Pilkada Serentak 2020 Tetap Lanjut, Ganjar Beri 3 Usulan Penting ke KPU dan Bawaslu

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta penyelenggara pemilu harus berani mengeluarkan aturan tegas terkait pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi.

oleh Gilar Ramdhani pada 22 Sep 2020, 15:31 WIB
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.

Liputan6.com, Semarang Pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dan penurunan kasus, tak membuat pemerintah menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Juru Bicara Kepresidenan, Fadjroel Rachman mengatakan pemerintah memutuskan Pilkada Serentak 2020 tetap digelar pada 9 Desember mendatang dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Merespon keputusan pemerintah pusat, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan dengan berlanjutnya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 maka ada pekerjaan rumah yang sangat besar yang harus diselesaikan. Menurutnya, Pemerintah Daerah (Pemda), KPU, Bawaslu dan TNI/Polri harus melakukan tindakan ekstra besar untuk menegakkan protokol kesehatan yang sangat ketat.

"Saya ngikuti di media, katanya akan tetap dilanjutkan. Kalau opsinya itu, maka semuanya harus siap. Ini nggak main-main, protokol kesehatan harus disiapkan secara ketat untuk mengamankan," kata Ganjar pada Selasa (22/9) Siang.

Menyikapi hal tersebut, Ganjar meminta penyelenggara pemilu harus berani mengeluarkan aturan tegas terkait pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi. Setidaknya terdapat 3 masukan penting untuk KPU dan Bawaslu.

Usul Tahapan Pilkada Secara Virtual

Dengan dilanjutkannya proses Pilkada di tengah pandemi, Ganjar meminta semua tahapan Pilkada harus divirtualkan, misalnya penentuan nomor urut, debat kandidat dan tahapan lainnya.

"Tidak boleh ada pertemuan yang bisa menimbulkan kerumunan massa. Kalau ada (pertemuan) itu, izinkan kami di daerah untuk melarang," tegasnya.

Para elite politik yang bersaing dalam kontestasi politik juga diminta memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat. Mereka diminta melakukan lomba ide, gagasan secara virtual agar tidak menimbulkan kerumunan.

Segala macam kegiatan dengan pengumpulan massa, menurutnya sudah tidak masuk akal dilakukan. Entah konser musik, hiburan dan pertemuan massal seperti tahun-tahun sebelumnya, menurut Ganjar tidak boleh lagi dilakukan. 

"Para calon bertarung saja di media sosial masing-masing, dengan kreativitas dan program yang menarik. Misalnya kalau ingin ketemu calon tertentu, ngobrol, maka ikuti channel ini. Kan menarik. Tulis saja di banyak tempat dengan gambar besar, ini calonnya, ini medsosnya dan ikuti obrolan setiap hari," tuturnya.

Program podcast, live streaming youtube dan penyampaian data-data bisa dilakukan dengan  media sosial masing-masing. Bahkan dengan program itu, ide dan gagasan para kandidat bisa langsung diperdebatkan secara terbuka oleh masyarakat.

"KPU Bawaslu harus mempersiapkan itu, agar semuanya berjalan dengan aman," ucapnya.

 


Usul Sanksi Tegas Pembatalan Paslon

KPU dan Bawaslu lanjut Ganjar juga harus berani memberikan sanksi bagi kontestan yang melanggar protokol kesehatan selama proses Pilkada berlangsung. Bahkan dirinya mengusulkan, jika pelanggaran berulang dan membahayakan, maka KPU Bawaslu tidak segan untuk melakukan pembatalan pasangan calon.

"Kalau memang membahayakan dan berulang-ulang, mungkin pembatalan pasangan calon juga menarik untuk dipertimbangkan. Sehingga kita benar-benar serius, kan hukuman itu harus ada efek jeranya," ucapnya. 

 


Usul Pilkada Tak Digelar di Zona Merah

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 menjadi perdebatan publik. Sejumlah pihak meminta pelaksanaan ditunda karena dinilai membahayakan karena kondisi darurat Covid-19, sementara pihak lain meminta tetap dilanjutkan demi melindungi hak konstitusi masyarakat.

Sebenarnya lanjut Ganjar, ada banyak skenario yang dapat dipilih dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Kalau umpama tetap lanjut, maka pelaksanaanya harus ketat dan tidak boleh abai. Namun jika ditunda, maka permasalahan itu akan selesai.

"Atau bisa juga selektif, di daerah zona merah tidak boleh, di zona hijau tetap dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, tidak boleh ada pertemuan dan virtual. Kalau tidak, ya sama saja," pungkasnya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya