Indonesia Bersiap Resesi Ekonomi, Pengamat Minta Pemerintah Tambah BLT

Bertambahnya angka kemiskinan menjadi kemungkinan terburuk bila resesi melanda Indonesia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 23 Sep 2020, 13:46 WIB
Suasana pemukiman padat penduduk di bantaran kali di Jakarta, Selasa (4/8/2020). Angka kemiskinan naik jadi dampak bila Indonesia resesi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Resesi diprediksi sudah di depan mata menghadang Indonesia. Sinyal sudah disebutkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menyebutkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 3 diperkirakan minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menyebutkan jika bertambahnya kemiskinan menjadi kemungkinan terburuk bila resesi melanda Indonesia.

Dia pun berharap pemerintah tanggap dalam memberikan jaring pengaman sosial. "Jadi segera tambah BLT untuk pengangguran, korban PHK, dan pekerja informal,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (23/9/2020).

Menurut dia, pemerintah perlu mengantisipasi gelombang PHK yang merata di hampir semua sektor. Jika angka pengangguran tidak bisa tertolong dengan jaring pengaman, maka yang ada resiko ke angka kemiskinan yang naik dan ancaman konflik sosial makin tinggi. 

Untuk itu, Bhima menekankan kepada pemerintah untuk kembali melakukan kalkulasi terhadap bantuan atau subsidi yang dikucurkan.

“Nominal BLT pun harus lebih besar dari sebelumnya, idealnya Rp 1,2 juta per orang per bulan selama 3-6 bulan. Bantuan berupa sembako juga bisa difokuskan ke daerah daerah yang padat penduduk seperti Jabodetabek,” jelas dia.

Menilik akar dari krisis atau resesi kali ini, Bhima menyebutkan penanganan wabah covid-19 perlu menjadi fokus utama. Menurutnya, kegiatan ekonomi akan turut bergerak seiring dengan membaiknya penanganan wabah.

“Langkah pemerintah juga penting untuk menjamin pengendalian wabah berjalan optimal dan cepat. Ini kan akar masalahnya karena aktivitas ekonomi macet saat pandemi, maka solusinya adalah tangani masalah kesehatan dengan lebih serius. Semakin cepat pandemi tertangani semakin cepat recovery,” tegas Bhima.

Tonton Video Ini


Siap-Siap Resesi, Sri Mulyani Prediksi Ekonomi Indonesia Kuartal III Minus 2,9 Persen

Suasana pemukiman padat penduduk di bantaran kali di Jakarta, Selasa (4/8/2020). Angka kemiskinan naik jadi dampak bila Indonesia resesi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 mencapai minus 2,9 hingga minus 1,0 persen. Ini artinya Indonesia siap-siap menuju jurang resesi.

Sementara secara keseluruhan di 2020, Kemenkeu memprediksi pertumbuhan ekonomi akan mencapai minus 1,7 sampai minus 0,6 persen.

“Kementerian Keuangan melakukan revisi forecast pada bulan September ini, yang sebelumnya kita memperkirakan untuk tahun ini adalah minus 1,1 hingga positif 0,2 persen. Forkes terbaru kita pada bulan September tahun 2020 adalah pada kisaran minus 1,7 hingga minus 0,6,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN Kita, Rabu (23/9/2020).

Sementara perkiraan berbagai institusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum banyak mengalami revisi. Dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 diprediksi minus.

“Kalau kita lihat berbagai institusi yang melakukan forkes terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum ada update, namun kira-kira mereka rata-rata sekarang memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun 2020 semuanya pada zona negatif kecuali bank dunia yang masih pada posisi nol,” kata Menkeu.

Rinciannya, OECD memperkirakan -3,3 persen. Ini lebih baik dari yang tadinya diperkirakan OECD antara 3,93 hingga minus 2,8 persen (yoy). ADB memperkirakan Indonesia mengalami kontraksi 1 persen (yoy), Bloomberg - 1 persen (yoy), IMF di - 0,3 persen (yoy), dan Bank Dunia 0 persen (yoy).

“Ini artinya negatif teritori kemungkinan akan terjadi pada Kuartal ke-3. Dan mungkin juga masih akan berlangsung untuk kuartal ke-4 yang kita upayakan untuk bisa mendekati nol atau positif,” tutur Menkeu.

Sementara untuk tahun 2021, pemerintah tetap menggunakan perkiraan sesuai dengan yang dibahas dalam RUU APBN 2021, yaitu antara 4,5 hingga 5,5 persen (yoy) dengan forecast titiknya 5,0 persen (yoy).

OECD tahun depan memperkirakan Indonesia tumbuh di 5,3 persen, ADB juga pada kisaran 5,3 persen, Bloomberg median di 5,4 persen, IMF 6,1 persen, dan World Bank di 4,8 persen.

“Semua forecast ini semuanya subject to, atau sangat tergantung kepada bagaimana perkembangan kasus covid-19 dan bagaimana ini akan mempengaruhi aktivitas ekonomi,” pungkas Menkeu.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya