Liputan6.com, Jakarta - Direktur Usaha Mikro PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Supari membeberkan alasan masih banyak pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) yang tak mendapat bantuan dari pemerintah. Salah satunya karena kurangnya kelengkapan data yang dimiliki pelaku usaha.
"Data itu jadi penting, BRI, Himbara dan KL terkait itu membahas data terus. Untuk masyarakat penting untuk NIK itu 1 saja, KTP elektronik," ujar Supari dalam diskusi online, Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Advertisement
Tidak hanya kelengkapan dokumen seperti KTP Elektronik, tetapi juga kepemilikan nomor telepon. Semakin sering berganti nomor telepon maka semakin kecil UMKM kemungkinan bisa mendapat bantuan modal dari pemerintah.
"Tentunya teman-teman masyarakat yang sudah punya HP jangan ganti-ganti supaya kalau ada program-program pemerintah bisa cepat dikasih tahu," katanya.
Staf Khusus Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Riza Damanik mengatakan, populasi UMKM di Indonesia sangat besar bahkan mencapai 63 juta. Jumlah tersebut apabila semua mengenal akses bank maka tidak menutup kemungkinan UMKM Indonesia bisa berkembang lebih baik.
"Dari 99 persen UMKM di Indonesia, 98 persen itu usaha mikro itu sehingga angkanya 63 juta. Kalau ini terdata dengan rapih, lalu masuk ke bankable, punya literasi tentang pembiayaan dan akses pasar yang memadai dan bisa masuk, diharapkan masuk ekonomi digital, maka UMKM ini akan lebih baik," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
RUU Ciptaker: UMKM Dapat Keringanan Biaya Untuk Mendirikan Perseroan
Sebelumnya, Pemerintah bersama Badan Legislasi DPR RI (Baleg) yang tergabung dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja melanjutkan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Ciptaker Bab IX tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Pembahasan tersebut turut menyinggung perubahan status Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi perseroan. Hal ini dinilai akan meningkatkan level UMKM sehingga dapat bersaing lebih baik dan turut meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia.
Dalam proses perubahan status tersebut, disebutkan UMKM akan mendapat keringanan biaya pendaftaran.
Sebelumnya, pada DIM 6334 Pasal 153J ayat (1) RUU Ciptaker tertulis bahwa perseroan untuk UMKM akan dibebaskan dari segala biaya pendirian badan hukum. Hal ini secara spesifik akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
"Cuma, apa benar bebas semua? Atau ada biayanya? Kemarin kan ada PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) biaya daftarnya Rp 50 ribu. Karena kalau normanya begini berarti Bapak tidak bisa pungut sama sekali," ujar Ketua Baleg Supratman saat memimpin rapat, dikutip dari akun YouTube Suara Parlemen Channel, Minggu (20/9/2020).
Menanggapi hal tersebut, tim pemerintah akhirnya menyampaikan usulan revisi bahwa pendirian perseroan bagi UMKM akan tetap dikenakan biaya Rp 50 ribu sesuai dengan UU PNBP.
"Untuk biaya izin mohon direvisi karena tetap harus ada biaya tapi nanti akan ditetapkan menyesuaikan dengan UU PNBP yang kami usulkan yaitu Rp 50 ribu," ujar tim pemerintah.
Sebagai kesimpulan, Supratman mengusulkan norma direvisi bahwa pendirian perseroan bagi UMKM tidak dibebaskan biaya sepenuhnya melainkan diberi keringanan.
"Jadi 'pembebasan' diganti 'keringanan' ya. Mudah-mudahan, yang tadi itu sudah ada kepastian, nanti dalam PPnya itu Rp 50 ribu saja," ujarnya.
Advertisement