Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemakaian hijab kembali jadi kontroversi di Singapura. Sebulan setelah toserba Tangs membuat marah banyak orang, termasuk Presiden Singapura Halimah Yacob, karena meminta promotor melepas jilbabnya, perusahaan lokal lain mendapat tekanan serupa karena kebijakan penggunaan penutup kepala.
Lewat sebuah unggahan di Facebook yang menyebut At-Sunrice Global Chef Academy, pekan lalu, seorang perempuan mengklaim, ia diberi tahu tak akan dapat menghadiri kursus masak jajanan pasar tradisional khas Malaysia jika mengenakan hijab.
Ia akhirnya mendapat pengembalian uang penuh untuk kursus tersebut, kecuali biaya administrasi. Ia pun mempertanyakan, "Mengapa tidak bisa memakai hijab saat mengikuti kursus? Mengapa mendiskriminasi hijab? Menurut saya memasak dengan penutup kepala malah lebih higienis."
Baca Juga
Advertisement
"Yang membuat saya gusar adalah mereka mengiklankan kursus jajanan kuliner Malaysia. Menurut Anda, siapa yang akan melamar kursus ini? Tentu saja banyak perempuan Melayu," lanjutnya. Komunitas Melayu di Singapura memang didominasi Muslim.
Unggahan perempuan itu didukung warganet yang sama-sama mempertanyakan alasan di balik kebijakan sekolah tersebut. Namun, ada pula yang membela pihak perusahaan dan menyatakan bahwa mereka telah menyatakan syarat dan ketentuan dengan jelas.
Pada AsiaOne yang dikutip Rabu (30/9/2020), pihak At-Sunrice Global Chef Academy menjelaskan, sebagai bagian dari kebijakan seragamnya, mahasiswa profesional dilarang mengenakan topi atau penutup kepala apa pun, selain jala rambut dan topi koki yang telah disetujui pihak akademi.
"Konsep seragam tersebut sedang dikonsultasikan dengan industri agar disesuaikan dengan sifat pekerjaan, serta untuk alasan operasional dan keselamatan," kata pihak akademi itu.
"Kami menyambut siswa dari berbagai latar belakang dan banyak kebangsaan di At-Sunrice. Demi memastikan semua siswa At-Sunrice Global Chef Academy menerima pendidikan dalam lingkungan yang mendorong pembelajaran berkualitas, kami telah memperkenalkan seperangkat standar perawatan paling sesuai untuk industri F&B," sambungnya. Sebagai penegasan, pihaknya mengatakan, tak ada pengecualian yang dibuat untuk penutup kepala religius, seperti hijab.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ada Ruang untuk Diskriminasi
Hanya sekitar 10 persen siswa Muslim yang menghadiri kursus masak jajanan pasar tradisional khas Malaysia, pihak akademi menambahkan. Kursus ini sendiri berkapasitas maksimal 15 orang.
Dijelaskan pula bahwa standar perawatan hanya berlaku untuk program profesional akademi, seperti kursus diploma dan jajanan. Siswa yang mengambil kursus paruh waktu, seperti pelajaran koki pribadi, tak dibebankan standar yang sama.
Singapura menyatakan diri sebagai masyarakat multi-agama. Namun, sejumlah insiden yang melibatkan beberapa yang memakai penutup kepala religius mengaku acap kali mendapat komentar menyinggung dan diskriminasi. Pada Juli, seorang pria Sikh mengatakan, pewawancara menanyakan apakah ia dapat melepas serbannya untuk pekerjaan itu.
Kebijakan perusahaan Tangs soal pemakaian penutup kepala religius juga dikritik secara luas bulan lalu, mendorong toko tersebut untuk mengubah kebijakannya. Berbicara menentang kebijakan asli Tangs, Presiden Halimah mengatakan bahwa tak ada ruang untuk diskriminasi dalam masyarakat Singapura.
Advertisement