Jawaban AP II atas Keluhan Travel Blogger yang Merasa Diospek di Bandara Soetta

Trinity menyoroti penanganan penumpang pesawat dari luar negeri ketika mendarat di Terminal 3 Bandara Soetta di saat pandemi.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 27 Sep 2020, 20:00 WIB
Suasana Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (10/6/2020). PT Angkasa Pura II selaku pengelola juga menerapkan prosedur physical distancing. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dituding Trinity, seorang traveller kenamaan, seperti ada ospek di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, managemen PT Angkasa Pura II (Persero) menginformasikan, bila apa yang terjadi di Kedatangan Internasional Terminal 3 merujuk ke sejumlah peraturan sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19 di Tanah Air yang sudah dilakukan sejak sekitar 4 bulan lalu.

Penanganan kedatangan penumpang internasional di Bandara Soekarno-Hatta dilakukan oleh Satgas Udara dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, yang terdiri dari unsur gabungan yakni PT Angkasa Pura II, TNI, Polri, Kantor Kesehatan Pelabuhan Kementerian Kesehatan, Kantor Otoritas Bandara, Kantor Imigras serta Bea dan Cukai.

Executive General Manager Bandara Soekarno-Hatta Agus Haryadi mengatakan, PT Angkasa Pura II selaku pengelola bandara secara rutin melakukan sosialisasi dan publikasi terkait prosedur protokol kesehatan penanganan Covid-19 dan juga menyiapkan fasilitas agar prosedur dijalankan lancar.

“PT Angkasa Pura II juga menyiapkan berbagai fasilitas untuk mendukung agar prosedur kedatangan penumpang internasional dapat dijalankan dengan lancar. Kami akan memperbaiki apa yang dirasa kurang oleh penumpang,” jelas Agus Haryadi Minggu (27/9/2020).

Di lain pihak, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kementerian Kesehatan (KKP Kemenkes) Bandara Soekarno-Hatta Anas Ma’ruf mengatakan, saat ini prosedur pengecekan kesehatan sudah dijalankan sesuai dengan peraturan.

“Prosedur sudah dijalankan sesuai peraturan yang ada guna mencegah penyebaran COVID-19. Ke depannya kami akan meminta agar petugas lebih ramah dalam berkomunikasi dengan penumpang,” jelas Anas Ma’ruf.

Lalu, Ketua Satgas Udara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kolonel Pas M.A Silaban (TNI AU) mengatakan, stakeholder berupaya menjalankan prosedur kesehatan di Bandara Soekarno-Hatta.

“Kami berupaya menjaga agar prosedur kedatangan penumpang internasional dapat dijalankan dengan baik, serta menjaga ketertiban dan keamanan agar penumpang dapat menerapkan physical distancing. Sinergi antara stakeholder akan terus ditingkatkan serta saran dan masukan dari masyarakat kita tampung agar proses kedatangan dapat lebih baik lagi,” jelas M.A Silaban.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pulang dari Turki, Travel Blogger Alami Kejadian Kurang Mengenakkan di Bandara Soetta

Penumpang beraktivitas di area Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat (24/7/2020). Senior Manager Branch Communication and Legal Bandara Soetta Febri Toga Simatupang mengatakan di bulan Juli, jumlah pergerakan penumpang rata-rata per hari mencapai 30.000 orang. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, travel blogger Trinity, penulis buku "The Naked Traveler", terpaksa berdiam diri di rumah selama beberapa bulan akibat pandemi corona Covid-19. Setelah tujuh bulan di rumah, ia akhirnya kembali naik pesawat terbang dan pergi ke Turki.

Hal itu diketahui dari unggahan di akun Twitter dan Instagram miliknya. Berada di Turki pada 19 sampai 26 September 2020, Trinity akhirnya sudah kembali ke Indonesia. Namun saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Sabtu, 26 September, ia mengaku mendapat pengalaman kurang menyenangkan.

Ia menceritakannya dalam sejumlah cuitan di Twitter pada Minggu (27/9/2020). Trinity menyoroti penanganan penumpang pesawat dari luar negeri ketika mendarat di Terminal 3 Bandara Soetta di saat pandemi. 

"Ceritanya gue ke Turki 19-26 Sep. Perginya gue udah rapid test dg hasil non reaktif. Kita cuma isi kartu selembar isi nama, no paspor, no perbangan n tgl/asal kedatangan (dibagikan di pesawat), cek suhu otomatis di bandara, tapi ga ditanya hasil rapid test," cuit Trinity Traveler.

Trinity menambahkan, sebelum pulang ia mencari dan mendapatkan informasi kalau untuk masuk Indonesia ternyata harus punya hasil tes PCR atau swab test. Ia kemudian test PCR di hotel sehari sebelum terbang dan hasilnya negatif.

"Pas check in, petugas Turkish airlines lsg meminta hasil PCR utk disertakan di boarding pass krn katanya masuk Indonesia hrs ada hasil PCR (bukan rapid test) yg diambil max 7 hari sblmnya. Untung gue udah punya!" tulisnya lagi.

Saat di pesawat, penumpang dibagikan kartu kuning yang harus diisi  Saat baru mendarat di Bandara Soetta, Tangerang, ia merasa sedih dengan penanganan satgas Covid-19 di bandara.

"Begitu mendarat di CGK T3 kemarin sekitar jam 18.00, tau2 diserbu dg suara orang2 teriak2 nyuruh penumpang ke arah kanan utk duduk. Ada petugas yg membagikan kertas "klirens kesehatan" dari Kemenkes. Lha apa bedanya sama kartu kuning yak?" cuitnya lagi.

Ratusan kursi sudah disediakan di Terminal 3 Bandara Soetta, lalu ada petugas, tentara dan polisi berteriak-teriak menyuruh semua penumpang untuk duduk dalam bahasa Indonesia. Tidak ada informasi tertulis maupun verbal apa yang harus dilakukan para penumpang.  Penumpang makin lama makin menumpuk dan dibentak-bentak tapi tetap belum diberitahu apa yang harus dilakukan.

Trinity merasa seperti pengungsi dan penasaran seperti apa perasaan para warna negara asing (WNA) mendapat perlakuan seperti itu. Trinity Traveler yang mengambil posisi duduk agak depan, berinisiatif mengisi formulir. Sedangkan penumpang lainnya masih disuruh untuk duduk tapi tetap belum dibeirtahu harus melakukan apa. Travel blogger ini pun sempat berswafoto sebagai bukti.


Merasa Seperti Diospek

Sejumlah calon penumpang pesawat menggunakan alat pelindung diri (APD) di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, Senin (11/5/2020). Calon penumpang menggunakan APD untuk melindungi diri dari penularan virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tak lama, ada tiga orang WNA yang dihampiri seseorang dan kemudian Trinity mengikuti mereka yang ternyata menuju jalur yang sudah dibatasi tanda PCR dan non PCR. Penumpang lain juga mengikuti mereka dan ikut antre di kedua jalur tersebut.

Trinity kemudian diminta surat tes PCR, kartu kuning dan formulir tadi oleh petugas yang sebagian besar tidak pakai APD selain masker. Selain itu, hasil cek suhu ada yang ditulis beda dengan hasil cek sebenarnya.

"Abis itu antre lagi di meja kedua yg dibatasi kaca. Surat2 tadi diserahkan. Temen gue ditanya sama petugas, "Bacanya ini gimana?" krn surat PCR kami dlm bhs Inggris! Hadeuh. Lalu surat2 dicap "valid". Buset, banyak amat kontaknya!" tulisnya lagi.

Usai pemeriksaan surat-surat, Trinity berjalan ke imigrasi dan harus menyertakan surat-surat tadi. Setelah mengambil bagasi, sang travelblogger kembali ditanya mau pulang ke mana.  "Setelah custom, dicegat lagi 2 tentara yg juga meriksa surat2 dan akhirnya gue keluar! Huaaaah! Suasana T3 sepi banget!" cuit Trinity.

Ia merasa seperti diospek, karena seharusnya ada informasi yang jelas yang bisa diakses semua orang termasuk WNA bagaimana tata cara masuk Indonesia.

Formulir dan titik pemeriksaan terlalu banyak, padahal seharusnya meminimalisasi kontak, tapi justru bertemu banyak orang dan bersentuhan dengan kertas-kertas yang dipegang tangan berkali-kali. Trinity Traveler menambahkan, dari keluar pesawat sampai keluar bandara ia hanya menemukan dua hand sanitizer, dan tukang taksi gelap yang tidak memakai masker.

 

Pengalaman Warganet

"Sekian dan terima kasih. Sungguh gue emosi dan sedih! Ada pengalaman yg sama juga? Ayo spill di sini!" tutupnya. Cuitan Trinity Traveler mendapat banyak tanggapan dari warganet, dan ada yang membagikan pengalaman hampir serupa.

"Emang gitu mba, sy balik dr Malaysia mid Juni. Nampaknya sampai sekarang blm berubah. Gk ada tanda jalur cepat bagi yang sudah punya hasil PCR. Semuanya disuruh antri bahkan duduk di lantai. Wasting time!!" tulis akun @dwiadvento.

"Ma kasi ceritanya, Kak @TrinityTraveler. Pengalaman di bandara domestik emang penguji kesabaran banget. Dr info yg gak jelas, birokrasi rumit, sistem antre yg kacau, sampe sopir2 taksi yg agresif.. Abis seneng jalan2 di negeri orang, sampe bandara sini lgsg patah hati.." timpal akun @LinaNauli.

Namun ada juga yang mempertanyakan kenapa Trinity Traveler maupun traveler lainnya yang tetap pergi ke luar negeri di saat pandemi hanya untuk jalan-jalan atau bukan untuk keperluan mendesak.

"Anda sudah tau bagaimana sifat dan sikap org2 +62 yg selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan dan kalau anda tetap nekat untuk jalan2 ke luar negri di saat pandemi seperti ini dgn masyarakat dan pemerintahan kita yg seperti ini harusnya anda sudah tau segala resiko," cuit akun @Gunwik1 mengomentari unggahan Trinity Traveler. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya