Rampung di Panja, RUU Cipta Kerja Akan Dibahas Tim Perumus dan Sinkronisasi

Supratman menjelaskan, masih ada beberapa tahapan yang akan dilewati setelah pembahasan RUU Cipta Kerja di tingkat tim perumus dan tim sinkronisasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Sep 2020, 16:20 WIB
Suasana rapat kerja perwakilan pemerintah dengan Ketua Badan Legistasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2020). Raker ini membahas lebih lanjut rancangan undang-undang Cipta Kerja dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law telah selesai dilakukan di tingkat Panitia Kerja (Panja). Selanjutnya, pembahasan regulasi sapu jagat tersebut akan dilanjutkan di tingkat tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin).

"Pembahasan RUU baru masuk di tahap kedua setelah rapat kerja dan panja. Besok kita akan masuk di tahap ketiga yakni pembahasan timus dan timsin," kata Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, Selasa (29/9/2020).

Supratman menjelaskan, masih ada beberapa tahapan yang akan dilewati setelah pembahasan RUU Cipta Kerja di tingkat tim perumus dan tim sinkronisasi. Di antaranya, rapat kerja antara Baleg dan pemerintah untuk mengambil keputusan tingkat I terkait RUU Cipta Kerja.

"Dan yang terakhir pengambilan keputusan di tingkat 2 di Paripurna yang akan datang," kata Supratman.

Supratman menilai, pembahasan RUU Cipta Kerja dengan metode omnibus law perlu dilakukan untuk melakukan sinkronisasi peraturan di Indonesia.


Tak Lagi Tumpang Tindih

Lebih lanjut, ia menjelaskan, kehadiran omnibus law ini sebagai cara agar tidak lagi terjadi tumpang tindih antar kementerian/lembaga mengenai peraturan dan kebijakan di Indonesia.

Dengan demikian, para pelaku usaha tidak mengelami kesulitan dalam berinvestasi dan harapannya bisa meningkatkan lapangan kerja di Indonesia.

"Omnibus yang dipakai satu-satunya cara bisa melakukan kegiatan harmonisasi dan sinkronisasi rancangan peraturan di Indonesia yang terlalu banyak tumpang tindih karena ego sektoral yang bermain. Ini menjadi satu metode bagus untuk menata hukum politik ke depan," kata Supratman.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya