Cerita Pengusaha: 2 Organisasi Buruh Pilih Walk Out saat Bahas RUU Cipta Kerja

Kadin Indonesia dengan serikat buruh tidak selalu memiliki pandangan yang sama saat membahas RUU Cipta Kerja. Ada beberapa hal yang akhirnya tidak menemukan titik temu.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Sep 2020, 12:50 WIB
Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani (tengah) saat menggelar konferensi pers terkait rencana Aksi 2 Desember di Jakarta, Selasa (29/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dunia usaha telah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus law Cipta Kerja dengan para ketua federasi serikat pekerja atau serikat buruh. Pembahasan tersebut dilakukan dengan 6 federasi selama 3 minggu pada bulan Juli 2020.

"Sebetulnya kami di sudah ketemu dengan ketua konfederasi selama 3 minggu di bulan juli dengan Kementerian Ketenagakerjaan," kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani dalam Webinar dengan bertema Menimbang Urgensi Omnibus Law di Tengah Pandemi, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Enam konfederasi tersebut kata Rosan mewakili 3,4 juta pekerja formal yang tergabung dari serikat pekerja. Namun, Rosan mengaku dari 6 konfederasi yang diundang, 2 konfederasi memilih walkout sebelum pembahasan dimulai.

"Memang dari 6 federasi itu ada 2 yang walk out sebelum masuk pembahasan materi dimulai," kata Rosan.

Rosan menyebut 2 konfederasi serikat buruh yang memilih walk out yakni KSPI yang dipimpin oleh Said Iqbal dan KSPSI yang dipimpin oleh Andi Nena Wae. Sehingga pembahasan pasal-pasal RUU Omnibus Law Cipta Kerja khusus kluster tenaga kerja hanya diikuti oleh 4 konfederasi.

Selama pembahasan Rosan mengaku antara Kadin dengan serikat buruh tidak selalu memiliki pandangan yang sama. Ada beberapa hal yang akhirnya tidak menemukan titik temu.

Beberapa diantaranya terkait pekerja outsourcing. Dunia usaha mengusulkan masa kerja pekerja outsourcing tidak dibatasi lama kerja. Namun mereka tetap diberikan uang pesangon yang sebelumnya belum ada.

"Usulan kami tidak dibatasi bidangnya, tetapi diberikan seperti uang pesangon yang kalau dulu kan enggak ada," kata Rosan.

Begitu juga dengan masalah UMR yang masih belum menemukan titik temu. Para perwakilan konfederasi serikat buruh meminta agar nilainya tidak lebih rendah dari yang ada saat ini.

"UMR seingat saya sudah ada permintaan dari mereka jangan sampai UMR nantinya di bawah UMR yang sekarang. Itu ada formulanya, dan memang perlu ada pembahasan. Ada yang disetujui tapi ada subjeknya," tutur Rosan.

Meski begitu, ada juga beberapa hal yang telah mencapai kesepakatan bersama. Hasil pembahasan selama 3 pekan itu pun telah disampaikan Kadin kepada para legislator. Hal-hal tersebut juga sudah menjadi pembahasan di DPR.

"Sudah didengarkan masukannya dan ini telah jadi pembahasan di DPR," kata Rosan.

Dinamika pembahasan pun tak bisa dihindarkan. Berbagai pendapat juga telah ditampung dan dia berharap keputusan akhirnya baik untuk semua pihak.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:


KSPI soal Aksi di DPR: Investasi Boleh, Tapi Lindungi Buruh

Aksi massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (1/6). Mereka menuntut kenaikan upah minimum DKI sebesar Rp 650 ribu. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Sebelumnya, sejumah organisasi masyarakat dan buruh melakukan aksi di depan gedung DPR RI, salah satunya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang membawa sejumlah tuntutan.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, salah satu tuntutan yang dibawa pihaknya ke DPR, yakni terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Menurut dia, ada 9 alasan untuk menolak hal tersebut.

 

"Kesembilan alasan adalah hilangnya upah minimum, berkurangnya nilai pesangon, waktu kerja eksploitatif, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, PHK dipermudah, hak cuti dan upah atas cuti dihapus," kata Said di Jakarta, Selasa (25/8/2020)

"TKA buruh kasar dipermudah masuk, sanksi pidana dihapus, serta potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak dan outsourcing seumur hidup," lanjut dia.

Dia menuturkan, aksi di DPR ini, bukan hanya menyampaikan tuntutan. Tapi juga memberikan dukungan ke DPR agar terus memperhatikan nasib kaum pekerja.

"Aksi 25 Agustus ini, selain menyampaikan tuntutan, juga memberikan dukungan kepada DPR RI yang telah bekerja sungguh sungguh memenuhi harapan buruh agar bisa didengar," tegas Said.

Menurut dia, jika memang ada ruang agar RUU Ciptaker diperbaiki, maka setidaknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dalam undang-undang tersebut. Atau setidaknya, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak diubah atau direvisi sedikit pun.

"Tentu KSPI setuju investasi harus lebih banyak masuk ke Indonesia, hambatan yang ada harus ditiadakan dan dipermudah. Tetapi secara bersamaan, perlindungan bagi buruh yang paling minimal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak boleh dikurangi atau diubah. Untuk itu, sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan saja dari RUU Cipta Kerja," jelas Said.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya