Tsunami 20 Meter Berpotensi Terjadi di Pesisir Selatan Jawa, Ini Saran BMKG

Informasi potensi gempa kuat di zona megathrust memang rentan memicu keresahan akibat salah pengertian (misleading)

oleh Arie Nugraha diperbarui 26 Sep 2020, 22:00 WIB
Forum Liputan6

Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengapresiasi hasil kajian para ahli kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature baru-baru ini, soal adanya potensi gempa kuat di zona megathrust di selatan Pulau Jawa.

Harapannya dengan adanya kajian itu dapat mendorong seluruh kelompok masyarakat untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempabumi dan tsunami.

Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, skenario model yang dihasilkan merupakan gambaran terburuk (worst case), dan ini dapat dijadikan acuan dalam upaya mitigasi guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami.

Daryono mengakui informasi potensi gempa kuat di zona megathrust memang rentan memicu keresahan akibat salah pengertian (misleading).

"Masyarakat ternyata lebih tertarik membahas kemungkin dampak buruknya daripada pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan," ujar Daryono dalam keterangan resminya ditulis Bandung, Sabtu, 25 September 2020.

Daryono mengatakan informasi potensi gempa kuat selatan Jawa saat ini bergulir cepat menjadi berita yang sangat menarik. Masyarakat awam menduga seolah dalam waktu dekat di selatan Pulau Jawa akan terjadi gempa dahsyat.

"Padahal tidak demikian," sebut Daryono.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Mitigasi Gempa dan Tsunami

Tiga unit mobil tertimbun reruntuhan rumah yang rusak setelah tsunami menerjang kawasan Anyer, Banten, Minggu (23/12). Tsunami menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Daryono mengungkapkan perlu ada upaya serius dari berbagai pihak untuk mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun infrastruktur.

Masyarakat diharapkan juga terus meningkatkan kemampuannya dalam memahami cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami.

"Meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust dan skenario terburuk, akan tetapi hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan dan di mana gempa akan terjadi," ungkap Daryono.

Maka dalam ketidakpastian kapan terjadinya lanjut Daryono, yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa.

Daryono berharap informasi hasil kajian ini hendaknya tidak mempertajam kecemasan dan kekhawatiran masyarakat. Tetapi harus segera direspon dengan upaya mitigasi yang nyata.

"Apakah dengan meningkatkan kegiatan sosialisasi mitigasi, latihan evakuasi (drill), menata dan memasang rambu evakuasi, menyiapkan tempat evakuasi sementara, membangun bangunan rumah tahan gempa, menata tata ruang pantai berbasis risiko tsunami, serta meningkatkan performa sistem peringatan dini tsunami," Daryono menjelaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya