Liputan6.com, Jakarta Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina menjelaskan permasalahan pelayanan Keluarga Berencana (KB) di masa pandemi COVID-19.
Memperingati Hari Kontrasepsi Dunia, Eni menyebut per April 2020 diperkirakan lebih dari 47 juta wanita bisa kehilangan akses kepada pelayanan kontrasepsi di masa COVID-19. Akibatnya, 7 juta kehamilan yang tidak direncanakan pun bisa terjadi.
Advertisement
“Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen dan penduduk bertambah 4,5 juta orang per tahun,” kata Eni dalam webinar BKKBN, Kamis (24/9/2020).
Dalam hal ini, bidan menjadi garda terdepan dalam memperluas cakupan kontrasepsi khususnya kepada pasangan usia subur (PUS). Mengingat, kontrasepsi akan berdampak terhadap angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
“Karena dapat mengurangi dampak dari '4 terlalu', baik terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu banyak anak.”
Adapun masalah-masalah yang dihadapi pada masa pandemi terkait program KB dan kesehatan reproduksi adalah masih tingginya angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, ada penurunan penggunaan metode kontrasepsi modern (mCPR).
“Disparitas angka prevalensi kontrasepsi (CPR), unmet need, peserta KB aktif (PA) metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) antar wilayah masih tinggi dan belum optimalnya sertifikasi kompetensi tenaga kesehatan pelayanan KB juga menjadi masalah.”
Kesertaan KB di wilayah tertinggal, terpencil, dan perbatasan masih rendah. Sedang, kehamilan yang tidak diinginkan dan tingkat putus pakai kontrasepsi masih tinggi.
Simak Video Berikut Ini:
Masalah Lainnya
Masalah lainnya terkait program KB adalah masih rendahnya cakupan KB pascapersalinan, masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi, perilaku berisiko, dan pendidikan seksual pada remaja dan pasangan usia subur (PUS).
Diikuti dengan masalah belum optimalnya pembiayaan manfaat pelayanan KB melalui mekanisme jaminan kesehatan. Pasokan alat dan obat kontrasepsi (Alokon), ketersediaan sarana, penajaman rencana kebutuhan, dan kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pemenuhan kebutuhan alokon juga belum optimal.
“Pelayanan KB pada kondisi krisis kesehatan akibat bencana alam dan non alam juga belum optimal. Tentunya ini perlu ditangani bersama-sama, perlu peran serta dari semua pihak,” pungkas Eni.
Advertisement