Liputan6.com, Garut - Rilis Tim Riset Institut Teknologi Bandung (ITB) mengenai ancaman tsunami raksasa setinggi 20 meter di Pantai Selatan dan 12 meter di Selatan Jawa Timur, diharapkan tidak membuat pengunjung wisata Pangandaran panik.
Ketua Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kabupaten Pangandaran Nana Suryana mengatakan, hasil kajian yang dikeluarkan ITB memang penting. Namun hal itu tidak menjadikan kepanikan berlebih, terutama bagi pengunjung.
“Kalau sesuai riset, daerah potensi itu jauh dari pantai dan berada di laut lepas,” kata dia saat dikonfirmasi, Sabtu (2/9/2020).
Menurutnya, ancaman terjadinya lindu besar yang disertai tsunami memang tidak bisa dianggap sepele. Namun hasil riset itu masih memungkinkan peluang penyelamatan saat musibah terjadi.
Baca Juga
Advertisement
“Istilahnya kalau pun terjadi tsunami sesuai prediksi, kami masih bisa melakukan evaluasi mandiri sekitar 10 sampai 30 menit, bisa ke perbukitan atau tempat yang lebih aman lainnya,” kata dia.
Ia mengacu musibah tsunami Pangandaran 2006 silam. Wilayahnya ujar Nana terbilang minim korban jika dibanding daerah lain di Jawa Barat.
“Saat 2006 pangandaran ada celah menyalamatkan,” kata dia.
Meski demikian, hasil riset itu mengingatkan dan mengajak semua masyarakat Pangandaran, berbenah menyiapkan skema mitigasi kebencanaan dengan matang.
“Masyarakat harus dilatih melakukan mitigasi, kita latih simulasi kebencanaan bagaimana meminimalisasi dampak dari musibah,” kata dia.
Dengan upaya itu, ancaman kekhawatiran munculnya korban dalam jumlah yang banyak bisa dihindari sejak dini. “Minimal dengan semakin banyak simulasi, warga menjadi tidak panik saat musibah datang,” ucapnya.
Selain kesiapan Tagana, kehadiran forum kesiapsiagaan dini masyarakat yang diinisiasi BPBD Pangandaran dan lembaga lainnya, memiliki peran penting dalam menangani kebencanaan daerah, termasuk jika terjadi gempa dan tsunami.
“Ancaman bencana alam di Pangandaran itu terbilang lengkap kecuali gunung berapi, gempa, longsor, banjir bandang, angin puting beliung ada semua,” ujarnya.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Kampung Siaga Bencana (KSB)
Untuk menghindari terjadinya chaos saat musibah alam datang, lembaganya ujar dia mulai menggalakan program Kampung Siaga Bencana.
“Hari kemarin ada sekitar 120 relawan dari enam desa dari kecamatan Sidamulih dan Parigi yang kami latih,” kata dia.
Pelatihan itu, dikhususkan bagi perkampungan warga yang berbatasan langsung dengan jalur sungai dan laut. “Mereka relawan berbasis masyarakat,” kata dia.
Mereka mendapatkan pelatihan mengenai kebencanaan, mulai pengelolaan shelter pengungsian, evakuasi, penyiapan logistik hingga penyaluran dan penangan korban.
“Mereka jadi kepanjangan relawan bencana, sehingga manajemen kebencanaan di tingkat masyarakat desa agar lebih faham,” kata dia.
Saat ini sudah 12 KSB di 12 desa di Kabupaten Pangandaran, telah mendapatkan pelatihan mengenai kebencanaan tersebut.
“Dengan semakin meningkatnya pemahaman kebencanaan, mereka menjadi terlatih melaporkan ancaman datangnya bencana dengan cepat,” kata dia.
Tidak hanya itu, program Tagana masuk sekolah mulai digalakan di tingkat sekolah untuk memberikan edukasi kebencanaan bagi pelajar.
“Anak-anak usia paling rentan kena dampak bencana, disamping ibu hamil dan lansia,” kata dia.
Dengan pemahaman itu pelajar menjadi terbiasa saat bencana terjadi. “Minimal mereka tahu bagaimana menyelamatkan diri, pergi ke tempat tinggi, masuk ke bawah meja untuk menyelamatkan reruntuhan dan lainnya,” kata dia.
Terakhir, adanya program KSB dan Tagana masuk sekolah diharapan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manajemen kebencanaan.
“Intinya jangan panik, ikuti petunjuk yang diarahkan pemerintah, misal ada jalur evakuasi dan lainnya,” kata dia.
Advertisement
Imbauan
Nana berharap dengan adanya rilis tersebut, mampu mengingatkan semua pihak terhadap datangnya ancaman musibah alam besar bagi masyarakat Pangandaran.
“Yang paling penting semua pihak memperhatikan manajemen kebencanaan, bahwa ini ada potensi bencana sehingga semua pihak lebih waspada,” dia mengingatkan.
Khusus di kawasan wisata, tagana mengajak seluruh pelaku wisata bisa menyiapkan manajemen kebencanaan lebih baik, untuk meminimalkan korban.
“Saat ini terutama hotel berbintang wajib memiliki standar SOP kebencanaan, misal punya shelter di lantai paling atas untuk evakuasi,” kata dia.
Selain itu, disiapkan seluruh rambu-rambu jalur evakuas. Termasuk pemahaman petugas wisata untuk memberikan informasi bagi pengunjung.
“Dulu 2006 tidak banyak yang tahu soal kebencanaan, ada yang nganggap gempa ini biasa padahal sangat bahaya,” kata dia.
Kemudian, masyarakat sekitar kawasan wisata lebih melek mengenai manajemen kebencanaan, sehingga lebih siap saat datangnya musibah alam tersebut.
“Karena gempa di Pangandaran sudah terjadi beberapa kali, Alhamdulillah kini warga sudah menjadi terbiasa bagaimana mereka melakukan evakuasi mandiri,” ujarnya.
Pengunjung Tidak Panik
Dia berharap rilis ilmiah yang disampaikan ITB tidak mengganggu kunjungan wisata ke wilayah pantai Pangandaran.
“Secara keseluruhan penangan bencana sudah siap, ada berapa shelter evakuasi, termasuk hotel tinggi bisa dijadikan daerah evakuasi,” kata dia.
Kemudian dari segi SDM, banyak relawan dan stakeholder kebencanaan yang siap diterjunkan saat bencana tiba. “Ada forum penangan bencana, SAR, Tagana dan lainnya,” ujar dia.
Selain itu, kelestarian cagar alam yang tetap terjaga hingga kini, cukup efektif menahan gempuran ombak, terutama saat tsunami tiba.
“Apalagi posisinya cukup tinggi bisa dipakai evakuasi,” kata dia.
Kondisi itu akhirnya mampu menyelamatkan wilayah Pangandaran dari kerusakan lebih parah saat tsunami menyapu 2006.
“Dibanding kawasan Cimerak dan Tasik yang cukup parah, Pangandaran justru lebih aman dibanding pantai lain di pesisir selatan,” kata dia.
Advertisement