Lembaga Pengelola Investasi Bakal Buka 22 Ribu Lapangan Kerja

Pemerintah berencana membentuk Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF)

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2020, 18:51 WIB
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi berencana membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk menarik lebih banyak investasi masuk ke dalam negeri. LPI nantinya ditargetkan mampu menyediakan ribuan lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia.

Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN, Adityo mengatakan, tujuan utama pembentukan LPI adalah untuk menciptakan lapangan kerja. Berdasarkan riset internal, setiap kenaikan satu persen investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,3 persen.

"Kami berangkat dari sini, tujuan kami adalah penciptaan lapangan kerja, berdasarkan riset kami setiap kenaikan investasi 1 persen dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,3 persen. Kenaian ekonomi 0,3 persen maka penciptaan lapangan kerja 0,16 persen jika ditransaksikan itu 75 ribu tenaga kerja," ujar Adityo saat rapat dengan Baleg, Jakarta, Senin (21/9).

Adityo melanjutkan, apabila nantinya LPI berhasil menarik semakin banyak investasi maka akan semakin banyak pula tenaga kerja yang bisa diserap. "Jika berhasil menarik investasi baru misalnya senilai USD 2 miliar di Kuartal III-2020, akan dapat menyerap 22 ribu tenaga kerja, ini memang suatu hal yang krusial terutama disaat pandemi Covid," paparnya.

Faktor keuntungan lain yang dapat diperoleh negara dengan adanya Lembaga Pengelola Investasi, kata Adityo adala, ketergantungan terhadap utang bisa ditekan. Sebab, tidak bisa dipungkiri pembangunan infrastruktur serta kebutuhan negara lainnya membuat rasio utang terhadap PDB terus naik.

"Lalu kami melihat dari dalam negeri di mana untuk pembiyaan pembangunan infrastruktur semakin challenging terutama rasio utang terhadap PDB semakin tinggi maka sumber pembiayaan utang kita pun semakin terbatas," katanya.

"Kedua sumber pembiayaan dari BUMN disini kami melihat BUMN yang bergerak di infrastructure seperti jalan tol, perkeretaapian, LRT, kereta cepat Jakarta bandung memang sudah tidak memungkinkan lagi kita kembangkan dengan menambah utang," tandasnya.

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com


Pemerintah Bakal Bentuk Lembaga Pengelola Investasi, Apa Itu

Gedung bertingkat mendominasi kawasan ibu kota Jakarta pada Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah berencana membentuk Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Badan tersebut merupakan salah satu terobosan baru pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dengan tujuan menyerap lebih banyak investasi dari luar negeri ke Indonesia.

Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN Robertus Bilatea mengatakan, pendirian Lembaga Pengelola Investasi ini didasari oleh kebutuhan Indonesia terhadap pendanaan infrastruktur. Di mana saat ini, tidak hanyak pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah baik melalui bank pembangunan, pasar modal atau BUMN.

"Secara faktual kita mengalami kesulitan pendanaan infrastruktur yang cukup signifikan jumlahnya, untuk jalan tol, bandar udara dan sebagainya. Kalau kita perhatikan dari sisi perbankan kita tidak punya bank pembangunan, yang ada kita mempunyai komersial bank yang mengumpulkan dana masyatakat kemudian menempatkannya di investasi jangka pendek," ujar Robertus, Jakarta, Senin (21/9/2020).

Robertus mengatakan, untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah memang memiliki pilihan memanfaatkan dana lewat pasar modal. Namun pasar modal Indonesia belum mencukupi kebutuhan pembangunan yang kian meningkat.

"Kalau pun kita punya pasar modal, size pasar modal kita saat ini belum memenuhi ekspektasi kita bersama meskipun di pasar modal makin diperkaya dengan instrumen baru semacam reksadana penempatan terbatas dan instrumen-instrumen lainnya tapi ini kelihatannya belum mencukupi," paparnya.

Selanjutnya, jika pemerintah mengandalkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka keuangan negara sudah pasti tergerus. Sebab, saat ini banyak kebutuhan uang harus didanai oleh APBN sementara BUMN memiliki modal yang terbatas.

"Kalau dari sisi APBN kita, masih juga mengalami challenging karena kebutuhan pemerintah dalam pengelolaan APBN sehingga pengelolaan infrastruktur atau proyek besar yang menggunakan APBN tentunya kelihatannya tidak dapat kita ekspektasi jauh lebih signifikan," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya