Hati-Hati, Penawaran Investasi Bodong Lewat Sosmed Melonjak di Tengah Pandemi

Keberadaan media sosial, kini memberikan peluang kepada perusahaan investasi bodong untuk menawarkan produknya kepada masyarakat secara cepat.

oleh Arie Nugraha diperbarui 27 Sep 2020, 19:00 WIB
Ilustrasi investasi Bodong (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyebutkan bahwa tingkat kecanduan internet masyarakat di Indonesia naik signifikan pada masa pandemi Covid-19. Kecanduan tersebut terutama dalam mengakses sisoal sosial media (sosmed). Kecanduan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk menawarkan investasi bodong.

Komisioner BPKN Firman Turmantara Endipradja mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa RSCM FK Universitas Indonesia Kristina Siste Kurniasanti, ketergantungan internet pada orang dewasa meningkat selama pandemi Covid-19.

"Terdapat 4.734 partisipan orang dewasa. Berdasarkan survei, peningkatan kecanduan internet meningkat lima kali lipat pandemi, yakni menjadi 14,4 persen dari sebelumnya hanya 3 persen. Adapun, 96 persen mengakses smartphone, dan rata-rata durasi 10 jam per hari," ujar Firman dalam keterangan resminya, Minggu, (27/9/2020).

Hal tersebut juga dapat dilihat dari lanskap komunikasi yang berubah semakin luas menjangkau, dengan perkembangan Information and Communication Technology (ICT) yang tentunya juga disambut baik oleh pelaku bisnis investasi bodong yang kemudian mempublikasikanya menjadi iklan.

Dengan kata lain, peluang ini tentunya tidak akan luput dari target bisnis pelaku usaha, termasuk perusahaan investasi bodong.

"Seperti perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini, media sosial dimanfaatkan oleh pelaku investasi ilegal (bodong) dalam menjerat korbannya," kata Firman.

Keberadaan media sosial, kini memberikan peluang kepada perusahaan investasi bodong untuk menawarkan produknya kepada masyarakat secara cepat dan komperhensif. Permasalahan yang dipertanyakan adalah bagaimana quality of product and corporate credibility.

Firman menyebutkan kasus investasi bodong kembali merebak viral di media sosial Twitter. Banyak masyarakat atau konsumen tertipu oleh bujuk rayu perusahaan investasi bodong.

Bahkan, jumlah korban investasi bodong tersebut sangat besar dengan nilai kerugian mencapai ratusan miliar. Investasi bodong ini seringkali menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin.

"Kebanyakan konsumen tergoda oleh profit yang menggiurkan dalam perangkap investasi bodong," tukas Firman.


Cari Pendapatan Tanpa Bekerja Keras

Di sisi lain lanjut Firman, dalam kondisi wabah yang belum diketahui akan berakhir, membuat masyarakat mencari cara memperoleh pendapatan tanpa harus bekerja keras di luar rumah.

Dalam kondisi tersebut para pemangku kepentingan perlu melakukan literasi media untuk konsumen. Hal ini dilakukan dengan harapan agar konsumen akan lebih mempertimbangkan atau berhati-hati dalam menerima informasi dari mana pun, termasuk memilih investasi.

"Korban praktik investasi bodong yang pada umumnya dengan menggunakan skema usaha model MLM, Ponzi atau Piramida, sudah sejak lama banyak berjatuhan," sebut Firman.

Beberapa waktu yang lalu kasus-kasus investasi bodong banyak terjadi seperti MeMiles di Jawa Timur, Investasi bodong Pandawa Group, kasus Cipaganti, First Travel, CSI Cirebon, Akumobil di Bandung, Kasus Investasi Ilegal PT Cakrabuana Sukses Indonesia adalah contoh-contoh kasus investasi bodong yang cukup menghebohkan dan berdampak terhadap ekonomi. (Arie Nugraha)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya