Pembiayaan SMI ke Sektor Energi Terbarukan Masih Kecil

Total komitmen pembiayaan yang diberikan EBT ke energi baru terbarukan lebih dari Rp 2 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2020, 20:15 WIB
Suasana pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3/2016). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi baru terbarukan yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Edwin Syahruzad mengakui pendanaan SMI untuk energi baru terbarukan (EBT) masih kecil. Namun, pembiayaan dari SMI kepada sektor energi hampir untuk proyek EBT.

"Porsi kami memang kecil ke EBT, namun demikian tapi hampir mencakup EBT dari biomassa, mini hidro, panas bumi dan pembangkit tenaga angin di Sulawesi Selatan," kata Edwin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR-RI , Jakarta, Senin (21/9/2020).

SMI telah berkomitmen dalam pengembanga energi terbarukan melalui pembiayaan terhadap 11 proyek. Total proyek tersebut menghasilkan daya berkapasitas lebih dari 475 megawatt pada tahun 2019.

Adapun total komitmen pembiayaan yang diberikan lebih dari Rp 2 triliun. Mobilisasi pembiayaan dilakukan dalam rangka berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim.

"Ini untuk memobilisasi buat memitigasi perubahan iklim," kata dia.

Edwin juga melaporkan pihaknya telah menerbitkan obligasi hijau untuk menggerakkan dana. Sejatinya obligasi tersebut memang untuk aktivitas yang sifatnya pengembangan energi baru terbarukan.

Dukungan Pemerintah dan SMI pada sektor bumi khususnya pada tahapan eksplotasi. Berbagi dukungan ini tentunya bisa dalam bentuk pinjaman langsung di PLTP Dieng dengan kapasitas 10 megawatt. Kemudian pada proyek penugasan Waesano di Manggarai Barat dengan potensi 30 megawatt dalam pengeboran eksplorasi oleh Pemerintah.

Lalu, mitigasi risiko sumber panas atau pengeboran oleh BUMN dengan memberikan fasilitas pinjaman dengan porsi de-risking untuk SOE. Terakhir mitigasi risiko sumber panas pengeboran swasta dengan fasilitas pinjaman dengan porsi de-risking dari donor.

Dalam regulasi terhadap energi terbarukan, kata Edwin, diperlukan pembagian risiko yang optimal. Prinsipnya, setiap resiko harus dialokasikan kepada pihak yang tepat untuk mengelola. Tak ketinggalan diperlukan juga regulasi yang kondusif untuk mendorong investasi.

Beberapa hal yang perlu jadi perhatian dalam pembiayaan antara lain, kekuatan atau kapasitas sponsor proyek. Kapabilitas dan rekam jejak EPC. Cashflow yang stabil dari proyek. Struktur pembiayaan yang tepat dan pihak-pihak yang kompeten.

Untuk itu, dibutuhkan kerjasama erat antar pemerintah dan BUMN atau swasta untuk memenuhi target 23 persen EBT pada tahun 2025. Termasuk dengan berbagai lembaga bilateral atau multilateral dalam percepatan pembangunan berkelanjutan.

Dukungan dalam bentuk perkuatan dalam aspek penyiapan proyek EBT. Dalam hal ini aspek penurunan risiko investasi untuk meningkatkan kelayakan proyek energi baru terbarukan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Saksikan video pilihan berikut ini:


Pengusaha Usul Insentif Pajak 10 Tahun untuk EBT

Pekerja menyelesaikan pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi baru terbarukan yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi Terbarukan (EBT) dan Lingkungan Hidup, Halim Kalla mengusulkan bahwa insentif pajak (tax holiday dan tax allowance) setidaknya dalam jangka waktu panjang minimal 10 tahun.

“Insentif yang disediakan jika ingin menarik minat investor energi baru terbarukan disediakan jangka waktu panjang tertentu, agar dapat menyentuh keekonomian energi,” kata Halim dalam RDPU di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (21/9/2020).

 

Selain itu Kadin juga mengusulkan dalam RUU EBT, harga energi baru terbarukan harus ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian dengan mempertimbangkan lokasi, ketersediaan infrastruktur, kapasitas terpasang, dan jenis teknologi.

Dengan begitu akan ada penyesuaian tingkat pengembalian yang wajar. Selain itu, untuk mempertegas tujuan pemerintah dalam keseriusan mengejar target, Kadin mengusulkan agar dibentuk Badan Pengelolaan Energi Terbarukan (BPET) dalam rangka mempercepat transisi menuju energi berkelanjutan.

“Pemberian tax holiday dan tax allowance hanya lima tahun, padahal lima tahun pertama setelah operasi, proyek masih cash flow,” katanya.

Terkait dengan modal, perbankan nasional juga tidak memberikan perhatian khusus untuk pembiayaan energi terbarukan.

Sementara itu, sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat mengatakan Pemerintah menyediakan berbagai insentif di bidang fiskal, seperti tax allowance, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta bea masuk impor.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya