Pemerintah Bantah Hapus Amdal di RUU Cipta Kerja

Pemerintah memastikan AMDAL tetap berlaku bagi perusahaan yang dibangun.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Sep 2020, 13:50 WIB
Buruh saat melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memastikan tidak ada aturan dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang menghapuskan aturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Amdal tetap berlaku bagi perusahaan yang dibangun memiliki risiko tinggi.

"Amdal tetap ada untuk kegiatan beresiko tinggi," kata Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi dalam Webinar bertema Menimbang Urgensi Omnibus Law Cipta Kerja di Tengah Pandemi, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Pada bagian tata ruang telah disepakati akan diintegrasikan secara nasional baik di darat maupun laut. Percepatan penetapan RDTR menjadi acuan perizinan dalam berusaha atau kesesuaian tata ruang.

"Dalam menentukan lokasi tata ruangnya masih belum mencukupi dan dengan RUU ini akan dipercepat dalam bentuk digital," kata dia.

Sehingga akan memudahkan perusahaan menentukan jenis kegiatan usaha. Elen menegaskan dalam hal ini pihaknya sama sekali tidak meninggalkan Amdal namun tetap mempertahankan esensinya.

"Kita tidak meninggalkan Amdal tapi kita tetap mempertahankan esensinya," kata dia.

Sementara itu, dalam persetujuan bangunan gedung dan sertifikasi laik fungsi (SLF) diterapkan standar bangunan gedung dan SLF. Persetujuan bangunan dengan menggunakan sertifikat dan memasukkan standar bangunannya dalam pemberian persetujuan.

Elen mengatakan substansi dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja terkait persetujuan lingkungan telah disepakati. Dalam hal ini pengintegrasian perizinan lingkungan ke dalam perizinan berusaha. Sehingga perizinan berusaha di masa mendatang ditentukan oleh basis resikonya, bukan berbasis izin,

"Perizinan ini berbasis risiko bukan lagi berbasis izin," kata Elen.

Perizinan berusaha didasarkan atas risiko rendah, menengah dan tinggi. Bagi kegiatan risiko rendah cukup dengan pendaftaran jenis usaha. Kegiatan usaha risiko menengah harus dengan pemenuhan standar dan risiko tinggi menggunakan izin.

Pengajuan izin bagi kegiatan usaha rendah seperti sektor UMK, UMKM atau Koperasi hanya cukup pada pendaftaran jenis usaha. Bahkan bagi pelaku UMKM pemerintah nantinya akan memberikan bantuan kemitraan dengan perusahaan besar.

"Kita siapkan UMK-M dan koperasi dengan memberikan kemudahan dalam bentuk dukungan dan kemitraan dengan badan usaha besar," kata dia.

Merdeka.com


Kabar Terbaru RUU Cipta Kerja, 40 Ribu Aturan Dipangkas

Massa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) berorasi saat melakukan unjuk rasa di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Dalam aksinya mereka menolak rencana pengesahan RUU Cipta Kerja atau omnibus law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah terus berkomitmen untuk mempercepat pembahasan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) di tengah pandemi Covid-19. RUU Cipta Kerja ini akan memangkas banyaknya regulasi yang dinilai menjadi penyebab kecilnya angka investasi.

"Kita memang komitmen, kita masih jalankan terus untuk kemudahan investasi," ujar Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar, dalam diskusi publik secara virtual bertajuk 'Arah Kebijakan Pemerintah: Keseimbangan Antara Kesehatan dan Ekonomi', Rabu (23/9/2020).

Reza mencatat, setidaknya ada 40 ribu aturan regulasi yang bakal dipangkas oleh RUU Cipta Kerja tersebut. Baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.

"Utamanya adalah memotong obesitas regulasi ada lebih 40 ribu regulasi tingkat pemerintah pusat pemerintah daerah dan juga kelembagaannya," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, menyebut Rancangan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja merupakan jalan yang tepat dalam mempermudah jalannya investasi dan menyelesaikan investasi besar yang mangkrak di Indonesia.

“Ketika saya masuk menjadi Kepala BKPM ada investasi mangkrak sekitar Rp 708 triliun, dari Rp 708 triliun tersebut telah tereksekusi kurang lebih sekitar Rp 410 triliunan atau 58 persen. Nah investasi-investasi besar ini adalah investasi mangkrak yang memang kami akui investasi di Indonesia itu mendapatkan kendala tiga hal, pertama tumpang tindihnya regulasi, tingginya arogansi birokrasi di antara Kementerian dan lembaga, dan persoalan tanah,” kata Bahlil.

Bahlil kembali menekankan pentingnya pengesahan RUU Cipta Kerja dalam waktu dekat. Mengingat salah satu poin penting dari RUU anyar ini, yakni menghendaki intervensi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk percepatan penerbitan izin usaha melalui Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).

"Contoh izin lokasi, 1 sampai 2 tahun enggak keluar keluar. Karena, tidak ada aturan pusat yang bisa intervensi daerah karena mereka memiliki Undang-Undang. Tetapi dengan adanya NSPK dalam RUU Cipta Kerja yang tadinya 1-2 tahun akan dikasih waktu paling lama sebulan bagi daerah untuk menyelesaikannya," tegas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya