Liputan6.com, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte meminta Facebook memberi penjelasan atas langkah perusahaan menghapus sejumlah akun pendukung pemerintah.
Menurut Duterte, Facebook tak bisa menghentikannya untuk mempromosikan pemerintahannya.
Baca Juga
Advertisement
Duterte pun meminta agar Facebook menyebutkan apa tujuan kehadiran mereka di Filipina.
"Facebook, dengarkan saya. Kami mengizinkan kalian untuk tetap beroperasi di sini, berharap kalian bisa membantu kami. Kini jika pemerintah tidak bisa mendukung suatu hal demi kebaikan rakyat, lalu apa tujuan kalian ada di negara saya?," tanya Presiden Duterte, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (29/9/2020).
Pernyataan Duterte ini sehubungan dengan langkah Facebook pada 22 September lalu. Di mana, perusahaan berupaya membongkar jaringan akun palsu yang dinilai berasal dari Tiongkok dan Filipina.
Facebook sendiri mengaitkan beberapa akun palsu di Filipina dengan militer dan polisi. Namun, pihak militer dan polisi membantah bahwa mereka adalah pemegang akun.
Sesalkan Keputusan Facebook
Belakangan, militer Filipina menyebut, mereka menyesali keputusan Facebook menghapus halaman milik sekelompok orangtua yang berupaya membentuk awareness terkait perekrutan komunis.
Angkatan Bersenjata Filipina pun menanyakan apakah Facebook dapat memulihkan halaman "Hands of Our Children". Pasalnya, laman advokasi tersebut merupakan sesuatu yang dibagikan dan dimajukan oleh militer.
"Apa gunanya mengizinkan Anda (beroperasi di Filipina) jika Anda tidak dapat membantu kami? Kami tidak menganjurkan pemusnahan massal, kami juga tidak mendukung pembantaian. Ini adalah pertarungan ide," kata Presiden Duterte.
Advertisement
Faceboook Anggap ada Perilaku Tidak Autentik
Duterte lebih lanjut mengecam, jika Facebook mempromosikan penyebab pemberontakan dan tidak dapat memberikan kedamaian serta menyebutkan tujuan kehadirannya di Filipina, Duterte perlu berbicara dengan perwakilan Facebook.
Sementara itu, terkait penghapusan banyak akun, Facebook berdalih, akun palsu dibongkar karena terlibat dalam perilaku tidak autentik yang terkoordinasi.
Platform seperti Facebook telah menjadi medan pertempuran politik dan membantu memperkuat basis dukungan terhadap Duterte dalam pemilihannya pada 2016.
"Apakah ada kehidupan setelah Facebook? Saya tidak tahu," tuturnya.
(Tin/Isk)