Tanri Abeng: Bentuk Super Holding BUMN Itu Bukan Sulapan

Beberapa waktu lalu, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama mengusulkan agar Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan superholding

oleh Athika Rahma diperbarui 29 Sep 2020, 06:20 WIB
Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng memberikan keterangan pers terkait perombakan jajaran direksi Pertamina di Jakarta, Jumat (3/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu, Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengusulkan agar Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan super holding. Wacana ini terlontar gegara Kementerian BUMN dinilai tidak efektif dalam mengawasi BUMN-BUMN yang jumlahnya sangat banyak.

Menanggapi hal itu, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan Tanri Abeng turut angkat bicara. Menurutnya, wacana super holding memang sudah dicanangkan dari dulu bahkan sejak dirinya menjabat menjadi Menteri Negara Pendayagunaan BUMN.

Kendati, usulan tersebut tidak bisa dilaksanakan begitu saja. Menurut road map pengembangan BUMN miliknya saat itu, perlu waktu 3-5 tahun untuk mempersiapkan transisi itu semua.

"Road map saya, tahun 2000-2015 saya sudah merancang Kementerian BUMN berakhir pada 2010. Dari 2010, dia sudah jadi Badan Pengelola BUMN, kementerian hilang. Dia perlu bertahan 5 tahun karena kita perlu persiapan, nggak bisa sulap-sulapan, kita perlu 3-5 tahun, nggak bisa langsung," ujar Tanri Abeng dalam webinar, Senin (28/9/2020).

Lanjutnya, sinyal perubahan Kementerian BUMN menjadi super holding juga belum terpancar dari pemimpin negara. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, pemulihan kesehatan dan ekonomi menjadi hal yang prioritas.

Saat ini, Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin mendapatkan tugas untuk menangani pemulihan ekonomi nasional. Tugas mereka, menurut Tanri Abeng, sangat berat sehingga wacana transisi ini tidak bisa disegerakan.

"Perkiraan saya, krisis ini tidak akan berakhir sampai akhir tahun depan. Itu artinya, tugas Menteri BUMN dan Wakil Menteri BUMN masih sangat diperlukan dan berkelanjutkan. Oleh karena itu, saya terus terang, nggak begitu paham kalau ada yang mau menyulap gitu, ya," ujar Tanri Abeng.

Untuk saat ini, Tanri Abeng mengajak agar seluruh pihak mendukung Menteri BUMN dan Wakil Menteri BUMN yang sedang bertugas di Komite Penanganan Covid-10 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

"Menurut saya kita harus ucapkan selamat bertugas kepada Bung Erick dan Budi, semoga betul-betul sukses untuk menangani tugas yang menantang. Tapi saya yakin BUMN punya peranan untuk bisa berkontribusi penanggulangan krisis ini," tutupnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dahlan Iskan Jawab Ahok: Tak Mudah Ubah BUMN Jadi Seperti Temasek

Dahlan Iskan

Banyak orang berpendapat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya bisa bertranformasi menjadi superholding seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia dengan Temasek. Salah satu pendapat tersebut berasal dari Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan pun ikut ambil suara dalam pendapat tersebut, Menurutnya, Indonesia membutuhkan waktu lama untuk membentuk superholding seperti Tamasek.

Dahlan mengatakan, selama ini setiap kali pembentukan holding disuarakan maka selalu muncul suara-suara penolakan dari segala sisi. Penolakan datang dari berbagai pihak terutama dari serikat buruh.

"Selama ini setiap kali dirancang pembentukan holding selalu saja ribut. Selalu terjadi penentangan yang keras dari masing-masing internal perusahaan. Terutama dari serikat buruhnya," ujar Dahlan, Jakarta, Kamis (17/9/2020).

Sulitnya pembentukan holding di BUMN selama ini antara lain, karena harus lewat persetujuan DPR. Setidaknya perlu proses politik yang sangat panjang dan DPR belum tentu setuju.

"Nah, siapa tahu pemerintah sekarang sudah sangat yakin bahwa DPR yang sekarang bukan masalah lagi. Awalnya saya termasuk yang setuju dengan pembentukan superholding secepatnya. Sekaligus sebagai tanda berakhirnya Kementerian BUMN," jelasnya.

Jika memaksakan membentuk holding BUMN maka pemerintah harus banyak mengubah undang-undang yang sudah ada saat ini. Salah satu contohnya adalah undang-undang perbankan.

"Tapi akhirnya saya tahu begitu banyak UU yang harus diubah. Terutama UU Perbankan. Apakah realistis memaksakannya? Tapi siapa tahu BTP memang bisa. Siapa tahu segera ada omnibus law untuk pembentukan superholding itu. Kalau itu benar-benar terjadi seperti di video BTP Presiden Jokowi pun dan BTP akan tercatat abadi dalam sejarah BUMN," paparnya.

Melihat banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk holding per sektor sejak jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Jokowi maka setidaknya butuh waktu 10 periode kepresidenan untuk membentuk BUMN mirip Tamasek.

"Kalau satu masa jabatan presiden bisa melahirkan dua holding, mungkin diperlukan 10 periode kepresidenan. Untuk bisa sampai ke terbentuknya superholding seperti Temasek. Itu pun kalau gelombang politik tidak berubah," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya