Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau PT IKI Diana Rosa menyatakan siap menerima pesanan produksi kapal untuk industri maritim nasional. Saat ini, PT IKI mampu merancang kapal tanker dengan ukuran 17.500 Long Ton Deadweight (LTDW).
"Kebetulan kalau di industri kapal Indonesia itu sebenarnya kami sampai saat ini memiliki fasilitas dok itu hingga 17.500 Deadweight, tanker 17.500 Deadweight," ungkap dia saat berbincang virtual dengan Liputan6.com, ditulis Rabu (23/9/2020).
Advertisement
Secara fasilitas, PT IKI masih bisa menjajaki permintaan kapal jenis tersebut. Namun, ia menambahkan, untuk saat ini pihaknya masih fokus mengerjakan pembangunan kapal ikan hingga Ro-Ro 1.500 LTDW.
"Di galangan kapal lain, misalkan Dok Perkapalan Surabaya, itu bisa tanker 6.500. di sana spesialis tanker. Kalau di saudara kami yaitu Dok Kodja Bahari, itu sampai saat ini dia bisa untuk 30 ribu, namun memang belum pernah membuat sampai 30 ribu," tuturnya.
Namun, Diana mengungkapkan, industri kapal nasional secara fasilitas sudah mulai upgrade per 2020 ini. Seperti IKI yang siap membuat kapal berkapasitas 17.500 LTDW, sementara PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) hingga 6.500 LTDW.
"Terkait jenis kapal, itu kami bisa dari kapal Ro-Ro, kapal ikan, kapal tanker. Tapi kalau yang kapal-kapal pertahanan, itu adanya di PT PAL Indonesia," sambung dia.
Untuk pembangunan kapal, IKI selalu mengikuti permintaan atau order. Namun Diana menyatakan jika IKI telah siap secara kapasitas untuk galangannya.
"Misalnya di PT IKI, kita bisa membangun 7 kapal tapi itu kelas Ro-Ro 1.500, Ro-Ro 500. Tapi kalau tanker 17.500, itu cuman bisa satu. Kalau tanker 6.500 kita bisa satu ditambah dengan Ro-Ro. Kapasitasnya sudah disiapkan. Tapi tiap tahunnya memang tergantung order," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Industri Galangan Kapal Nasional Butuh Stimulus Pemerintah
Sebelumnya, Direktur Utama PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI Diana Rosa mengatakan, industri galangan kapal nasional masih kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan asing dalam memproduksi kapal laut.
Diana menyampaikan, salah satunya lantaran mayoritas bahan material industri masih sangat bergantung pada produk impor. Ongkos pengeluaran semakin membengkak akibat terkena bea masuk.
"Memang kembali lagi, dengan material impor otomatis HPP (Harga Pokok Penjualan) kami akan lebih besar. Itu kendalanya. Belum lagi bea masuk. Itu memang kendala kami yang perlu bantuan atau kebijakan dari pemerintah," ungkapnya saat berbincang virtual dengan Liputan6.com, Selasa (22/9/2020).
Lebih lanjut, Diana menceritakan, pemerintah sejak 2016 sebenarnya telah mendorong berkembangnya industri perkapalan Indonesia.
Namun karena adanya tumpang tindih kebijakan dari berbagai kementerian terkait, ternyata hasilnya belum efisien dan efektif.
"Salah satunya adalah masalah bea masuk. Dulu sudah ada sih satu kebijakan pemerintah diberikan, namun kita harus daftar dulu. Sementara kita belum tentu dalam setahun akan dapat order untuk pembangunan kapal. Itu masalah bea masuk," ujarnya.
Advertisement
Stimulus Lain
Selain itu, ia juga meminta kepada pemerintah agar pengenaan suku bunga bagi pelaku industri kapal di Tanah Air jangan terlalu tinggi. Menurutnya, itu turut membuat harga kapal di galangan nasional mahal.
"Kalau dipelajari di luar negeri misal di China, di Korea (Selatan), itu banyak kebijakan untuk menghidupkan bisnis lokal. Sehingga kami berharap memang sudah ada dari pemerintah, tapi bagaimana yang lebih efisien dan efektif," kata Diana.
Oleh karenanya, ia memohon kepada bank-bank yang masuk dalam kelompok Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk bisa memangkas pengenaan suku bunga. Sehingga harga kapal produksi nasional bisa lebih bersaing dengan buatan luar negeri.
"Tadi bea masuk, terus kemudahan kami untuk modal kerjanya dari bank. Katakanlah dari bank Himbara, yaitu terkait panjang jangka waktu, sama suku bunga. Itu memberatkan kita dalam penentuan harga kapal. Di sana kita tidak bisa bersaing dengan kapal-kapal luar," pungkasnya.