Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN terus melakukan perampingan perusahaan pelat merah demi efisiensi dan efektivitas kinerja. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan, pihaknya kini tengah memetakan kondisi BUMN.
Dari 108 BUMN, terdapat 14 BUMN akan dilikuidasi melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Advertisement
"Yang dikonsolidasikan atau dimerger ada 34 BUMN, yang dikelola PPA ada 19 BUMN dan dilikuidasi lewat PPA ada 14 BUMN. Ini akan membuat BUMN ramping," ujar Arya dalam webinar, ditulis Selasa (29/9/2020).
Arya bilang, sekarang Kementerian BUMN tidak mempunyai hak untuk langsung melikuidasi perusahaan pelat merah.
Nantinya akan terdapat aturan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Sementara soal superholding, Arya bilang Menteri BUMN Erick Thohir akan fokus untuk memperkuat holding BUMN yang dibangun saat ini.
"Tujuannya adalah untuk supply chain agar semakin kuat. Ketika sudah kuat nanti kita lihat apakah butuh superholding," kata Arya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Dahlan Iskan: Ada 30 BUMN Sudah Meninggal tapi Belum Dikubur
Sebelumnya, Mantan Menteri BUMN Era Presiden SBY, Dahlan Iskan membeberkan, ada puluhan BUMN yang sudah mati namun belum kunjung dihentikan secara resmi operasionalnya.
Menurut gambarannya, ada sekitar 30 BUMN yang sudah mati tapi 'belum dikubur'. Alasan belum 'dikubur'nya BUMN ini karena adanya hambatan hukum hingga politik.
"Bayangan saya, minimal ada 30 BUMN yang sebetulnya sudah meninggal dunia tapi mayatnya belum dikubur seperti Merpati, PFN (Produksi Film Negara). Ada kira-kira 30. Tinggal mengubur saja karena sudah mati dan nggak ada nafas, tapi nggak bisa karena ada hambatan hukum, politik," ujar Dahlan dalam webinar Superholding BUMN: Mungkin dan Perlukah, Senin (28/9/2020).
Dahlan bercerita, saat dirinya menjabat sebagai Menteri BUMN, ia memiliki gagasan untuk membangun BUMN PPA (Perusahaan Pengelola Aset). Nantinya, 'mayat-mayat' BUMN tersebut dijadikan anak usaha PPA.
Menurutnya, hambatan hukum dan politik dalam membubarkan BUMN dapat terselesaikan dengan menjadikan BUMN mati tersebut menjadi anak usaha PPA. Proses penghentian operasionalnya lebih mudah karena hanya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saja.
"Tapi, ini belum selesai-selesai. Misalnya ini PFN sudah mati, biarpun mau diubah jadi pendanaan film, itu akan merepotkan, jadi sudahlah kuburkan saja dengan baik, disholawati, supaya tidak merepotkan semua yang hidup," ujar Dahlan sembari berkelakar.
Bahkan lanjutnya, jika pemerintah memiliki uang, lebih baik uang tersebut digunakan untuk membuat perusahaan baru saja ketimbang menyelamatkan BUMN yang sudah mati.
Dahlan juga menyoroti wacana pembubaran Kementerian BUMN menjadi superholding, seperti Temasek milik Singapura. Meskipun 'keren', namun Indonesia tidak serta merta bisa langsung menuju tahap itu. Bahkan, Malaysia saja belum begitu sukses dengan superholdingnya, Khazanah.
Kemudian, proses pembentukannya juga tidak bisa hanya melibatkan satu pihak, melainkan seluruh pemangku kepentingan termasuk rakyat lewat DPR.
"Karena itu kalau niat membuat superholding ini dianggap penting, saya kira sekarang saja mumpung DPR diminta apa saja mau. Karena DPR ini semacam sudahlah, tutup mata yang penting pemerintah jalan, sehingga kalau mau bentuk superholding BUMN sekarang, belum tentu DPR yang akan datang sikapnya seperti ini," sindir Dahlan.
Advertisement