Lion Air Digugat Rp 189 Miliar di Pengadilan Tinggi Inggris

Para penggugat berharap memenangkan gugatan dan meraih kompensasi lebih dari £ 10 juta dari Lion Air.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Sep 2020, 12:56 WIB
Pesawat maskapai Lion Air terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (16/5/2019). . (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Maskapai Lion Air digugat perusahaan penyewaan pesawat Goshawk Aviation Ltd di Pengadilan Tinggi, Inggris. Gugatan berkaitan dengan perjanjian sewa atau utang 7 pesawat jet Boeing.

Nilai gugatan mencapai lebih dari USD 12,8 juta (£ 10 juta) setara Rp 189,4 miliar.

Mengutip laman law360.com, Kamis (24/9/2020),PT Lion Mentari Tbk atau Lion Air menandatangani  perjanjian sewa 7 pesawat terpisah untuk Boeing 737, antara tahun 2015 dan 2020.

Lion Air kemudian setuju untuk memberikan uang muka sebesar £ 5,5 juta untuk perjanjian sewa tersebut.

Seiring waktu, Goshawks dan 8 afiliasinya mengatakan jika Lion Air memiliki utang sekitar £ 1,6 juta hingga £ 2,5 juta, bila mengacu perjanjian sewa yang disebut telah terjadi pelanggaran.

Para penggugat berharap memenangkan gugatan dan meraih kompensasi lebih dari £ 10 juta dari Lion Air.

Kasus antara Lion Air, dengan Goshawk Aviation Ltd serta penggugat lainnya tercatat dengan nomor kasus CL-2020-000461, di Pengadilan Tinggi Niaga Inggris.

Saksikan video di bawah ini:


Lion Air Khawatir Mati Suri Lagi Akibat PSBB Jakarta

Boeing 737 MAX-8 pertama di Indonesia yang dioperasikan oleh Lion Air.

Lion Air Group menyatakan industri penerbangan dan pariwisata menjadi salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19. Untuk itu, pihak maskapai mengajak semua pihak untuk bahu membahu memulihkan sektor industri ini.

Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait mengatakan, ia tak mau industri penerbangan kembali mati suri lagi akibat wabah virus corona. Terlebih saat ini beberapa wilayah seperti DKI Jakarta akan kembali menerapkan sistem Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kami berharap semua pemangku kepentingan ikut menjaga, kita jaga termasuk dunia penerbangan nasional. Saya takut hubungan antar wilayah terganggu jika penerbangan kembali diputus akibat pandemi Covid-19," ujar dia dalam keterangan tertulis, Jumat (11/9/2020).

Edward menjelaskan, perjalanan bisnis masih mendominasi penumpang yang terbang dengan pesawat perusahaan selama masa pandemi, dibandingkan dengan perjalanan wisata dan kunjungan keluarga.

Pergerakan masyarakat untuk perjalanan bisnis mencapai 60 persen, kunjungan wisata 20 persen, dan 20 persen merupakan perjalanan untuk kunjugan keluarga.

Perjalanan bisnis disebutnya masih mendominasi lantaran memang ada pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa dihindari. Menurutnya, moda transportasi pesawat lebih aman dibandingkan dengan moda transportasi.

Hal ini lantaran di dalam pesawat terdapat teknologi yang memungkinkan adanya sirkulasi udara. Tidak hanya itu, untuk menggunakan pesawat, penumpang juga harus menjalani dan memenuhi sejumlah protokol kesehatan seperti wajib menggunakan masker dan menjalani rapid test.

"Untuk Lion Air sendiri, load factor atau tingkat keterisian penumpang pesawat rata-rata masih berada di bawah 70 persen dari total semua penerbangan yang dilakukan perusahaan," kata Edward.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya