Sederet Pengakuan Jaksa Pinangki dalam Eksepsi

Dalam Pengadilan Tipikor, Jaksa Pinangki menyampaikan nota keberatan yang disampaikan JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung).

oleh Maria Flora diperbarui 30 Sep 2020, 20:43 WIB
Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang beragenda pembacaan eksepsi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan korupsi yang menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari, hari ini Rabu (30/9/2020), kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Perempuan yang kerap disapa Jaksa Pinangki ini hadir untuk menyampaikan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Salah satunya atas tuduhan telah menerima suap USD 500 ribu dari Djoko Tjandra, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

Menurut JPU, uang yang diterima Jaksa Pinangki merupakan uang untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) agar terpidana cassie atau hak tagih Bank Bali, Djoko Djandra bisa kembali ke Tanah Air tanpa harus menjalani hukuman setelah buron 11 tahun.

Selain itu, ada hal menarik dalam sidang pembacaan eksepsi hari ini, saat Majelis Hakim Tipikor, IG Eko Purwanto meminta borgol yang membelenggu Jaksa Pinangki dilepaskan. Dia pun berharap kejadian serupa tak akan lagi terjadi di sidang berikutnya.

"Sidang yang akan datang tidak boleh terjadi lagi," kata Eko, Rabu (30/9/2020). 

Lantas, hal apa saja yang diungkap Jaksa Pinangki saat membacakan eksepsi di depan hakim Tipikor hari ini?

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Bantah Terima Suap dan Pencucian Uang

Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang beragenda pembacaan eksepsi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Oleh Jaksa Pinangki, keseluruhan dakwaan yang telah disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dibantah. Seperti dugaan telah menerima suap, memberikan suap, bermufakat jahat, serta pencucian uang didasarkan pada bukti-bukti keterangan yang tidak bersesuaian.

"Ditambah lagi dengan banyaknya opini-opini yang sengaja dibentuk dan digiring oleh sejumlah pihak sehingga mempersalahkan terdakwa untuk hal-hal yang tidak dilakukan," tutur Kuasa Hukum Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2020).

Menurutnya, dakwaan tindak pidana korupsi yang dialamatkan JPU terhadap kliennya tidak dapat dibuktikan. Dia pun dengan tegas menyatakan bahwa Jaksa Pinangki tidak menerima uang senilai USD 500 ribu dari Djoko Tjandra. 

"Dalam Dakwaan Penuntut Umum menuduhkan terdakwa telah menerima uang sejumlah USD 500 ribu dari Djoko Soegiarto Tjandra. Dimana uang tersebut katanya diserahkan oleh Djoko Soegiarto Tjandra melalui Kuncoro yang kemudian diganti menjadi Heriyadi Anggakusuma (adik iparnya) untuk kemudian diberikan kepada Andi irfan Jaya,” ucap Kuasa Hukum Pinangki.

"Anehnya atas pemberian uang tersebut Djoko Soegiarto Tjandra justru tidak pernah mengkonfirmasi apakah Andi Irfan Jaya benar-benar telah menerima uang tersebut dan tidak pernah sekali pun meminta pelaksanaan pekeriaan yang dimintakan kepada Andi Irfan Jaya," lanjut dia.

Terkaiit pencucian uang, menurut kuasa hukum, penyidik seakan-akan mencari kecocokan perihal adanya uang tersebut dari kegiatan transaksi jaksa Pinangki dengan pengeluarannya yang dilakukan sepanjang November 2019 sampai dengan Juli 2020. 

"Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yang didasarkan pada Pasal 5 (2) juncto Pasal 5 (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, menurut terdakwa sangatlah tidak jelas. Karena peristiwa korupsi yang dituduhkan kepada terdakwa yaitu menerima uang sejumlah USD 500 ribu tidak didukung dengan bukti yang nyata, bahkan sampai saat ini, siapa pemberi dan siapa penerima uang masih tidak jelas," ujarnya.


Bantah Proposal Action Plan

Banner Infografis KPK Ambil Alih Kasus Jaksa Pinangki? (Liputan6.com/Triyasni)

Terkait dakwaan JPU soal tindakan pemufakatan jahat dalam pengurusan Fatwa MA Djoko Tjandra, menurut kuasa hukum Pinangki, tuduhan tersebut bersifat dipaksakan.

"Faktanya apa yang dituduhkan tersebut tidak jadi dilaksanakan, karena Djoko Soegiarto Tjandra telah menyatakan Action Plan proses fatwa tersebut tidak masuk akal dan memilih untuk menempuh jalur pengajuan Peninjauan Kembali melalui pengacara Anita Kolopaking. Dengan kata lain, Permufakatan tersebut tidak ada kata sepakat dan tidak terjadi," jelasnya. 

Kuasa hukum juga mengingatkan bahwa jaksa Pinangki bukanlah pembuat proposal Action Plan dan pencatut nama Hatta Ali dan Burhanuddin.

"Karena sejak awal pemeriksaan di penyidikan terdakwa tidak mau berspekulasi dengan nama-nama yang ada dalam Action Plan, karena memang tidak tahu dari mana asal Action Plan tersebut apalagi isi didalamnya. Sehingga menjadi pertanyaan besar kenapa terdakwa masih didakwa dengan suatu hal yang nyata-nyatanya tidak terjadi," ujarnya.


Tak Pernah Sebut Nama Hatta Ali dan ST Burhanuddin

Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020). Sidang beragenda pembacaan dakwaan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam nota keberatan yang dibacakan kuasa hukumnya, jaksa Pinangki juga menegaskan bahwa dirinya  tidak pernah menyebut nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan eks Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dalam proses penyidikan perkara suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

“Perihal nama Bapak Hatta Ali dan Bapak ST Burhanuddin yang ikut dikait-kaitkan namanya belakangan ini dalam permasalahan hukum terdakwa, sama sekali tidak ada hubungannya dan terdakwa tidak pernah menyebut nama beliau, dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara terdakwa," ujar Pinangki dalam eksepsinya.

Pinangki menegaskan kasus hukumnya tak ada hubungannya dengan Hatta Ali maupun ST Burhanuddin. Terkait Hatta Ali, Pinangki dalam eksepsinya menyebut hanya mengetahui Hatta Ali sebagai mantan Ketua MA.

Pinangki mengaku tidak mengenal secara personal dan tidak pernah berkomunikasi dengan Hatta Ali. Begitu pula dengan ST Burhanuddin, dia mengaku hanya mengetahui bahwa dia sebagai atasannya di Kejagung.

"Namun tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan beliau," kata tim kuasa hukum dalam eksepsi Jaksa Pinangki.


Sebut Jaksa Tak Punya Cukup Bukti

Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang beragenda pembacaan eksepsi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pengacara jaksa Pinangki Sirna Malasari, Aldres Napitupulu menyebut Kejaksaan Agung (Kejagung) tak memiliki alat bukti yang cukup dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Dia menilai Kejagung menjerat kliennya hanya dari pernyataan Djoko Soegiarto Tjandra.

"Kami menyampaikan nota keberatan, poin-poinnya adalah, pertama soal pelanggaran yang diderita Ibu Pinangki, antara lain tak cukupnya alat bukti saat dijadikan tersangka. Karena ketika ditetapkan sebagai tersangka itu hanya ada keterangan dari Djoko Tjandra," ujar Aldres di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2020).

Lagipula, lanjut dia, Djoko Tjandra tak pernah menyebut telah memberikan uang kepada Jaksa Pinangki. Aldres mengklaim, Djoko Tjandra hanya mengaku pernah dimintai uang oleh politikus Nasdem Andi Irfan Jaya, yang juga dijerat dalam perkara ini.

"Itu pun Djoko Tjandra tidak mengatakan memberikan uang kepada Ibu Pinangki. Dia cuma bilang pernah dimintai uang oleh seorang namanya Andi, dan dia suruh temennya untuk serahkan (uang) itu, dia sama sekali tidak pernah memberikan uang kepada Ibu Pinangki," kata Aldres.


Ungkap Asal Usul Harta Miliaran Miliknya

Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020). Sidang beragenda pembacaan dakwaan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Hal lain yang terungkap dalam sidang eksepsi jaksa Pinangki hari ini. Melalui tim pengacaranya, dia mengungkap asal usul harta yang dimilikinya hingga kerap terlihat hidup mewah.

Pada eksepsinya disebutkan Jaksa Pinangki pernah menikah dengan pejabat di Kejaksaan bernama Djoko Budiharjo. Salah satu sumber harta kekayaannya adalah dari mantan suaminya tersebut.

"Dalam kesempatan ini kami sedikit menyampaikan mengenai profile terdakwa agar diketahui dan menjadi pertimbangan awal dari majelis hakim, hal ini sengaja terdakwa sampaikan di persidangan ini sekaligus menjawab pertanyaan yang juga sering dilontarkan di media perihal gaya hidup yang dianggap berebihan dan tidak sesuai profil sebagai jaksa," ujar penasihat hukum dalam nota keberatan Jaksa Pinangki di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2020).

Pengacara menyebut, Jaksa Pinangki resmi menikahi Djoko Budiharjo pada 2006. Pinangki menikahi Djoko yang sudah bercerai dengan istri pertamanya pada 2004. Pinangki menjalani rumah tangga dengan Djoko hanya 2 tahun.

"Namun pernikahan antara terdakwa dan suaminya ini berakhir dengan meninggalnya Djoko Budiharjo pada Februari 2014," tambah dia.

Saat Djoko beralih profesi sebagai advokat inilah Pinangki mengetahui suaminya menyimpan uang dalam bentuk banknotes mata uang asing.

Banknotes ini kemudian diwariskan kepada Pinangki untuk kelangsungan hidup karena Djoko menyadari tidak akan bisa mendampingi istrinya yang terpaut beda usia 41 tahun.

"Sehingga almarhum pun menyiapkan banyak tabungan tersebut," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya