Liputan6.com, Makassar - Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mendesak penyidik menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri siapa-siapa pihak yang menikmati hasil dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar.
"Keterlibatan PPATK itu penting untuk mengetahui kemana saja aliran dana hasil korupsi proyek pembangunan RS. Batua Makassar itu," kata Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun via telepon, Senin (28/9/2020).
Baca Juga
Advertisement
Kadir menyayangkan sikap penyidik yang hingga saat ini belum berani menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Sementara, lanjut dia, selain telah didukung oleh bukti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan terdapat kerugian negara yang cukup besar juga ditemukan dugaan kesalahan dalam pengerjaan konstruksinya.
"Aneh juga kalau belum ada tersangka. Kasus ini kan sudah lama naik penyidikan dan didukung oleh audit BPK. Kita desak Kapolda harusnya segera evaluasi penyidiknya ini. Jelas sudah tidak profesional namanya," terang Kadir.
Sebelumnya, Kasubdit III Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel, Kompol Rosyid Hartanto mengatakan sejauh ini pihaknya masih mendalami keterangan saksi-saksi sekaligus berkoordinasi dengan ahli bangunan.
"Tahapannya sudah penyidikan. Tim ahli bangunan juga sedang diturunkan," kata Rosyid via telepon, Kamis 3 September 2020.
Ia tak menampik jika dalam kasus ini belum ada penetapan tersangka meski pihaknya telah mengantongi hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengerjaan pembangunan RS Batua Makassar tersebut. Dimana kata Rosyid, dari perhitungan BPK saat ini ditemukan kerugian negara senilai Rp7 miliar.
"Temuan BPK senilai Rp7 miliar itu sebagai tambahan referensi nanti untuk menghitung total kerugian keuangan negara," jelas Rosyid.
Kerugian negara, lanjut dia, kemungkinan bisa bertambah setelah audit fisik oleh ahli bangunan sudah keluar.
"Ada kemungkinan jumlah kerugian negara hampir Rp29 miliar yang digunakan dalam pembangunan itu dianggapnya kerugian negara," terang Rosyid.
Diketahui dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan RS. Tipe C Batua Makassar, tim penyidik Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel telah memeriksa sejumlah saksi terkait diantaranya pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan pihak rekanan.
Selain itu, tim penyidik juga telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel untuk menghitung nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari kegiatan yang menelan anggaran puluhan miliar itu.
Dari hasil penyidikan, tim penyidik juga telah menemukan adanya indikasi korupsi dilihat dari kegagalan konstruksi sehingga pengerjaan pembangunan RS Batua Makassar itu terbengkalai hingga saat ini.
Adapun pengerjaan proyek pembangunan RS Batua Makassar Tipe C tersebut, diketahui dikerjakan oleh perusahaan rekanan, PT Sultana Nugraha dengan menggunakan pagu anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2018 tepatnya senilai Rp29 miliar. Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam hal ini bertindak selaku pengelola pagu anggaran puluhan miliar tersebut.