Liputan6.com, Jakarta Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) melaporkan data seputar aliran dana yang disebut mencurigakan yang keluar masuk melalui perbankan besar di dunia, termasuk Indonesia.
Khusus di dalam negeri disebutkan sebanyak 19 bank memiliki aliran dana yang janggal, dengan total nilai mencapai USD 504,65 juta atau sekitar Rp 7,41 triliun.
Advertisement
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae pun angkat suara merespons hal ini. Dia mengingatkan, jika informasi yang beredar tidak berasal dari sumber data yang resmi.
“Informasi yang beredar, yang diperoleh dari International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) tidak berasal dari sumber yang resmi, dalam hal ini FinCEN sebagai mitra FIU (Financial Intelligence Unit) daripada PPATK,” jelas Dian saat kepada Liputan6.com, Selasa (22/9/2020).
Meski begitu, Dian mengaku akan menggunakan segala informasi yang ada untuk menentukan langkah-langkah lanjutan. Namun dia menegaskan ada informasi yang tidak bisa dikonfirmasikan kepada publik secara terang-terangan.
“Walaupun demikian, PPATK akan menggunakan segala informasi yang berasal dari mana saja sebagai input di dalam melakukan analisis dan pemeriksaan. Kami tidak dapat melakukan konfirmasi terhadap info seperti ini kepada publik. Tapi kita memastikan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan,” tegasnya.
Dian menambahkan, produk laporan dari PPATK merupakan laporan intelijen yang bersifat rahasia, dan hanya digunakan untuk kepentingan penyelidikan/penyidikan oleh aparat penegak hukum.
Sebelumnya, International Consorsium of Investigative Journalism (ICIJ) mendapati catatan FinCEN File, di mana ada sebanyak 496 transaksi mencurigakan yang mengalir ke dan keluar dari Indonesia, dilakukan 19 bank.
Seluruh transaksi tersebut diproses melalui 4 bank yang berbasis di Amerika Serikat, yakni The Bank of New York Mellon sebanyak 312 transaksi, Deutsche Bank AG (49 transaksi), Standard Chartered Plc (116 transaksi), dan JP Morgan Chase & Co (19 transaksi). Keempat bank tersebut kemudian melaporkan aktivitas mencurigakan kepada FinCEN.
“Kerjasama kita dengan lembaga intelijen keuangan negara lain semakin kita tingkatkan untuk menelusuri transaksi keuangan yang mencurigakan, dan penelusuran aset. Tapi itu semua bersifat sangat rahasia sesuai praktek-praktek intelijen keuangan internasional dan Undang-undang yang berlaku,” pungkas dia.
Saksikan video di bawah ini:
Bank BUMN Masuk Daftar Aliran Janggal FinCen File, Ini Respons Himbara
Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) melaporkan bocoran data seputar aliran dana mencurigakan atau janggal yang keluar masuk melalui perbankan di Indonesia.
Dilaporkan, ada 19 bank besar yang terlibat dalam aksi pemindahan dana ini, termasuk 2 bank BUMN yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso melalui keterangannya, memberikan tanggapan terkait masuknya nama 2 bank BUMN, yakni Bank Mandiri dan BNI dalam laporan FinCEN tersebut.
Menurut Direktur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ini, pelaporan transaksi nasabah bank di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (UU APU PPT).
"Antara lain diatur bahwa penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan yang memenuhi kriteria tertentu. Termasuk transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," jelasnya, Selasa (22/9/2020).
Selanjutnya, Sunarso menyampaikan, berdasarkan UU APU PPT tersebut, ditetapkan bahwa Direksi, Komisaris, Pengurus atau Pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Dilarang memberitahukan dengan cara apa pun, mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK," tegas dia.
Sunarso mengatakan, bank-bank Himbara senantiasa berkomitmen untuk memenuhi kewajiban pelaporan dimaksud kepada regulator, dalam hal ini PPATK sesuai ketentuan yang berlaku.
"Dan memastikan bahwa seluruh transaksi perbankan mengikuti ketentuan otoritas, baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PPATK, serta selaras dengan international best practices dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)," tuturnya.
Advertisement