Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Pendorong utama kenaikan harga minyak adalah data pemerintah AS yang menunjukkan persediaan minyak mentah dan bahan bakar turun pada minggu lalu.
Namun memang, kenaikan belum bisa tinggi karena masih ada kekhawatiran mengenai pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung saat ini.
Advertisement
Mengutip CNBC, Kamis (24/9/2020), harga minyak mentah Brent naik 53 sen atau 1,3 persen menjadi USD 42,25 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 13 sen atau 0,3 persen ke level USD 39,93 per barel.
Data dari Energy Information Administration menyebutkan bahwa persediaan minyak mentah, minyak olahan atau Bahan Bakar Minyak (BBM) di AS semuanya turun pada minggu lalu. Persediaan minyak mentah turun 1,6 juta barel, stok bensin juga turun lebih dari yang diharapkan yaitu 4 juta barel.
"Kami melihat bahwa data ini telah menjadi pertimbangan utama kenaikan harga minyak," kata Tony Headrick, analis energi di CHS Hedging.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tertahan
Tetapi infeksi Covid-19 di negara-negara termasuk India, Prancis dan Spanyol dan pembatasan baru di Inggris telah memperbaharui kekhawatiran tentang permintaan. Di AS, jumlah korban tewas akibat Covid-19 telah melampaui 200 ribu orang.
Harga minyak runtuh karena pandemi menghancurkan permintaan, harga minyak Brent jatuh di bawah USD 16, level terendah dalam 21 tahun, pada bulan April.
Sebuah rekor pemotongan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC +, telah membantu menghidupkan kembali harga minyak.
OPEC menghadapi tantangan baru di mana Libya, anggota OPEC yang dibebaskan dari pemotongan pasokan, berusaha untuk meningkatkan pasokan setelah meredanya konflik negara.
Sebuah kapal tanker minyak diharapkan memuat minyak mentah di terminal Marsa el-Hariga Libya minggu ini, yang pertama sejak Januari.
Advertisement