Liputan6.com, Jakarta - Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto meluruskan polemik perbedaan hasil tes usap atau swab test Covid-19 yang dilakukan pihaknya dan tempat lain. Menurut Wawan perbedaan terjadi dikarenakan BIN memiliki standar berbeda yang lebih sensitif. Sehingga dapat mendeteksi virus dengan lebih akurat pada seorang tak bergejala atau asimptomatik.
"BIN menerapkan ambang batas standar hasil PCR tes lebih tinggi dibandingkan institusi lain. Nilai CT QPCR atau ambang batas bawah hasil tes PCR biasanya adalah 35, tapi BIN menaikkan ambang batas bawah menjadi 40," jelas Wawan saat dihubungi, Senin (28/9/2020).
Advertisement
Wawan menambahkan, BIN juga melakukan validitas melalui triangulasi 3 jenis gen, yaitu RNP/IC, N dan ORF1ab. Dia juga merinci, tiga faktor penyebab hasil tes usap positif menjadi negatif. Pertama jasad renik virus yang sudah berkurang dan hampir hilang, kedua bias pre-anaitik, dan ketiga, sensitivitas reagen.
"BIN menggunakan reagen perkin elmer dari Amerika Serikat, A-star fortitude dari Singapura, dan Wuhan easy diag asal China. Reagen tersebut memiliki standar lebih tinggi dan sensitif terhadap strain Covid-19 dibanding genolution dari Korea dan liferiver dari China," jelas Wawan.
Karenanya, lanjut Wawan, hasil berbeda terhadap tes usap dapat dipengaruhi sejumlah faktor yang telah dijelaskannya, seperti kondisi alat, waktu uji, kondisi pasien, dan kualitas tes kit.
"Alat digunakan BIN sudah melewati proses sertifikasi oleh lembaga internasional dan dinyatakan layak sesuai standar bersertifikat juga telah didesain mengikuti standar protokol laboratorium, proses sertifikasi metode tes oleh BIN juga dilakukan oleh lembaga sertifikasi internasional, World Bio Haztec asal Singapura dengan kerjasama LBM Eijkman untuk standar hasilnya," Wawan menandasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Mengapa BIN Ikut Lakukan Tes Usap?
Wawan menambahkan, turun tangannya BIN selama pandemi COVID-19, hingga melaksanakan tes usap, merujuk payung hukum UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang intelijen negara, pasal 30 huruf d.
"Ancaman kesehatan juga merupakan bagian dari ancaman terhadap keamanan manusia yang merupakan ranah kerja BIN sehingga dengan dasar tersebut BIN turut berpartisipasi secara aktif membantu Satgas Penanganan COVID-19 dengan melakukan operasi medical intelligence (intelijen medis)," tegas Wawan.
Wawan mengungkap, ada sejumlah operasi intel medis dilakukan BIN, seperti tes usap, dekontaminasi dan kerja sama dalam pengembangan obat dan vaksin.
Berkaca pada Amerika Serikat, sambung Wawan, terlibatnya intelijen dalam penanganan kesehatan adalah kewajaran. Menurutnya, AS juga mempunyai national center for medical inteligence (NCMI) dalam melakukan surveillance penyakit menular di dunia.
"Yang dilakukan BIN semata membantu pemerintah dalam mempercepat penanganan pandemi COVID-19 melalui 3 T yaitu testing, tracing dan treatment. Menurut dia, kapasitas testing di Indonesia masih di bawah rata-rata tes harian yang ditetapkan WHO," Wawan menandasi.
Advertisement