Dahlan Iskan: Ada 30 BUMN Sudah Meninggal tapi Belum Dikubur

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut ada puluhan BUMN yang sudah mati namun belum kunjung dihentikan secara resmi operasionalnya.

oleh Athika Rahma diperbarui 28 Sep 2020, 21:32 WIB
Dahlan Iskan

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri BUMN Era Presiden SBY, Dahlan Iskan membeberkan, ada puluhan BUMN yang sudah mati namun belum kunjung dihentikan secara resmi operasionalnya.

Menurut gambarannya, ada sekitar 30 BUMN yang sudah mati tapi 'belum dikubur'. Alasan belum 'dikubur'nya BUMN ini karena adanya hambatan hukum hingga politik.

"Bayangan saya, minimal ada 30 BUMN yang sebetulnya sudah meninggal dunia tapi mayatnya belum dikubur seperti Merpati, PFN (Produksi Film Negara). Ada kira-kira 30. Tinggal mengubur saja karena sudah mati dan nggak ada nafas, tapi nggak bisa karena ada hambatan hukum, politik," ujar Dahlan dalam webinar Superholding BUMN: Mungkin dan Perlukah, Senin (28/9/2020).

Dahlan bercerita, saat dirinya menjabat sebagai Menteri BUMN, ia memiliki gagasan untuk membangun BUMN PPA (Perusahaan Pengelola Aset). Nantinya, 'mayat-mayat' BUMN tersebut dijadikan anak usaha PPA.

Menurutnya, hambatan hukum dan politik dalam membubarkan BUMN dapat terselesaikan dengan menjadikan BUMN mati tersebut menjadi anak usaha PPA. Proses penghentian operasionalnya lebih mudah karena hanya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saja.

"Tapi, ini belum selesai-selesai. Misalnya ini PFN sudah mati, biarpun mau diubah jadi pendanaan film, itu akan merepotkan, jadi sudahlah kuburkan saja dengan baik, disholawati, supaya tidak merepotkan semua yang hidup," ujar Dahlan sembari berkelakar.

Bahkan lanjutnya, jika pemerintah memiliki uang, lebih baik uang tersebut digunakan untuk membuat perusahaan baru saja ketimbang menyelamatkan BUMN yang sudah mati.

Dahlan juga menyoroti wacana pembubaran Kementerian BUMN menjadi superholding, seperti Temasek milik Singapura. Meskipun 'keren', namun Indonesia tidak serta merta bisa langsung menuju tahap itu. Bahkan, Malaysia saja belum begitu sukses dengan superholdingnya, Khazanah.

Kemudian, proses pembentukannya juga tidak bisa hanya melibatkan satu pihak, melainkan seluruh pemangku kepentingan termasuk rakyat lewat DPR.

"Karena itu kalau niat membuat superholding ini dianggap penting, saya kira sekarang saja mumpung DPR diminta apa saja mau. Karena DPR ini semacam sudahlah, tutup mata yang penting pemerintah jalan, sehingga kalau mau bentuk superholding BUMN sekarang, belum tentu DPR yang akan datang sikapnya seperti ini," sindir Dahlan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tanri Abeng: Bentuk Superholding BUMN Itu Bukan Sulapan

Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng memberikan keterangan pers di Jakarta, Jumat (3/2). RUPS Pertamina hari ini memutuskan mencopot Direktur Utama Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang dari jabatannya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Beberapa waktu lalu, Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengusulkan agar Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan superholding. Wacana ini terlontar gegara Kementerian BUMN dinilai tidak efektif dalam mengawasi BUMN-BUMN yang jumlahnya sangat banyak.

Menanggapi hal itu, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan Tanri Abeng turut angkat bicara. Menurutnya, wacana superholding memang sudah dicanangkan dari dulu bahkan sejak dirinya menjabat menjadi Menteri Negara Pendayagunaan BUMN.

Kendati, usulan tersebut tidak bisa dilaksanakan begitu saja. Menurut road map pengembangan BUMN miliknya saat itu, perlu waktu 3-5 tahun untuk mempersiapkan transisi itu semua.

"Road map saya, tahun 2000-2015 saya sudah merancang Kementerian BUMN berakhir pada 2010. Dari 2010, dia sudah jadi Badan Pengelola BUMN, kementerian hilang. Dia perlu bertahan 5 tahun karena kita perlu persiapan, nggak bisa sulap-sulapan, kita perlu 3-5 tahun, nggak bisa langsung," ujar Tanri Abeng dalam webinar, Senin (28/9/2020).

Lanjutnya, sinyal perubahan Kementerian BUMN menjadi superholding juga belum terpancar dari pemimpin negara. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, pemulihan kesehatan dan ekonomi menjadi hal yang prioritas.

Saat ini, Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin mendapatkan tugas untuk menangani pemulihan ekonomi nasional. Tugas mereka, menurut Tanri Abeng, sangat berat sehingga wacana transisi ini tidak bisa disegerakan.

"Perkiraan saya, krisis ini tidak akan berakhir sampai akhir tahun depan. Itu artinya, tugas Menteri BUMN dan Wakil Menteri BUMN masih sangat diperlukan dan berkelanjutkan. Oleh karena itu, saya terus terang, nggak begitu paham kalau ada yang mau menyulap gitu, ya," ujar Tanri Abeng.

Untuk saat ini, Tanri Abeng mengajak agar seluruh pihak mendukung Menteri BUMN dan Wakil Menteri BUMN yang sedang bertugas di Komite Penanganan Covid-10 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

"Menurut saya kita harus ucapkan selamat bertugas kepada Bung Erick dan Budi, semoga betul-betul sukses untuk menangani tugas yang menantang. Tapi saya yakin BUMN punya peranan untuk bisa berkontribusi penanggulangan krisis ini," tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya