Liputan6.com, Jakarta - Surat kabar Tiongkok, China Daily, dalam editorialnya mengungkapkan bahwa Tiongkok tidak memiliki alasan untuk menyetujui kesepakatan "kotor dan tidak adil" berdasarkan "penindasan dan pemerasan" yang dialami ByteDance.
Sebelumnya, ByteDance dilaporkan sudah mencapai kesepakatan dengan Oracle dan Wallmart agar TikTok tetap bisa beroperasi di Amerika Serikat (AS).
"Apa yang dilakukan AS terhadap TikTok hampir sama dengan seorang gangster memaksa kesepakatan bisnis, yang tidak masuk akal dan tidak adil terhadap perusahaan yang sah," tulis China Daily dalam editorialnya, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (24/9/2020).
Baca Juga
Advertisement
Ketiga perusahaan tersebut telah mengeluarkan pernyataan bertentangan mengenai persyaratan perjanjian agar TikTok bisa terus beroperasi di AS. Pemerintah AS berencana memblokir aplikasi tersebut dengan alasan keamanan.
ByteDance mengatakan, akan mendirikan anak perusahaan di AS bernama TikTok Global dengan kepemilikan 80 persen.
Sementara Oracle dan Walmart, mengungkapkan kepemilikan mayoritas TikTok Global akan berada di tangan AS, sesuai dengan perintah eksekutif 14 Agustus oleh Presiden AS, Donald Trump. Melalui perintah eksekutif itu, AS mendesak ByteDance melepas kepemilikan TikTok dalam waktu 90 hari.
Isi Editorial
"Keamanan nasional telah menjadi senjata pilihan untuk Washington ketika ingin mengekang munculnya perusahaan-perusahaan dari luar negeri yang bekerja lebih baik daripada mereka di AS," tulis redaksi China Daily dalam editorialnya.
"ByteDance tidak hanya kehilangan kendali atas perusahaan, tapi juga teknologi inti yang telah dibuat dan dimilikinya. Tiongkok tidak punya alasan untuk memberi lampu hijau untuk kesepakatan tersebut," demikian penjelasan pada editorial tersebut.
Advertisement
Prediksi Sikap Pemerintah Tiongkok
Artikel China Daily dilaporkan mengikuti editorial Global Times yang dipublikasikan pada Senin malam. Dalam editorial itu disebutkan bahwa pemerintah Tiongkok tidak mungkin menyetujui kesepakatan kerja sama ByteDance, Oracle, dan Walmart.
Editorial Global Times lain yang diterbitkan pada Selasa malam menyebut kesepakatan tersebut sebagai "pemerasan".
"Tiongkok sebagai negara besar tidak akan menerima pemerasan dari AS. Selain itu juga tidak akan menyerahkan kendali atas perusahaan Tiongkok berteknologi tinggi kepada pemeras," demikan tulisan pada editorial tersebut.
Global Times berada di bawah naungan People's Daily, milik Partai Komunis Tiongkok. Sementara itu, China Daily merupakan surat kabar harian berbahasa Inggris yang dimiliki oleh Departemen Publisitas Partai Komunis Tiongkok.
(Din/Why)