoh arogansi birokrasi yang begitu kental soal tanah yang tidak ada kepastian, kemudian izin di daerah yang mungkin begitu lambat, dengan undang-undang ini saya meyakini bahwa ini betul-betul mampu meningkatkan tingkat kemudahan berusaha kita,” katanya.
Lanjutnya, undang-undang ini mampu menjamin terjadinya demokrasi ekonomi. Sehingga ruang untuk berkolaborasi antara pengusaha besar, pengusaha menengah, dan UMKM, lalu antara pengusaha investor asing dengan investor dalam negeri.
Kata Bahlil, kompetisi bagi pihaknya sangat penting tapi jauh lebih penting adalah kolaborasi. Ia pun meyakinin ke depannya Indonesia akan mempunyai peran yang strategis dan sangat penting dalam hal membangun investasi yang lebih baik.
“Insyaallah akan dibutuhkan para investor sebab Indonesia mempunyai kekayaan yang sangat luar biasa, tinggal kita pacu birokrasi kita yang harus bagus regulasi kita yang harus ramah investasi,” pungkasnya.
Advertisement