Tenaga Medis Tersangka Pelecehan di Bandara Soetta Kirim Uang Rampasan ke Orangtua

Pada saat tahu dugaan pelecehan seksual yang dilakukannya viral lewat cuwitan korban, dia langsung kabur ke Sumatera Utara.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 28 Sep 2020, 21:02 WIB
Ilustrasi Penangkapan (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Uang hasil pemerasan terhadap penumpang wanita berinisial LHI di Bandara Soekarno Hatta sebesar Rp 1,4 juta ternyata dipakai tersangka pelecehan seksual EFY untuk mentransfer orangtuanya di kampung halaman.

"Dia gunakan untuk macam-macam. Pertama untuk mentransfer ibunya di kampung halaman, lalu untuk sehari-hari juga," ujar Kombes Yusri Yunus, Kabid Humas Polda Metro Jaya, di Polresta Bandara Soetta, Senin (28/9/2020).

Bukan hanya untuk itu, uang hasil rampasan tersebut digunakan untuk biaya pulang ke Sumatera Utara melalui jalur darat.

Pada saat tahu dugaan pelecehan seksual yang dilakukannya viral lewat cuwitan korban, dia langsung kabur ke Sumatera Utara. ELY juga langsung mematikan seluruh perangkat smartphone, media sosial dan akses komunikasi lainnya.

"Dia ini kabur 18 September 2020, pas viral di media sosial. Di sana dia kabur dan langsung menonaktifkan semua media sosial dan handphonenya," ujar Yusri soal ulah tersangka pelecehan seksual itu.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pasal Berlapis

Sebelumnya, tenaga medis yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada penumpang usai rapid test di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dijerat dengan pasal berlapis. Kasat Reskrim Polres Bandara Soetta, Kompol Alexander Yurikho mengatakan, salah satunya dengan pasal pelecehan.

"Ya betul kami jerat tersangka dengan pasal berlapis, pelecehan, pemerasan dan penipuan," kata Alexander saat dikonfirmasi, Jumat (25/9/2020).

Dia merinci ketiga pasal tersebut yakni, Pasal 289 dan/atau Pasal 294 untuk dugaan pelecehan seksual, 368 KUHP untuk kasus pemerasan, dan/atau Pasal 378 KUHP terkait penipuan.

"Jadi tiga ya, Pasal 289 dan 294 ancaman diatas lima tahun penjara, 368 ancaman sembilan tahun, dan 378 ancaman empat tahun," jelas Alexander.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya