Kepercayaan Masyarakat Dinilai Kunci Indonesia Bangkit dari Resesi

Di Tengah tekanan akibat pandemi Covid-19, pemerintah mengupayakan penanganan yang efektif dan menyeluruh

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 23 Sep 2020, 15:50 WIB
Anak-anak bermain di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Di Tengah tekanan akibat pandemi Covid-19, pemerintah mengupayakan penanganan yang efektif dan menyeluruh. Baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Sebab, kedua hal ini sama pentingnya dan menyangkut hajat hidup masyarakat indonesia.

Pemerintah sebelumnya telah mencanangkan Rp 695 triliun sebagai anggaran untuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN). Dari anggaran tersebut, pemerintah menggulirkan berbagai stimulus, mulai dari bansos, bantuan sektor riil, juga untuk UMKM. Hal ini utamanya adalah untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah melemahnya pendapatan imbas pandemi Covid-19.

Namun, di saat yang bersamaan muncul ketidakpastian dari sisi kesehatan. Sehingga konsumsi masyarakat tidak semata-mata dipengaruhi pendapatan yang menurun, namun juga kondisi pandemi yang belum terlihat kapan akan berakhir.

“Jadi kepercayaan mereka itu belum pulih 100 persen selama masih ada persoalan Covid-19 ini. Ketidakpastian itu, adalah ketidakpastian karena covid sendiri adalah sesuatu yang tidak pasti,” ujar sekretaris Eksekutif I Komite PCPEN, Raden Pardede dalam diskusi virtual Arah Kebijakan Pemerintah : Keseimbangan Antara Kesehatan Dan Ekonomi, Rabu (23/9/2020).

Dengan begitu, pemerintah menyadari pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat saat ini. Raden menjelaskan, jika masyarakat merasa aman dan percaya, maka akan dengan sendirinya roda ekonomi itu berputar.

“Selama (kepercayaan) itu tidak muncul, maka terutama yang kelompok upper income group ini yang punya penghasilan lebih, mereka mengurangi konsumsi mereka, mereka juga mengurangi investasi mereka. Inilah Kenapa kesehatan ini menjadi penting. Jadi tanpa kesehatan itu diatasi, kepercayaan itu tidak akan pernah full atau kembali pulih maka ekonomi pun tidak akan kembali pulih,” jelas dia.

Raden menekankan, pemulihan ekonomi yang sustainable hanya bisa terjadi jika sisi kesehatan sudah teratasi. Sementara untuk stimulus bansos atau semacamnya, Raden menyebutkan sifatnya hanya untuk pertahanan. Bukan untuk pemulihan.

“Bansos tadi itu supaya orang bisa bertahan. Bantuan ke sektor riil terutama UMKM perlu, tapi untuk bertahan. Tapi untuk benar-benar pulih memang kata kuncinya adalah di kesehatan,”

“Jadi itulah hubungan kesehatan kemudian ada rasa aman kepercayaan muncul belanja baru ada pemulihan ekonomi,” pungkas dia.


Corona Bikin Pertumbuhan Ekonomi Sulit Diproyeksi

Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/11/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencapai 5,3%. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pemerintah berulang kali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di 2020. Pada Maret-April lalu, pemerintah memberikan pandangan kepada DPR ekonomi di 2020 bakal berada dikisaran minus 0,4 persen hingga positif 2,3 persen.

Kemudian berdasarkan data hingga Juli dan Agustus pemerintah kembali memperkecil proyeksi pertumbuhan. Di mana, saat ini berada di kisaran minus 1,1 persen hingga 0,2 persen.

Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara mengakui jika Pemerintah tengah kesulitan dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dan 2021 secara solid. Menurut dia, kesulitan diakibatkan oleh kondisi serba tidak pasti selama pandemi Corona berlangsung.

"Ya memang sangat sulit melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang solid. Proyeksi yang solid ini menjadi sulit, di tengah pandemi Covid-19 ini," kata Suahasil dalam webinar bertajuk 'Dualisme Peran UMKM di Tengah Krisis Ekonomi Nasional', Sabtu (19/9).

Hal ini tercatat dari perbedaan data oleh Pemerintah maupun sejumlah lembaga riset internasional atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 dan 2021 mendatang. Dimana Kementerian Keuangan memprediksi tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia antara -0.4 sampai 1.0. Kemudian tahun 2021 tingkat pertumbuhan ekonomi dipatok antara 4.5 sampai 5.5 persen.

Sementara lembaga dana moneter atau IMF meramalkan tingkat ekonomi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini -0,3. Kemudian untuk 2021, angka pertumbuhan ekonomi diprediksi mencapai 6.1 persen.

Lalu, Bank Dunia meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 ialah 0.0 persen. Sedangkan angka pertumbuhan tahun depan sebesar 4.8 persen.

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) sendiri memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini antara -3.9 sampai -2.8 persen. Sementara untuk tahun 2021 angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dipatok antara 2.6 hingga 5,2 persen.

Sedangkan, Bank Pembangunan Asia Atau ADB memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini -1.0 persen. Lalu, untuk tahun depan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini mencapai 5,3 persen.

Terakhir, Bloomberg (median) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencapai 0.5 persen. Kemudian untuk 2021, angka pertumbuhan ekonomi nasional dipatok sebesar 5.5 persen.

"Ini mereflesikan sulitnya membuat proyeksi ke depan. Jadi ibaratnya tuh, mau dibilang bahwa kita lewati dulu tahun ini. Lewati dulu masa sekarang. Karena membuat proyeksi kedepan Itu tidak semudah yang kita pikirkan," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya