Survei Jabodetabek: Sulitnya Jaga Jarak Buat Pasar Berisiko Jadi Tempat Penyebaran COVID-19

Dalam survei yang dilakukan di Jabodetabek, dilaporkan bahwa hanya 3 persen responden yang sadar akan pentingnya menjaga jarak fisik saat berada di lingkungan pasar.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 26 Sep 2020, 06:00 WIB
Petugas gabungan melakukan razia pertokoan dan tempat makan di Pasar Pramuka, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Upaya mencegah penularan virus corona terus dilakukan dengan merazia penggunaan masker dan tempat usaha makan yang masih melayani makan di tempat. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Pasar menjadi salah satu lingkungan yang berisiko menjadi tempat penularan COVID-19 di masyarakat. Menjaga jarak fisik menjadi salah satu hal yang sulit diterapkan.

Kesulitan ini dilaporkan dalam survei yang dilakukan oleh Tim Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat COVID-19 yang terdiri dari Palang Merah Indonesia, International Federation of Red Cross & Red Crescent Societies (IFRC), Food Agriculture Organization (FAO) dan didukung oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) terhadap masyarakat pasar.

Dikutip dari siaran pers yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat (25/9/2020), dalam survei yang dilakukan di Jabodetabek, dilaporkan bahwa hanya 3 persen responden yang sadar akan pentingnya menjaga jarak fisik saat berada di lingkungan pasar.

Kondisi semacam ini membuat masyarakat yang berada dalam komunitas pasar menjadi salah satu kelompok rawan terpapar COVID-19.

Selain itu, tantangan lain yang ditemukan di komunitas pasar lainnya adalah masih adanya responden yang tidak mengerti cara pencegahan COVID-19 (85 persen), masih digunakannya uang tunai sebagai metode pembayaran (80 persen), dan kurangnya ruang untuk menjaga jarak antara lapak dan pembeli (69 persen).

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Edukasi Penggunaan Masker di Pasar

Aktivitas jual beli beli di pasar kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Bank Indonesia memproyeksikan terjadi inflasi di Januari 2020 bersumber dari beberapa komoditas pangan yang mengalami tekanan harga, di antaranya telur ayam akan berkontribusi juga ke inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Aulia Arriani, Bidang Pelibatan Masyarakat dan Akuntabilitas PMI Pusat mengatakan bahwa tantangan saat berada di lingkungan pasar adalah sulitnya menjaga jarak karena keterbatasan ruang gerak.

"Bersama pengelola pasar atau paguyuban pasar kita perlu melakukan kegiatan promosi protokol kesehatan dengan memaksimalkan penggunaan media seperti toa, pengeras suara dan paguyuban pedagang," kata Aulia

"Salah satunya ialah dengan melakukan edukasi tentang penggunaan masker yang tepat," tambahnya.

Ia menambahkan, edukasi dengan media komunitasi yang efektif menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan di komunitas pasar, mengenai tindakan pencegahan COVID-19. Hal ini seperti diungkapkan oleh 69 persen responden.

Selain itu, 73 persen responden juga menyatakan bahwa informasi imbauan untuk menjaga kebersihan area lapak juga penting untuk diterapkan.

Luuk Schoonman, Team Leader a.i FAO ECTAD mengatakan bahwa masyarakat pasar merupakan salah satu pemeran kunci utama yang menjamin tersedianya pangan di Indonesia selama masa pandemi.

"Selain melakukan kegiatan promosi protokol kesehatan, peningkatan kapasitas pengelola pasar dalam melakukan kegiatan pembersihan dan disinfeksi di pasar juga perlu diperhatikan sehingga dapat mencegah penularan COVID-19 lebih lanjut," kata Schoonman.


Infografis Gebrakan Denda Tidak Pakai Masker

Infografis Gebrakan Denda Tidak Pakai Masker (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya