Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengingatkan seluruh pejabat publik agar berhati-hati dalam mengkomunikasikan suatu kebijakan.
Sebab, jika komunikasi itu tidak disampaikan baik dan tepat maka akan berimplikasi terhadap ekonomi.
Advertisement
"Ini bisa kita lihat dari pemberlakuan PSBB walaupun Pergub-nya belum. Tetapi ketika terjadi, tetapi karena sudah diumumkan memberikan implikasi terhadap kekhawatiran pelaku pasar modal terhadap Bursa Efek ini," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (22/9).
Imbasnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Rupiah pada saat pengumuman tersebut langsung melemah. IHSG tercatat merosot tajam sebesar 5 persen ke level 4.892,87 atau turun 257,49 poin. Sedangkan Rupiah ditutup melemah 56 poin atau 0,38 persen menjadi Rp14.855 per USD dari sebelumnya Rp14.799 per USD.
"Itu anjlok pada saat pengumuman. Kita lihat memang semua sektor pada tanggal 10 September mengalami penurunan yang cukup tajam kalau kita lihat," kata dia
Oleh karena itu, kejadian kemarin setidaknya bisa menjadi pelajaran ke depan agar komunikasi yang dibangun dalam menyampaikan suatu kebijakan dapat dilakukan dengan baik. Sehingga tidak membuat sentimen negatif terhadap pelaku pasar.
"Tetapi kalau kita lihat ternyata pelajaran yang bisa kita ambil adalah bagaimana kita mengkomunikasikan suatu kebijakan itu dengan baik. Ternyata maksud baik, ketika komunikasinya tidak bagus itu bisa berimplikasi terhadap kegiatan ekonomi," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Siap-Siap Resesi, Sri Mulyani Prediksi Ekonomi Indonesia Kuartal III Minus 2,9 Persen
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 mencapai minus 2,9 hingga minus 1,0 persen. Ini artinya Indonesia siap-siap menuju jurang resesi.
Sementara secara keseluruhan di 2020, Kemenkeu memprediksi pertumbuhan ekonomi akan mencapai minus 1,7 sampai minus 0,6 persen.
“Kementerian Keuangan melakukan revisi forecast pada bulan September ini, yang sebelumnya kita memperkirakan untuk tahun ini adalah minus 1,1 hingga positif 0,2 persen. Forkes terbaru kita pada bulan September tahun 2020 adalah pada kisaran minus 1,7 hingga minus 0,6,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN Kita, Rabu (23/9/2020).
Sementara perkiraan berbagai institusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum banyak mengalami revisi. Dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 diprediksi minus.
“Kalau kita lihat berbagai institusi yang melakukan forkes terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum ada update, namun kira-kira mereka rata-rata sekarang memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun 2020 semuanya pada zona negatif kecuali bank dunia yang masih pada posisi nol,” kata Menkeu.
Rinciannya, OECD memperkirakan -3,3 persen. Ini lebih baik dari yang tadinya diperkirakan OECD antara 3,93 hingga minus 2,8 persen (yoy). ADB memperkirakan Indonesia mengalami kontraksi 1 persen (yoy), Bloomberg - 1 persen (yoy), IMF di - 0,3 persen (yoy), dan Bank Dunia 0 persen (yoy).
“Ini artinya negatif teritori kemungkinan akan terjadi pada Kuartal ke-3. Dan mungkin juga masih akan berlangsung untuk kuartal ke-4 yang kita upayakan untuk bisa mendekati nol atau positif,” tutur Menkeu.
Sementara untuk tahun 2021, pemerintah tetap menggunakan perkiraan sesuai dengan yang dibahas dalam RUU APBN 2021, yaitu antara 4,5 hingga 5,5 persen (yoy) dengan forecast titiknya 5,0 persen (yoy).
OECD tahun depan memperkirakan Indonesia tumbuh di 5,3 persen, ADB juga pada kisaran 5,3 persen, Bloomberg median di 5,4 persen, IMF 6,1 persen, dan World Bank di 4,8 persen.
“Semua forecast ini semuanya subject to, atau sangat tergantung kepada bagaimana perkembangan kasus covid-19 dan bagaimana ini akan mempengaruhi aktivitas ekonomi,” pungkas Menkeu.
Advertisement