UMSK 2020 Diteken Ridwan Kamil, Ini Besaran Upah Minimum di Bekasi dan Purwakarta

Besaran UMPS untuk tiga daerah tersebut berdasar dari PP 78 Tahun 2015 naiknya 8.05 dari upah minimum kota (UMK) yang telah ditetapkan.

oleh Arie Nugraha diperbarui 29 Sep 2020, 20:24 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan keterangan kepada pers usai mendapatkan suntik vaksin Covid-19 di Puskesmas Garuda, Kota Bandung, Jumat (28/8/2020). (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Jakarta - Tiga kelompok buruh dari Aliansi Buruh Bekasi, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia dan Aliansi Buruh Jawa Barat berhasil mendesak Gubernur Ridwan Kamil meneken surat keputusan upah minimum sektoral kota (SK UMSK) 2020 untuk tiga daerah. Daerah itu antara lain Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kabupaten Purwakarta.

Bahkan di penghujung unjuk rasa, para buruh sempat membongkar pagar kantor gubernur. Menurut Ketua FSPMI Sabilar Rosyad desakan dilakukan oleh kelompok buruh kepada Ridwan Kamil, disebabkan selama enam bulan sejak diserahkannya ajuan UMSK bulan Maret 2020 belum juga dikabulkan.

“Satu waktu yang sudah cukup panjang dan proses lobi sudah kita lakukan, aksi - aksi soft sudah kita lakukan tetapi sampai dengan saat ini kita masih belum tahu progresnya bagaimana. Hari ini kita meminta kepada gubernur, memberikan support supaya gubernur secepatnya menandatangani. Agar kondusifitas daerah dan kesejahteraan buruh di daerah juga bisa teratasi,” ujar Sabilar di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung, Selasa, 29 September 2020.

Sabilar mengatakan usai melakukan pertemuan dengan perwakilan pemerintah Jawa Barat, diketahui bahwa UMSK untuk Kabupaten Purwakarta telah diteken oleh Ridwan Kamil. Sedangkan untuk Kabupaten dan Kota Bekasi menyusul beberapa menit kemudian.

Bukti telah ditandatanganinya UMSK 2020 untuk tiga daerah tersebut, diterima oleh Sabilar dalam dokumen digital yang dikirim oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat. 

“Pertama untuk Kabupaten Purwakarta telah ditandatangani oleh Gubernur. Untuk Kabupaten dan Kota Bekasi telah diparaf dan langsung ditandatangani. Gubernur Ridwan Kamil menandatanganinya di Gedung Pakuan (rumah dinas),” sebut Sabilar.

Besaran UMPS untuk tiga daerah tersebut berdasar dari PP 78 Tahun 2015 naiknya 8.05 dari upah minimum kota (UMK) yang telah ditetapkan. UMK 2020 Kabupaten Purwakarta Rp Rp4.039.067,66, Kabupaten Bekasi Rp 4.49.8961,51 dan Kota Bekasi Rp 4.589.708,90.

Tiga kelompok buruh tersebut mengaku, desakan ditekennya UMSK 2020 untuk Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi itu sekaligus sebagai pemanasan rangkaian unjuk rasa menolak disahkannya RUU Omnibus Law oleh DPR RI dan pemerintah. (Arie Nugraha) 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Buruh Tuntut Kenaikan Upah Minimum 8 Persen di 2021

Ribuan buruh melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2021 sekurang-kurangnya sebesar 8 persen.

Di mana kenaikan sebesar 8 persen tersebut, setara dengan kenaikan upah minimum dalam tiga tahun terakhir. Demikian disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Sabtu (5/9).

“Walaupun pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi minus dalam 2 kwartal terakhir, tetapi daya beli masyarakat harus tetap dijaga. Dengan demikian, adanya inflansi harga barang tetap terjangkau dengan adanya kenaikan upah yang wajar,” kata Said Iqbal di Jakarta, Sabtu (5/9/2020).

Dengan kenaikan upah minimum sekurang-kurangnya 8 persen tersebut, kata Said Iqbal, bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, sekaligus sebagai upaya untuk melakukan recovery ekonomi.

“Dalam situasi seperti sekarang ini, eksport belum bisa diharapkan. Oleh karena itu, untuk menjaga agar recovery ekonomi tetap terjadi, yang harus dilakukan adalah meningkatkan nilai konsumsi dengan cara meningkatkan kenaikan upah minimum tahun 2021,” tegasnya.

Said Iqbal membandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen.

“Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan, karena pertumbuhan ekonomi sedang minus,” tambahnya.

Justru karena pada saat itu pemerintah tetap menaikkan upah meskipun pertumbuhan ekonomi sedang minus, akhirnya konsumsi tetap terjaga.

“Jadi bukan hal yang baru, ketika ekonomi minus, upah tetap dinaikkan,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini.

Untuk itu, KSPI akan memerintahkan seluruh kadernya yang duduk di dalam Dewan Pengupahan di seluruh Indonesia untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum 2021. 


Perusahaan yang Kena Dampak Covid-19

Pejalan kaki melintasi lajur penyebrangan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli hingga PHK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara itu, bagi perusahaan di industri tertentu yang terpukul akibat resesi ekonomi dan covid 19 seperti hotel, maskapai penerbangan, restoran, dan sebagian industri padat karya domestik, jika memang keberatan dengan kenaikan upah minimum dapat mengajukan penangguhan sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Itu pun harus ada pesetujuan dengan serikat pekerja dan dibuktikan dengan laporan keuangan yang menyatakan benar-benar rugi.

“Intinya, KSPI berpendapat kondisi ini tidak bisa dipukul rata. Hanya karena pertumbuhan ekonomi minus, seluruh perusahaan kemudian tidak naik upah minimumnya,” ujarnya.

Di saat yang sama, Sadi Iqbal kembali menegaskan, bahwa KSPI meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja atau isi dari Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jangan ada yang dikurangi sedikitpun.

“KSPI tetap menolak omnibus law RUU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan sebagaimana sikap di atas. Sikap KSPI ini juga menjadi sikap serikat pekerja dalam tim perumus RUU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan bersama DPR RI,” ungkap Said Iqbal.

“Terhadap sikap ini, KSPI tidak akan kompromi. Bilamana ada hal-hal terkait ketenagakerjaan yang akan diatur dalam omnibus law, sebaiknya hanya menyangkut penguataan pengawasan perburuhan, meningkatkan produktifitas melalui pendidikan dan pelatihan, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerja di industri startup, UMKM, dan tranpostrasi online. Sedangkan isi dari Undang-Undang No 13 tahun 2003 tidak boleh direvisi,” pungkasnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya