Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian terus mendorong para petani untuk dapat menggenjot produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan. Hal ini sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo supaya hasil perkebunan memiliki kualitas yang bernilai tambah dan berdaya saing di pasar dunia.
Tak dapat dipungkiri pandemik Covid-19 yang menyerang negeri ini melumpuhkan segala sektor kegiatan masyarakat. Keadaan yang terjadi seakan membatasi ruang gerak baik individu maupun kalangan organisasi demi meminimalisir rantai penyebaran virus ini.
Advertisement
Namun hal tersebut tak mematahkan semangat para petani, tidak terkecuali pekebun kita di lapangan yang tergabung dalam Regu Pengendalian OPT (RPO). RPO yang dibentuk dari kelompok tani atau gabungan kelompok tani tetap secara aktif dan dinamis bergerak melaksanakan kegiatan pengendalian OPT di lapangan, dengan selalu memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan kegiatan, RPO berkoordinasi dengan Brigade Proteksi Tanaman (BPT) yang berada di UPTD Perlindungan Perkebunan di masing-masing Provinsi, dan BPT UPT Pusat dilakukan secara daring.
Sebut saja RPO Gotong Royong dari Provinsi Gorontalo yang digawangi oleh Slamet. RPO yang terbentuk 2 tahun silam ini telah mampu menghasilkan rupiah dari jasa pengendalian OPT yang diberikannya kepada warga sekitar.
“Di tengah pandemi ini, kami tetap gerak. Lha wong bukan hanya kita yang mau sehat tho, kakao ne juga kudu sehat, jadi OPT ne harus dibasmi, kalo dibiarin aja kakaonya mati kita malah jadi pusing malah jadi ga sehat kabeh,” ujar Slamet saat dihubungi via media daring oleh tim Brigade Proteksi Tanaman (BPT) Pusat bulan Agustus lalu.
Antisipasi Hama Penggerek Buah Kakao
Menurut Pak Gusti, Tim Pendamping Petani Kakao, OPT yang banyak menyerang kakao di lahan sekitar yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK).
“Jika tidak dikendalikan, larva PBK mampu menyebabkan biji buah kakao saling lengket sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi buah menurun hingga 70%. Kita lakukan sarungisasi biar ulatnya ga bisa masuk ke buah, kita aja disuruh pake masker, kakaonya jadinya maskeran juga,” katanya.
Metode sarungisasi ini dilakukan saat buah masih sangat muda, pentil berukuran kurang lebih 8 cm. Dengan berbekal peralatan sederhana yang terdiri dari karet gelang, pipa paralon, dan plastik, metode sarungisasi ini dapat mencegah imago PBK meletakkan telur pada kulit buah kakao sehingga larva tidak akan mengerek ke dalam buah. Kedua ujung plastik dilubangi agar udara dapat bertukar dan tidak lembab. Metode ini juga merupakan salah satu komponen PHT yang cenderung ramah lingkungan karena tidak menimbulkan residu kimiawi, resurgensi dan resistensi hama, serta sangat mudah dilakukan. Pemakaian plastik dapat berulang pada musim buah selanjutnya.
Usaha tidak akan mengkhianati hasil, buah kakao sebanyak lebih dari 1 ton/ha dapat dipanen dengan sukacita oleh Slamet beserta regunya. Harga kakao juga cenderung selalu bersahabat di angka Rp. 38.000,00 untuk kakao fermentasi, dan Rp. 20.000,00 untuk kakao non fermentasi.
Semangat RPO Gotong Royong ini patut diapresiasi karena dengan semangat bergotong royong mampu tetap menjaga kesehatan diri dan tanaman kakaonya.
Di akhir obrolan daringnya, Slamet mengatakan agar kerjasama dengan pihak pemerintah ini terus berjalan dan ditingkatkan dalam membangun kemandirian petani.
(*)
Advertisement