Pilkada Tetap Desember 2020, Publik Menunggu Aturan yang Lebih Tegas

Junimart Girsang mengingatkan penyelenggara Pemilu agar melakukan validasi atas surat keterangan hasil tes swab dan rapid karena tidak sedikit yang palsu.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Sep 2020, 16:31 WIB
Dialog interaktif virtual LSM-IBSW bertema Gelaran Pilkada Serentak dengan Protokol Kesehatan Ketat menjalankan Agenda Demokrasi Indonesia, Selasa (22/9/2020).

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pro-kontra pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di saat pandemi, ada penegasan yang mencerahkan bagi publik yakni urgensi dan pengetatan aturan menghindari klaster penyebaran Covid-19. 

Hal itu mengemuka dalam Dialog Interaktif Virtual LSM-IBSW dengan Tema "Gelaran Pilkada Serentak dengan Protokol Kesehatan Ketat menjalankan Agenda Demokrasi Indonesia" di Jakarta, Selasa (22/9/2020) malam.

Chairman Pusat Studi Kebijakan Publik Alternatif/Satelit Azza Q Pasya yang memoderatori dialog ini mampu memantik fungsi pengawasan dari anggota Komisi II DPR RI Junimart Girsang terhadap pelaksanaan Pilkada serentak yang didukungnya.

"Revisi atas Peraturan KPU tinggal finalisasi, harus ada perkiraan atas sanksi bagi pelanggar aturan Pemilu," ujar Junimart Girsang

mengingatkan penyelenggara Pemilu agar melakukan validasi atas surat keterangan hasil tes swab dan rapid karena tidak sedikit yang palsu.

Sementara, Anggota Bawaslu RI Mochammad Afiffudin, selain menyatakan pandangannya bahwa Pilkada harus tetap digelar tahun 2020, menyatakan urgensi mencari jalan keluar atas protokol kesehatan yang terjadi karena kerumunan.

Selaras dengan Bawaslu, narasumber dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salam secara tegas menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini dan meniadakan kerumunan massa.

"KPU harus konkret, bukan hanya membatasi jumlah peserta kampanye 50 orang tapi tetapkan saja kampanye secara daring," tegas Alfitra.

Di samping itu, Alfitra juga meminta KPU dan Bawaslu untuk aktif mensosialisasikan pelaksanaan Pilkada serentak dan merangkul pihak-pihak yang menyuarakan aksi boikot, ajakan golput dan penolakan terhadap pelaksanaan Pilkada.

Menjawab itu, Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyatakan bahwa protokol kesehatan yang termaktub dalam PKPU Nomor 6/2020 akan lebih diperketat lagi, termasuk menghindari kerumunan massa dan menggunakan media daring untuk menggantikan kampanye tatap muka.

"Bagi pemilih sebelum masuk TPS pun akan diukur suhu tubuhnya, jika suhunya tinggi maka akan diperlakukan secara khusus," tandas Raka Sandi.

Media online atau daring sebagai solusi menghindari kerumunan massa pun dikritisi oleh Rudi Rusdiah selaku Ketua Asosiasi Big Data yang juga mendukung Pilkada serentak. Rudi menekankan penggunaan media daring harus diperhatikan karena kerap terjadi peretasan data oleh hacker dan penggunaan data pribadi secara ilegal.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Perlu Peradilan Khusus

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif LSM-IBSW Nova Andika, pandemi ini tidak jelas kapan akan berakhirnya dan secepat apa vaksin bisa diberikan kepada masyarakat. Sehingga, penundaan pilkada karena pandemi Covid-19 tidak serta merta akan menyelesaikan masalah.

"Pemimpin Daerah harus memiliki legitimasi dari masyarakat pemilihnya dan memiliki kapabilitas menangani Pandemi di daerah yangg dipimpinnya. Sementara agenda demokrasi tetap harus berjalan ditunjang aturan protokol kesehatan yang sangat ketat," tandas Nova.

Secara tegas dalam webinar Selasa malam itu, LSM-IBSW menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 dengan aturan protokol kesehatan yang ketat.

Atas kemungkinan terjadinya pelanggaran aturan yang sangat ketat dalam Pilkada serentak, Jerry Massie selaku pengamat politik menegaskan perlunya peradilan khusus.

"Peradilan khusus diperlukan untuk pelanggaran yang tidak bisa dijangkau oleh penegakan hukum terpadu," ucap Jerry yang juga tegas mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 pada Desember mendatang.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya